Umumnya di bagian selatan Jerman tradisi Maibaum ini dilakukan di sebagian wilayah negara bagian Baden-Württemberg dan Bavaria. Tradisi ini adalah penyelenggaraan berupa penancapan atau pemasangan batang pohon yang sudah dihias pada satu tempat tertentu.
Maibaum, berasal dari kata Mai = bulan Mei; dan kata Baum = pohon
Maibaum ini adalah pertanda datangnya musim semi, lambang kehidupan, kesuburan, cinta dan kekuatan.
Pelaksanaan tradisi ini biasanya pada penghujung hari di tanggal 30 April, pada tanggal 1 Mei dan pada hari Pentakosta. Tradisi Maibaum ini lebih tua dari tradisi pohon Natal, karena ritual ini telah ada sebelum masuknya agama Kristen.
Tradisi Maibaum ini menurut sejarahnya berasal dari suku-suku Jerman kuno. Pada masa silam mereka melakukannya untuk pemujaan terhadap dewa-dewa hutan yang mereka percayai.
Pada masa itu masyarakat melakukan pemujaan mereka dengan memilih pohon-pohon terbaik, kemudian melakukan ritual dengan menari-nari di sekeliling pohon-pohon tersebut. Kegiatan ini sebagai tanda datangnya musim semi, yang melambangkan kesuburan, pertumbuhan, keberuntungan dan berkah.
Berabad-abad kemudian, setelah masuknya agama Kristen ritual ini dilarang oleh pihak gereja, karena masyarakat ini dianggap sebagai penyembah berhala, yang tentu bertentangan dengan agama yang diajarkan.
Untuk beberapa lama tradisi ini dilarang untuk dilakukan, hingga kemudian sekitar abad ke-16 kebiasaan masyarakat ini boleh dilaksanakan kembali hingga sekarang.
Tahun ini walaupun di tengah pandemi corona tradisi Maibaum tetap dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah daerah masing-masing. Banyak juga terlihat toko yang menjual pohon-pohon kecil yang dihiasi pita-pita dari kertas krep.
Maibaum yang biasa didirikan di alun-alun kota adalah batang pohon besar yang telah dikupas (dikuliti) dan dipasang hiasan lingkaran seperti bentuk mahkota dan hiasan lainnya di bagian atas batang pohon.
Bentuk Maibaum ini agak mirip dengan tiang atau pohon untuk kegiatan panjat pinang di Indonesia.
Asal usul mengenai love May (Liebesmaien) ini sudah dikenal pada abad pertengahan. Para pemuda zaman itu menyatakan cintanya kepada wanita-wanita pujaan.Â
Pada masa itu, para tentara membawa pohon-pohon ini ke balaikota, untuk mendapatkan persetujuan dari yang berwenang sebelum diletakkan di rumah wanita-wanita yang mereka kagumi sebagai tanda pernyataan cinta mereka.
Seiring dengan berjalannya waktu maka kebiasaan perayaan Maibaum ini juga mengalami perubahan sedikit demi sedikit dan berbeda dari daerah satu dengan lainnya.Â
Saat ini, pria-pria muda meletakkan Maibaum -- yang berupa pohon muda, biasanya pohon Birken/Birch, atau berbentuk tiang dengan berbagai hiasan seperti tanda hati, balon dan hiasan lainnya -- di depan rumah pujaan hati mereka. Tentunya tanpa perlu meminta izin terlebih dahulu ke balaikota.
Di beberapa wilayah yang masih kental dengan tradisi ini seperti negara bagian Bayern (Bavaria), bisa dilihat di beberapa wilayah pada tanggal 1 Mei, hampir di setiap rumah ada pohon Birch muda yang dihiasi dengan kertas krep warna-warni dan lambang hati dengan nama seorang wanita digantung di pohon tersebut.
Itu adalah ungkapan cinta dari seorang pria yang mengaguminya.Â
Maibaum ini akan berdiri selama satu bulan. Pada tanggal 1 Juni pohon-pohon dan tiang ini akan diturunkan kembali. Jika beruntung, dan cinta sang pria diterima oleh wanita, maka pria tersebut akan diundang makan oleh si wanita pujaannya.
Pohon Birken atau Birch ini dianggap sebagai simbol kekuatan dan ketahanan hidup, karena pohon ini adalah pohon pertama yang berbunga setelah musim dingin.
Selamat menikmati musim semi!
-------
Hennie Triana Oberst
DE 01052020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H