Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Quinta, Gadis Kecil dengan Impian Mulia

1 Februari 2020   14:23 Diperbarui: 1 Februari 2020   20:48 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: JillWellington/ pixabay.com

"Ayo bangun, Quinta," terdengar suara ibu membangunkan putrinya.

Quinta berusaha menarik selimut, ingin melanjutkan tidurnya. Tapi tiba-tiba ia sadar, hari ini bukan hari libur. Ia pun bergegas bangun, menuju kamar mandi dan bersiap-siap untuk ke sekolah. 

"Ini bekalnya jangan lupa dibawa ya," ibu mengingatkan Quinta sambil menyiapkan teh manis untuk Ayah.

"Buburnya enak," gadis mungil itu terlihat lahap menyantap semangkuk kecil bubur kacang hijau yang dimasak Ibu kemarin. Masakan yang dibuat oleh ibu selalu enak  rasanya.

"Bekalnya nasi goreng ya Bu?" tanyanya.

Ibu mengangguk sambil tersenyum. Berharap bekal yang disiapkannya di tempat makan mungil itu cukup mengganjal perut gadis kecilnya. Ia tidak mampu memberikan uang jajan. Lagian menyantap masakan dari rumah lebih terjamin kebersihannya, selain menghemat biaya hidup mereka sehari-hari.

Quinta pamit sambil memberi salam pada Ibu dan Ayah.

Temannya, Lili yang tinggalnya hanya berjarak 4 rumah telah memanggilnya dari depan pintu.

Dua gadis kecil itu berjalan riang dengan seragam dan tas sekolahnya. Terlihat mereka tertawa-tawa di pagi yang sejuk itu.

Di jalanan mulai banyak terlihat anak-anak yang menuju sekolahnya. Jalanan desa selalu ramai di pagi hari seperti ini. Sebagian anak-anak mendahului dengan sepeda mereka.

Dua puluh menit berjalan kaki, akhirnya kedua gadis kecil itu tiba di gerbang sekolah mereka. Salah satu Sekolah Dasar yang ada di desa mereka. Bangunannya biasa saja, tidak nampak mewah seperti sekolah di kota, tetapi nampak teduh karena banyak pohon-pohon di halaman sekolah. 

Quinta tahu bahwa sekolah di kota bangunannya bagus-bagus dari majalah yang pernah ia baca. Pinjaman dari Lili teman akrabnya. Lili punya banyak buku-buku dan majalah yang sering dikirim oleh pamannya.

***

"Bu, es campurnya dua bungkus ya,"seorang laki-laki yang baru turun dari sepeda motor memesan es pada ibu Quinta.

Hari Minggu yang panas ini memang lumayan dagangan ibu laku. Quinta ikut membantu ibu mencuci mangkuk, sendok dan peralatan lain yang kotor dan mengeringkannya. 

Jika tidak ke sekolah Quinta ikut membantu ibu berjualan es di depan rumah mereka. Ayah juga ikut membantu, tetapi kadang-kadang ia berjualan buah di pasar. Ayah menjualkan hasil kebun orang lain, jadi buahnya juga berganti-ganti sesuai musimnya.

"Kamu sedang sibuk ya Quin?"

Lili ternyata sudah di depan rumah. 

Mereka berdua janjian hari ini untuk main bersama. Tadi Quinta sudah minta izin pada ibunya. Menjelang sore biasanya dagangan ibu cepat habis.

"Aku liburan sekolah nanti mau ke rumah pamanku di Bali. Kamu ngapain Quin liburan nanti?" Lili bertanya sambil bermain ayunan.

Keduanya sedang bermain di halaman depan kantor desa. Hampir setiap minggu mereka bermain bersama. Mereka berdua adalah sahabat yang tak terpisahkan.

"Nggak ke mana-mana. Aku bantuin ibu saja," jawab Quinta.

"Kalau banyak es yang terjual nanti uangnya bisa ditabung. Aku mau sekolah yang tinggi di kota. Aku ingin menjadi guru,"Quinta berkata dengan mata berbinar.

Kedua gadis cantik itu tertawa bersama.

***

"Bu, nanti kalau aku jadi guru, aku mau seperti Bu Siska. Ibu guru kesayanganku," sambil berbaring di tempat tidur Quinta berkata pada ibunya yang sedang memasukkan tumpukan baju yang sudah diseterikanya tadi.

"Besok Bu Siska mengajar. Aku suka kalau Bu Siska bercerita di kelas," lanjut Quinta menceritakan guru Bahasa Indonesia di sekolahnya.

Bu Siska memang disukai murid-muridnya. Beliau selalu menyelipkan cerita-cerita jika sedang mengajar. Tidak hanya cerita yang berhubungan dengan pelajaran sekolah, Bu Siska juga sering menceritakan keindahan tempat-tempat di tanah air. Anak-anak selalu tertarik mendengarkannya.

"Makanya kamu harus rajin belajar, biar naik kelas dan bisa sekolah tinggi seperti cita-citamu," ibu menyahut.

"Nanti kalau aku sudah jadi guru, Ibu nggak perlu lagi jualan es," Quinta melanjutkan celotehnya.

"Iya, ibu akan selalu doakan kamu. Biar belajarnya tetap semangat," ibu menjawab sambil mengingatkan Quira untuk segera tidur.

Ibu beranjak meninggalkan kamar tidur putrinya. Matanya berkaca-kaca, terharu.

"Semoga cita-cita muliamu tercapai, putri cantikku," gumam ibu dalam hati.

***

(Untuk Quinta di ujung Pulau Jawa, gadis dengan mata indah, kelas 2 SD)

Mbak Widz Stoops, Selamat Ulang Tahun, semoga sehat dan sukses selalu!

-------

Hennie Triana Oberst

Deutschland 01022020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun