Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebiasaan Jam Karet, Cerminan Tak Menghargai Orang Lain

10 Maret 2020   06:22 Diperbarui: 10 Maret 2020   07:04 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Getty Images

Kemarin ada pesan masuk di ponsel saya, dari seorang teman, orang Indonesia.

"Janjian minggu depan jadi ya?"

"Iya, kalau sudah dijanjikan seperti itu akan berlaku sesuai rencana. Kecuali ada hal mendadak yang tak terduga," segera saya balas pesan itu.

Saya tau kenapa dia bertanya, karena sebagian orang Indonesia masih membawa kebiasaan buruknya, bahkan setelah menikah dengan orang Jerman dan tinggal di negara ini. Jam karet yang selalu membuat acara berantakan dan mood jadi jelek. Orang Jerman terkenal dengan kebiasaan ketepatan waktunya, walaupun mungkin ada yang tidak, tapi sangat jarang dijumpai. Saya belum pernah punya pengalaman dengan orang Jerman yang jam karet.

Sebenarnya ini hanya kebiasaan dari rumah, yang diajarkan melalui rutinitas kita. Kedua orang tua saya paling tidak suka dengan orang yang memiliki kebiasaan ini. Saya ingat dulu jika Idul Fitri, kami pasti pergi ke rumah Nenek dan Kakek yang berada di luar kota. Biasanya sekitar jam 10 setelah selesai salat Idul Fitri dan bersalaman dengan tetangga, maka kami pun berangkat.

Sekali waktu ada kerabat yang ingin ikut, dan disepakati jam 10 harus sudah di rumah kami. Ternyata hingga setengah jam ditunggu tidak ada berita.Maka kami tinggal pergi.

Hingga esok harinya mereka datang ke rumah dan mengatakan bahwa kemarin itu mereka datang tapi kami tidak ada. 

Jam berapa? Jam 12.

Untunglah mereka kami tinggal. Jika kami tunggu maka acara Lebaran pun berantakan dan membuat kesal semua orang yang menunggu.

Seorang teman yang baru dekat dengan saya pernah mengatakan bahwa saya sudah seperti orang Jerman kalau bikin janji, selalu datang beberapa menit sebelum waktunya. Padahal itu memang sudah kebiasaan saja, bukan karena ketularan orang Jerman.

Jika janjian di kota besar seperti Jakarta, sebagian orang seperti meminta "pengertian khusus" dari orang lain, alasan jalanan macet yang paling dibesar-besarkan. Memang kemacetan Jakarta cukup membuat putus asa, saking parahnya. Tetapi sebetulnya jika kita membuat janji pasti kita bisa mengira-ngira jarak tempuh dan kapan sebaiknya berangkat, supaya tidak terjebak macet. Buktinya hampir semua teman saya bisa melakukan itu, padahal janjiannya juga setelah jam pulang kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun