Jalan-jalan kami ke kota Qingdao tepat di masa liburan sekolah yang panjang, summer atau musim panas. Matahari cukup terik, tetapi tadi hujan turun walaupun sebentar dan angin yang berhembus cukup membuat acara jalan-jalan lebih nyaman.
Kami memang suka dengan wisata kota, lebih santai untuk dilakukan, dan lebih banyak (menurut saya) tempat yang dilihat, juga banyak pengalaman yang didapat terkait kebiasaan masyarakat setempat.
Wisata keluar masuk museum memang bukan prioritas kami, kecuali museum yang berbeda dan sangat istimewa. Ada museum-museum yang membuat pengunjungnya betah dan ingin berlama-lama di dalamnya, ada juga yang terkesan sangat membosankan.
Di kota tua Qingdao dan sekitarnya banyak terdapat rumah makan dan kafe mungil. Saya suka memasuki tempat-tempat seperti ini, terkesan sangat nyaman. Sebentar mampir di sini, sebentar di sana adalah hal yang saya sukai jika menyusuri kota. Kami memasuki satu kafe di sudut jalan, sangat mungil, hanya terdapat dua meja kecil di lantai bawah. Setelah memesan jus buah dingin, kami bertanya pada pekerja di kafe, apakah boleh kami naik ke lantai atas.
"Ya, boleh. Tapi tidak ada AC di ruang atas," begitu mereka menjawab.
Kami memang tidak mencari ruangan dengan pendingin udara. Kafe ini kami pilih karena dari luar tampak jendelanya terbuka lebar. Kami menuju meja yang letaknya tepat di depan jendela. Hanya meja ini satu-satunya yang bisa digunakan untuk lebih dari dua orang pengunjung. Di sudut ruangan terletak satu meja bundar mini. Kafe yang sangat mungil.
Gerimis turun, dari jendela kami bisa bebas memandang ke luar. Tampak orang berjalan dengan menggunakan payung. Tetapi ada juga yang melenggang tanpa penutup kepala, seolah-olah tidak ada hujan sama sekali. Sejenak rehat di sini, sambil melepas penat setelah berjalan-jalan beberapa kilometer.
Tsingtao Brauerei warisan Jerman
Penggemar minuman bir pasti tahu bahwa di kota Qingdao terdapat pabrik yang memproduksi bir dengan nama Tsingtao, sesuai nama kota ini. (Qingdao adalah penulisan resmi nama kota ini sesuai dengan Pinyin*).
Jerman mini yang berada di kota Qingdao ini sepertinya tidak lengkap tanpa brewery atau Brauerei sebutannya dalam bahasa Jerman, yaitu satu tempat atau pabrik yang memproduksi minuman bir.
Tahun 1903 di kota Qingdao didirikan pabrik bir dengan nama Germania Brauerei. Resep dan proses pembuatannya juga sesuai dengan standar tradisional pembuatan bir di Bavaria - Jerman, yang mematuhi aturan hukum kemurnian bir tahun 1516.
Tetapi saat ini resep pembuatan Tsingtao sudah berubah, tidak lagi murni seperti awal pendirian pabrik dahulu. Walaupun begitu Tsingtao bir termasuk dalam 10 besar perusahaan bir terbesar dunia.
Gedung lama Tsingtao Brauerei yang terletak di Dengzhou Road no.56 sekarang dijadikan museum. Dari kejauhan terlihat bentuk 4 kemasan kaleng bir yang bertuliskan Tsingtao menghiasi atapnya.
Bagi yang ingin mengunjungi Festival Bir, tersedia secara gratis bus model kuno untuk menuju lokasi ini. Bus antik tersebut berwarna hijau. Saat kami berada di kota ini, festival bir sedang berlangsung. Tetapi kami sengaja tidak mengunjunginya. Berwisata dengan anak tentu kurang bijaksana membawanya ke tempat seperti ini.
Sepanjang jalan di sekitar pertokoan kota tua sesekali terlihat di depan toko satu drum berwarna perak, dengan kantongan plastik-plastik yang digantungkan di sampingnya. Terdapat karton bertuliskan angka tertentu. Awalnya saya tidak memperhatikan drum-drum itu, karena tidak bisa membaca apa yang tertulis di situ, kecuali angka dan lambang mata uang Yuan.
Ternyata itu adalah drum yang berisi bir, dijual secara eceran, dengan kemasan plastik dan diminum dengan pipet (sedotan). Kalau di Indonesia, minuman yang dijual dengan kemasan seperti ini contohnya es jeruk, air tebu, dan es kelapa muda.
Inilah cara unik masyarakat Qingdao menikmati minuman bir mereka. Menurut yang saya dengar, minum bir dengan menggunakan sedotan membuat orang lebih cepat mabuk. Entahlah, saya belum membuktikannya, karena saya tidak suka minum bir.
Catatan;
*Pinyin berasal dari penyebutan singkat Hanyu Pinyin, yaitu romanisasi (penulisan huruf non Latin ke huruf Latin) resmi Cina untuk Bahasa Mandarin Standar di RRT.
Hennie Triana Oberst - DE.30072020
Referensi; dw.com, spiegel.de
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H