Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jadi Penumpang Gelap di Bus dan Kereta Jerman? Jangan Coba-coba!

2 Februari 2020   06:16 Diperbarui: 2 Februari 2020   06:22 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Stadtwerke Tuebingen/businessinsider.de

Termasuk sering saya menggunakan transportasi umum di Jerman, salah satunya jika bepergian agak jauh dan malas untuk menyetir kendaraan sendiri atau ke tempat yang merepotkan untuk mencari tempat parkir.

Transportasi umum di Jerman seperti bus menjangkau semua perumahan penduduk. Tetapi jika di kota kecil atau desa seperti di tempat tinggal kami, bus tidak beroperasi di hari Minggu atau hari libur nasional. Walaupun begitu kita bisa saja memesan mobil sebagai pengganti bus 30 menit sebelum jadwal yang kita pilih. Jadwal ini sesuai jam keberangkatan bus, yang ditempelkan di halte. Nomor telepon yang akan kita hubungi juga ada di bagian bawah jadwal jam keberangkatan bus tersebut.

Rutenya sesuai rute bus yang biasa beroperasi dari halte bus tempat kita berangkat. Ongkosnya juga sama seperti ongkos bus. Jika kita punya tiket bulanan, cukup tunjukkan tiket tersebut.

Tiket bus dan kereta bisa kita beli online lewat ponsel, mesin automat atau jika naik bus bisa dibeli ketika naik, supir akan memberikan tiket sesuai tempat tujuan. Jarang ada pemeriksaan apakah kita membeli tiket atau tidak.

Saya ingat saat masih belajar bahasa Jerman beberapa tahun lalu. Seorang teman sekelas, Murat, laki-laki dari negara Turki datang sangat terlambat. Saat istirahat dia bercerita sambil tertawa tergelak-gelak. 

Pagi itu dia berangkat ke sekolah bahasa kami dari rumah sepupunya. Murat memiliki tiket bulanan, tertera zona mana saja yang boleh dia tuju dengan tiket tersebut. Ternyata rumah sepupunya tidak masuk zona di tiket itu. Seharusnya ia membeli tiket jika berangkat dari rumah sepupunya.

"Sebetulnya kamu tau nggak sih kalau rumah sepupumu nggak masuk zona tiketmu?" Saya tanya Murat. Penasaran juga, karena dia orangnya selalu taat aturan.

"Iya, tau. Tapi coba-coba," jawabnya sambil terpingkal-pingkal.

Ternyata Murat sedang sial. Pagi itu, di dalam bus ada pemeriksaan tiket. Ketika dia menunjukkan tiket, ternyata tidak masuk zonanya. Ditanya tanda pengenal, dia tidak membawanya.

Akhirnya dia harus turun dengan petugas. Menunggu polisi datang menjemput.

Memang jika kita tidak bisa menunjukkan tanda pengenal apapun, urusan akan diserahkan kepada pihak kepolisian.

Ketika polisi datang, Murat harus ikut mengendarai mobil polisi, menuju rumahnya dan menunjukkan paspornya. Sementara saat itu dia masih sedikit terbata-bata berbicara bahasa Jerman.

Untungnya, menurut Murat, ada satu polisi yang keturunan Turki, jadi beliau itu yang membantunya berkomunikasi.

"Makanya hari ini aku terlambat masuk kelas. Tapi aku tadi diantar sama mobil polisi ke sekolah. Memang pernah kalian ke sekolah diantar Polisi?" Lanjut Murat dengan gaya jenakanya.

Kami pun tergelak melihat tingkahnya yang selalu lucu. 

"Itu ongkosmu naik mobil Polisi," timpal Mitko yang dari Bulgaria.

"Nggak apa-apa, aku kan kaya," jawab Murat tidak mau kalah.

Murat selalu membuat suasana menjadi santai dan ramai. Terkadang guru di kelas kami pun tidak bisa menahan tawa melihat tingkahnya.

Ia tetap harus bayar denda, walaupun satu Polisi sama-sama keturunan Turki.

Jika ketahuan tidak memiliki tiket, besaran denda yang harus dibayar sekarang ini berjumlah 60 Euro. Tidak ada tawar menawar urusan denda. Aturan ini juga berlaku sama terhadap semua orang yang berada di Jerman, sekalipun itu wisatawan.

Memang lebih baik tidak mencoba-coba melakukan sesuatu yang dilarang. Sebelum urusannya panjang dan denda yang akan kita bayar berlipat-lipat jumlahnya.

.-------

Hennie Triana Oberst

Deutschland 02022020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun