Mendapatkan jabatan yang diidamkan di satu perusahaan pasti sangat membanggakan. Siapapun mungkin tidak akan menolaknya. Proses panjang dengan ujian lisan dan tulisan untuk menggapainya akan rela dijalani.Â
Belum lagi banyaknya jumlah pesaing yang juga mengincar tempat itu. Usaha, sabar, doa dan keberuntungan sepertinya adalah kombinasi yang paling cocok sebagai penentu apakah berhasil tidaknya jabatan idaman digenggam.
Begitu juga saya. Setelah selesai kuliah saya mendapatkan pekerjaan di tempat yang betul-betul saya cintai. Padahal sebelumnya saya memimpikan bekerja di sebuah bank.
Tapi tiba-tiba saya tersesat di jalan yang benar, mendapatkan dunia baru yang begitu menyenangkan. Dunia kerja yang memungkinkan saya menjelajahi benua lain dengan cara  yang relatif gampang.
Tetapi saya betul-betul sadar, menjadi wanita karir hingga ke puncak posisi bukan sesuatu yang saya kejar, bukan jiwa saya. Memang saya termasuk wanita yang agak klasik.
Bagi saya sudah cukup menikmati pekerjaan di lingkungan yang menyenangkan, mendapat gaji yang relatif bagus, walaupun posisinya biasa-biasa saja. Hal tersebut lebih penting daripada berada di posisi tinggi tapi tekanan kerja lebih berat dan gajinya tak sebanding dengan segala stres yang menghadang.
***
"Kamu ngapain saja di rumah seharian, apa nggak bosan?"
"Wah sayang sekali sekarang kamu nganggur, sia-sia pendidikannya."
Mungkin banyak juga wanita yang sering mendengar komentar-komentar seperti itu.
Saya akhirnya meninggalkan pekerjaan yang saya cintai tersebut. Menjadi Ibu yang hanya tinggal di rumah. Menggeluti pekerjaan yang kata sebagian orang ketinggalan zaman. Bahagiakah saya? Tentu saja. Malah lebih bahagia dibanding ketika berada di dunia kerja yang saya geluti sebelumnya.
Melihat perkembangan anak dari awal pertumbuhannya. Mengantar, menjemput dan mendampinginya melakukan kegiatan seperti sport, musik dan lainnya. Menemaninya pergi ke taman main, bertemu dengan teman-teman dan anak lainnya. Sekali-kali saya ikut melibatkan diri membantu kegiatan yang diadakan sekolahnya, dan masih banyak lagi yang tidak bisa dirinci satu persatu.
Di negara Jerman masih relatif banyak wanita yang memutuskan menjadi ibu rumah tangga dibandingkan di negara Eropa barat lainnya. Sebagian dari mereka menjadi ibu rumah tangga penuh tanpa berkarir di luar rumah, sebagian lagi bekerja paruh waktu.
Banyak perusahaan di Jerman yang mempekerjakan karyawan wanita yang bekerja paruh waktu. Kebijaksanaan tiap perusahaan berbeda-beda dalam menentukan berapa gaji per jam untuk karyawannya, tetapi upah minimum per jam sudah ada ketentuannya dari setiap bidang pekerjaan.
Saya memilih untuk total di rumah. Awalnya tidak segampang yang saya bayangkan. Mengubah kebiasaan dari kesibukan di kantor menjadi rutinitas rumah tangga dan aktivitas anak. Manajemen waktu juga harus diubah lebih fleksibel agar semua berjalan lancar dan menyenangkan.
Menjadi ibu yang hanya berkarir di rumah saja tidak saya dapatkan dari orang tua saya, karena ibu saya dulu adalah seorang kepala sekolah di salah satu SDN di kota kami hingga masa pensiunnya.
Saya dan suami bersama-sama telah memutuskan menjalani pilihan hidup seperti ini. Orang lain boleh menilainya kuno atau tidak, tergantung dari mana mereka memandangnya.Â
Masing-masing memiliki pilihan, seperti apa kita akan menjalani rutinitas hidup kita. Selama kita menikmatinya dan bahagia dengan pilihan tersebut, segalanya akan baik-baik saja.
Semoga.
.
-------
Hennie Triana Oberst - Deutschland 22.01.2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H