Dulu saat saya  masih tinggal di rumah orang tua, saya sekamar dengan kakak perempuan saya. Kami berdua memang beda usianya tidak banyak, kurang dari dua tahun, jadi terkadang sikap kami seperti sahabat saja. Menurut pendapat teman-teman dan orang yang mengenal kami, karakter dan sifat kami berdua sangat jauh berbeda. Mungkin orang-orang itu betul juga, karena kesukaan kami berdua berbeda. Termasuk juga kebiasaan belajar kami yang juga beda.
Saya bukan termasuk orang yang rajin belajar, hanya sesekali saja kalau saya merasa saya harus belajar. Tetapi semakin dekat waktu ujian, semakin saya tidak bisa belajar. Makanya dulu waktu sekolah, terkadang guru kami mengadakan tes tiba-tiba. Kelas dibagi dua, sebagian melakukan tes, sebagian menunggu di luar sambil belajar. Jika kebagian yang jadwal kedua, saya minta untuk diganti ke jadwal pertama. Biasanya ada yang senang hati mengganti jadwalnya. Saya tidak akan bisa lagi belajar lastminute, otak saya seperti beku, tidak bisa berpikir. Aneh memang.
Di rumah jika sedang di kamar saya selalu mendengarkan musik, termasuk juga ketika belajar. Saya agak sulit berkonsentrasi jika tidak ada musik. Itulah yang mengganggu kakak saya, karena dia tidak perlu musik ketika belajar. Maka kena tegurlah saya. Suara musik yang pelan tetap saja mengganggu jika orang lain tidak membutuhkannya.Â
Tapi mau bagaimana lagi, itu sudah mendarah daging. Terpaksa musik didekatkan ke kuping. Dulu saya nggak punya walkman -- gadget jadul -- yang tren pada saat itu. Tetapi sampai sekarang pun saya tidak suka mendengarkan musik dengan earphone, kecuali ketika sedang berada di pesawat terbang.
Saya anggap saja saat itu kebiasaan saya agak aneh dan tidak biasa. Mungkin ada beberapa orang yang seperti saya, tetapi saya saja yang tidak mengetahuinya.
Musik berpengaruh langsung terhadap emosi dan konsentrasi
Mendengarkan musik sambil belajar apakah memang mengganggu atau justru membantu kita untuk lebih berkonsentrasi?
Musik berpengaruh langsung terhadap emosi kita. Ketika mendengarkan musik, seseorang bisa menjadi lebih bahagia, sedih, tenang, agresif, bersemangat atau termotivasi.
Menurut ilmuwan, musik mendorong kemampuan otak manusia. Otak kita akan bekerja lebih baik jika ada rangsangan suara. Tetapi tidak termasuk suara-suara kebisingan yang justru mengganggu emosi.
Menurut profesor Eckart Mueller dari Universitas Musik di Hanover;
"Tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa hanya musik-musik kesukaan kita saja yang mempengaruhi otak kita untuk belajar lebih baik. Tetapi memang benar bahwa kita akan merasa lebih nyaman dengan mendengarkan musik kesukaan kita".
Harus hati-hati dan diperhatikan juga, jika kita mempelajari bahasa dan menghafal teks, kemungkinan belajar sambil mendengarkan musik ini bukan pilihan yang baik. Karena wilayah otak yang mempelajari kata-kata akan bercampur dengan wilayah otak yang hanya mendengarkan kata-kata. Hal ini akan sangat mengganggu konsentrasi. Begitu menurut Prof. Mueller.
Musik yang kita sukai tidak hanya meningkatkan konsentrasi, tetapi juga membuat suasana hati tenang dan memotivasi untuk bekerja atau belajar, sehingga kita lebih produktif.Â
Ternyata kebiasaan saya dulu belajar dengan musik tidak aneh dan memang itu yang diperlukan otak saya untuk membantu lebih berkonsentrasi.
Sekarang saya lihat kebiasaan itu dilakukan oleh anak saya, termasuk kebiasaan belajarnya yang "angin-anginan".
Memang benar pepatah  "Buah jatuh tak jauh dari pohonnya".
-------
HennieTriana Oberst
DE 27032020
Referensi: program tv/ br.de
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H