Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Panggilan yang Tidak Menyenangkan terhadap Orang Lain

19 Juli 2020   16:06 Diperbarui: 19 Juli 2020   16:52 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sering saya merasa terganggu, padahal itu bukan urusan saya, jika membaca komentar atau mendengar seseorang memanggil orang lain dengan sebutan yang kurang enak didengar. Bisa jadi itu hanya perasaan saya saja, sementara yang mengalami tidak merasa.

Misalnya seseorang yang dipanggil 'Ndut', 'Gembul', karena badannya memang tidak langsing, atau panggilan tidak menyenangkan lainnya. Orang yang dipanggil menerima dengan pasrah, entah tidak berani membantah karena tidak enak dengan yang memanggil atau memang dianggap itu lucu.

Kalau alasannya yang terakhir, tidak menjadi masalah, karena kadang-kadang ada orang yang suka membuat julukan terhadap dirinya sendiri, supaya gampang dikenali atau bisa juga supaya tenar, misalnya.

Untuk saya pribadi, panggilan yang saya anggap tak pantas ini sangat tidak lucu. Makanya saya menganggap komedi yang menggunakan panggilan yang dianggap "lucu" tersebut betul-betul tidak lucu dan saya tidak mau menontonnya.

Lain lagi misalnya kebiasaan di salah satu etnis di Sumatera Utara yang mengganti panggilan nama mereka ketika mereka telah memiliki anak. Panggilan nama akan diganti dengan Pak/Mak dengan tambahan nama anak mereka, biasanya nama anak pertama. (Ini yang saya tahu dari teman-teman saya yang berasal dari etnis tersebut).

Pernah sekali waktu, saat saya berkumpul dengan teman-teman masa sekolah dulu, ada yang membawa pasangannya. Salah seorang dari mereka belum saya kenal, maka saya tanya namanya siapa.

Lantas dia menjawab; "panggil aja Mak Nova".

Nova adalah nama anak pertama mereka. (Hanya contoh saja, Nova bukan nama sebenarnya).

Saya harus panggil istri teman saya 'Mak Nova', sesuai permintaannya. Walaupun rasanya canggung, tetapi itu adalah budaya suku mereka. Suaminya tetap saya panggil dengan nama, sama seperti masa sekolah dulu.

Memang sekarang ini banyak sekali orang memanggil wanita dengan sebutan "Mak" bahkan antar teman. Sebagian merasa itulah panggilan akrab, tapi sebagian lainnya tidak menyukai panggilan itu, termasuk saya. Tidak akan saya jawab dan ladeni.

Pernah satu kali terjadi, saat saya berkumpul dengan orang-orang Indonesia. Baru kenalan langsung panggil Mak, saya pun pura-pura tidak dengar. Sepertinya dia mengerti dan mengubah panggilannya.

Panggil saja orang lain dengan panggilan umum yang biasa berlaku di masyarakat hampir seluruh Indonesia. Panggilan yang netral lebih aman digunakan, seperti Bapak, Mas dan Kakak untuk pria dan  Mbak, Kakak dan Ibu untuk wanita.

Ada contoh mengenai panggilan Mak ini. Dulu, saya punya teman sekantor, sebut saja namanya Lilly, tetapi hampir semua orang di kantor bahkan ada beberapa tamu langganan di kantor kami memanggil dia dengan sebutan "Mak". Dia sangat membenci panggilan itu.

Lilly pernah curhat, dia bilang kenapa orang memanggilnya dengan sebutan Mak, padahal dia punya nama.

"Lu nggak pernah manggil Mak ke gue," dia mengatakan itu ketika curhat.

"Itu bukan namamu kan?"

"Iya, gue sedih Hen."

Dia sedih karena sudah protes sekalipun, mereka yang memanggilnya 'Mak' tidak peduli.

Saya jadi kadang mengoreksi panggilan orang terhadap dia.

"Lilly bukan Mak," begitu sering saya katakan.

Yang manggil Mak pasti senyum-senyum dan meralatnya. Tapi berubah hanya bertahan saat itu saja. Nanti dan besok-besok kembali dengan panggilan tidak menyenangkan itu.

Saya tetap bertahan tak mau memanggil orang dengan sebutan yang aneh-aneh, kecuali orang tersebut yang membuat julukan sendiri dan menginginkannya.

_______

Hennie Triana Oberst * DE19072020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun