Kehebohan karena wabah virus Corona di Jerman tidak terlalu terlihat. Sejak kasus pertama di kota Munich. Berita di radio dan televisi tetap menyiarkan perkembangan penyebaran virus ini.
Sebagian masyarakat menganggap tidak terlalu berbahaya, karena bisa disejajarkan dengan "Grippe" (Influenza). Apalagi disebutkan bahwa Covid-19 ini tidak terlalu berpengaruh terhadap anak-anak, sementara untuk orang dewasa diminta untuk menjaga kebersihan dan kesehatan.Â
Tetapi sejak dua minggu masyarakat mulai cemas, setelah mengetahui berita semakin meluas dan cepatnya penularan virus corona ini dan menyebar di banyak Negara  Bagian di negeri ini dan "alarm" siaga juga diberlakukan.
Warga diimbau untuk menyediakan bahan makanan yang mencukupi dalam waktu 10 hari ke depan. Masyarakat diminta untuk tidak berlebihan menghadapi wabah virus Corona ini. Tetap waspada tetapi tidak panik.
Tetapi pada kenyataannya tetap ada saja yang berbelanja berlebihan. Terutama wilayah yang paling banyak terinfeksi Covid-19 ini.Â
Di kota kami persediaan desinfektan sudah habis sejak minggu lalu, supermarket juga sudah memberikan pengumuman akan secepatnya memenuhi kebutuhan masyarakat.
Untungnya saya selalu menyediakannya di rumah, hanya seadanya.
Saya iseng mencari melalui toko online, ternyata ada yang menjual dengan harga yang berlipat-lipat. Selalu ada saja yang mencoba mencari keuntungan di dalam kesulitan orang lain.
Masker tidak terlalu dicari, karena memang hampir tidak pernah dibutuhkan masyarakat di sini, kecuali tenaga medis. Selain itu dikatakan bahwa masker hanya dibutuhkan bagi yang sakit, agar tidak menularkan orang lain.
Dikenal juga dengan nama Hortung. Â Sebutan untuk belanja barang dalam jumlah banyak dan menumpuknya untuk keperluan pribadi.
Istilah ini mulai dikenal saat masa Perang Dunia ke-I. Dalam situasi perang seperti itu masyarakat dibolehkan menyimpan persediaan makanan menghindari krisis makanan.
Tetapi persediaan makanan yang ada di kota-kota tidak mencukupi, maka banyak orang yang melakukan perjalanan ke desa-desa untuk membeli bahan makanan seperti kentang, telur dan lainnya langsung kepada para petani.
Pada masa  itu mereka melakukan perjalanan dengan kereta api. Moda transportasi ini yang harganya terjangkau masyarakat sehingga gerbongnya penuh sesak oleh penumpang.
Perjalanan mencari bahan makanan inilah yang kemudian dinamakan "Hamsterfahrten (Perjalanan Hamster)" atau "Hamstern".
Sedangkan Hamsterkauf, berasal dari kata "Hamster" (hewan hamster) dan" kauf" (pembelian)
Kenapa disamakan dengan hamster?
Hamster adalah binatang mamalia yang memiliki kantung di kedua sisi pipinya. Kantung-kantung ini memanjang mengikuti rahang bawah ke belakang tulang belikat dan terletak di bawah kulit. Hamster membawa persediaan makanan di kedua kantung pipinya yang relatif besar untuk ukuran binatang kecil seperti mereka.
Saat ini penggunaan istilah Hamsterkauf cenderung memiliki konotasi negatif. Karena pada dasarnya penyediaan makanan sebagai cadangan dilakukan jika keadaan darurat, seperti kelaparan dan perang.
Sedangkan dengan situasi yang terjadi sekarang ini hamsterkauf dianggap seperti tindakan seseorang merampas hak atas barang yang dibutuhkan orang lain.
Tadi pagi menjelang siang saya pergi belanja. Situasi di supermarket terlihat biasa, malah cenderung sepi. Orang-orang terlihat belanja seperti biasa, tidak ada troli yang terisi penuh berlebihan.
Hanya beberapa rak bahan makanan seperti tepung terigu sudah kosong. Rencana membeli toast juga batal karena rak sudah kosong. Entah siapa yang memborong semua itu.
Hanya  bahan makanan tersebut yang tidak tersedia, sedangkan rak yang lain tetap penuh seperti biasa. Kebanyakan masyarakat di sini bersikap tetap tenang dan beraktivitas seperti biasanya.Â
Menurut putri saya yang pergi dan pulang sekolah dengan kendaraan umum, suasananya juga seperti biasa. Tidak ada yang berubah.
Semoga situasi membaik dan cepat teratasi.
.
-------
Hennie Triana Oberst
DE 05032020
Referensi: de.wikipedia.org
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI