Aku duduk sendiri di bangku besi berukir, berwarna putih. Ah, lebih tepatnya putih kusam karena tersapu hujan dan panas.
Bukan, aku tak sedang membaca buku, itu bukan kebiasaanku.
Engkau pasti tau itu, seperti yang pernah kuucapkan kala kita menghabiskan hari di padang rumput, sambil memandang birunya langit.
Aku lebih suka mengamati burung yang mengangkasa.
"Kenapa?"
Begitu kau bertanya.
Karena mereka menghalau segala risau yang menghampiri pikiran.
Aku masih duduk di bangku besi berukir, berwarna putih kusam. Tapi aku tak sendiri lagi, beberapa merpati menemani sambil melahap remah-remah berserakan yang dibawa angin.
Lalu lalang kendaraan di depanku seperti menghadirkan bayangmu, melenyapkan galau yang mendera.
Aku masih duduk di bangku besi berukir, berwarna putih kusam.
Menanti senja yang membawa warta tentangmu dari negeri seberang.