Kebiasaan menawar ketika belanja lebih sering dijumpai di negara-negara Asia. Mungkin di negara-negara yang terletak di benua lain ada juga kebiasaan ini, misalnya di wilayah yang terkenal dengan wisatawannya.
Di Indonesia, biasanya jika belanja di pasar besar biasanya mereka tidak menetapkan harga pas. Tawar menawar biasanya akan terjadi, berapa murahnya harga barang tersebut umumnya tergantung kesepakatan antar penjual dan pembeli.
Kadang saya malas belanja dengan tawar menawar seperti ini jika tidak mengenal kira-kira berapa harga barang tersebut. Pilihan lebih sering ke toko di shopping mall yang menetapkan harga pas, jadi tidak pusing tawar-menawar.Â
Jika belanja di pasar tradisional, membeli sayur dan kebutuhan sehari-hari biasanya saya tidak mau menawar, karena harga bahan pokok tersebut memang wajar. Lagi pula mana mungkin penjual sayur akan mematok harga tinggi demi mengharap laba besar.
Menurut kebiasaan  yang dikenal di masyarakat, wanita lebih bisa menawar daripada pria. Entahlah kenapa begitu.Â
Seingat saya, dulu Ayah saya tidak bisa menawar, maka ia lebih suka belanja ke supermarket dengan harga pas yang tercantum di barang atau rak yang ada. Mungkin saja beliau sungkan melakukan, atau memang tidak bisa mengira-ngira.Â
Tapi tidak begitu dengan suami saya, dia bisa menawar jika memang perlu. Sepertinya dia sudah terbiasa dengan gaya transaksi yang umum terjadi di negara Asia, karena pernah tinggal beberapa tahun di Asia dan hubungan kerja dengan negara-negara Asia.
Di Jerman kebiasaan menawar ini tidak ada, kecuali membeli barang yang tinggi nilainya, seperti rumah, kendaraan bermotor, mebel dan lainnya.
Saat pertama sekali saya liburan ke Eropa (sudah lama sekali, puluhan tahun lalu), saya praktekkan gaya belanja menawar ini. Ketika jalan-jalan berdua dengan kakak perempuan saya, kami waktu itu sedang berada di Swiss, di salah satu daerah wisata.
Melihat-lihat barang-barang di toko cinderamata mata yang berjajar di sana. Di satu toko yang banyak menjual syal, saya tertarik pada 1 lembar syal. Maka saya tanyakan berapa harganya kepada penjualnya, seorang laki-laki.
Pria itu menyebutkan harganya. Cukup mahal untuk kantong saya saat itu jika dikonversikan dalam Rupiah.
"Wah, mahal ya. Bisa kurang nggak harganya?" coba-coba saya tawar.
"Yaudah, ambil saja. Gratis." Pria tersebut menjawab sambil tersenyum.
"Beneran nih?" Saya tanya lagi karena tidak yakin.
"Iya." Jawabnya sambil tertawa.
Sambil mengucapkan terima banyak maka syal tersebut jadi milik saya dan menjadi kenang-kenangan perjalanan pertama saya di Swiss.
Oh iya, saya beli juga cendera mata yang lainnya di toko tersebut, tentu tanpa menawar lagi.
Sejak tinggal di Jerman, pernah juga saya praktekkan belanja dengan menawar ini. Biasanya ketika di toko baju yang sedikit istimewa dan harganya relatif mahal.
Tetapi saya lihat dulu siapa penjualnya dan bagaimana ia memperlakukan konsumennya. Seringnya jika penjualnya pria mereka sering memberi potongan harga.
Jangan menawar pada pedagang kecil ya!
.
-------
Hennie Triana Oberst
DE 17052020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H