Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keluarga Besar dengan Aneka Warna

4 Juni 2020   22:17 Diperbarui: 4 Juni 2020   22:17 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini hanya sekedar curhat saja.

Dulu sambil berkelakar, ada teman-teman baik saya mengatakan tidak mau menikah dengan suku tertentu. Alasannya macam-macam, tapi seringkali karena stereotip yang berlaku di masyarakat umum.

"Jangan bilang begitu, nanti justru dapat jodoh yang dihindari itu," saya menimpali candaan mereka.

Dan, beberapa tahun berlalu. Ternyata dua orang sahabat saya itu menikah dengan suku yang mereka becandain. Kami sering tertawa dan membahas hal konyol itu jika kebetulan sedang berkumpul lagi.

Terbukti memang tidak betul stereotip negatif yang selama ini dianggap sebagian orang.

Kedua orangtua kami dulu membebaskan anak-anaknya untuk memilih jodohnya masing-masing. Tidak ada pernah terucap dari mulut mereka 'jangan menikah dengan suku ini dan itu'. Karena pada dasarnya kakek kami, bapaknya Ayah kami berasal dari negeri matahari terbit. Jadi keragaman itu sudah ada sejak dulu di keluarga besar kami.

Mereka juga sangat menghindari perjodohan. Misalnya ada teman atau kenalan baik mereka yang berencana mengenalkan anak atau kerabat mereka ke salah satu dari kami; orangtua kami secara halus akan menolak.

Mereka katakan bahwa urusan pasangan kami biar kami sendiri yang memilih, karena hanya kami yang tau calon pasangan masing-masing. Mereka sebagian orangtua hanya bertugas merestui dan mendoakan yang terbaik untuk anak-anaknya.

Dari tujuh orang bersaudara yang semua sudah berumah tangga, kami memiliki pasangan yang berbeda suku, bahasa dan bangsa.

Ada yang dari suku Batak, Jawa, Melayu dan etnis campuran peranakan di wilayah Sumatera.

Sedangkan yang memiliki pasangan berbeda bangsa adalah adik bungsu yang bersuamikan orang Swiss dan tinggal di Swiss.  Kakak perempuan saya yang bersuami orang Jerman dan saya sendiri. Kedua orang Jerman ini berasal dari daerah dan suku yang berbeda, dengan bahasa daerah yang berbeda juga.

Saat yang paling istimewa adalah ketika kami semua berkumpul. Sayangnya kedua orangtua kami tidak bisa lagi ikut berkumpul bersama. Tetapi mereka sudah bahagia bisa mengantarkan dan menyaksikan anak-anaknya semua berumahtangga. Bahkan sudah beberapa kali mengunjungi kami di benua biru ini.

Keragaman seperti keluarga kami ini semakin menguatkan rasa persaudaraan antar suku dan bangsa. 

Kita memang berbeda warna kulit dan bahasa, tetapi tidak ada perbedaan apapun dalam persaudaraan.

-------

Hennie Triana Oberst

DE 04052020

"Beda SARA Tetap Saudara"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun