Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghadapi Kolega Suami yang Dilanda Puber Kedua

20 Desember 2020   23:41 Diperbarui: 20 Desember 2020   23:53 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi flirt - foto: pixabay.com/Alexander-777

Harry sering sekali mengajak saya mengobrol. Memuji orang lain juga bagian dari kebiasaan orang Jerman, baik pria maupun wanita. Begitu juga dengan Harry, dia sering sekali memuji penampilan saya.

Senang pastinya dapat pujian. Tetapi saya menanggapi seperti biasa, sekadar mengucapkan terima kasih. Sebetulnya saya menyadari sikap dan perhatian Harry yang agak berlebihan. 

Suatu hari, Harry membawa serta keluarganya yang sedang berkunjung, anak dan istrinya. Seorang wanita keturunan negara Eropa timur yang sangat cantik, wajah dan postur tubuhnya bak seorang model.

Seminggu sebelumnya, Harry memuji baju yang saya pakai. Dia bertanya di mana saya membelinya, karena dia ingin membelikan istrinya baju yang sama. Katanya, ukuran baju saya pasti sama dengan nomor baju istrinya. Hmmm, ada-ada saja ya. Untuk memuaskannya, saya sebutkan nama toko baju itu. Letaknya tidak jauh dari kompleks tempat tinggal kami. 

Pada acara berkumpul itu, tingkah Harry pasti menjadi perhatian istrinya. Harry selalu berusaha mencari kesempatan mengobrol dengan saya, bahkan beberapa kali memotret wajah saya (ini kalau kebetulan suami saya sedang sibuk dan tidak ada di sebelah saya). 

Jadi setiap Harry berada di samping saya, anaknya datang menjemput. "Pa, dipanggil mama," begitu yang saya dengar berkali-kali. Harry tersenyum ke arah saya dan pergi kembali ke meja makan, di mana istrinya menunggu.

Sikap suami saya, biasa saja. Dia memang bukan tipe yang suka menampakkan rasa cemburunya. Bisa jadi, karena selama kami bersama sejak pacaran dulu, dia tidak pernah melihat tingkah saya yang keterlaluan menanggapi perhatian orang lain. Dia sepertinya lebih memilih diam, tetapi membuat orang lain tidak bisa berbuat apa-apa.

Misalnya, saat berada kembali di Jerman, rencana untuk barbeku bersama di rumah kami tiba-tiba batal. Suami saya mengatakan banyak yang tidak bisa hadir. Tetapi firasat saya, mungkin suami saya hanya tidak ingin melihat rekan kerjanya terlalu kegenitan mendekati saya.

Memang tidak pernah terucap dari suami saya mengenai hal ini. Dia pasti tahu betul bagaimana istrinya sendiri, karena sikap saya sama ke semua koleganya.

Agaknya, ada keuntungan orang seperti saya. Menurut sahabat dan kawan-kawan dekat saya, sikap saya terlalu wajar. Entah maksudnya apa saya kurang ramah. Segala sesuatu ditanggapi biasa, bahkan kesedihan bisa saya tutupi tanpa ada orang lain tahu.

Sisi positifnya, saya bisa menetralkan situasi, tanpa ada orang yang merasa cemburu, baik istri Harry maupun suami saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun