Kami baru saja mengunjungi tetangga sebelah rumah, sepasang suami-istri. Sudah lama tidak bertamu, sekedar berbincang sambil minum kopi. Bisa dikatakan merekalah tetangga yang hubungannya sangat dekat, saling membantu. Pasangan yang seumuran dengan kedua almarhum orangtua saya.
Mereka sedang membuat daftar tamu undangan, anak bungsu mereka akan menikah beberapa bulan ke depan. Undangan terbatas hanya untuk keluarga besar dan teman calon pengantin yang paling dekat saja.Â
Kami walaupun hubungan tetangganya sangat dekat tidak masuk dalam daftar undangan. Karena di sini tidak biasa mengundang teman orangtua, atau teman saudara kandung, dan seterusnya.
Mengundang dan memilih siapa saja yang akan menghadiri pesta pernikahan adalah sepenuhnya hak kedua calon pengantin. Karena itu adalah acara istimewa mereka.Â
Saya ingat dulu ketika masih tinggal di rumah orangtua di Medan. Ibu dan Ayah kami sibuk mengatur waktunya untuk menghadiri undangan pernikahan yang mereka terima.Â
Terkadang tidak bisa dihadiri semua karena waktu tidak cukup dan undangan terlalu banyak. Atau sekiranya bisa datang hanya sekedar hadir, memberi salam dan pulang.
Selama menetap di Jerman entah berapa banyak saya hadiri undangan pernikahan, dari keluarga dan teman-teman. Budaya mengundang di sini sedikit berbeda dengan di Indonesia, begitu juga jumlah tamu yang diundang jauh lebih kecil.Â
Jumlah tamu 100 orang sudah bisa dikatakan cukup besar. Padahal kalau di Indonesia jumlah 500 orang itu adalah jumlah yang kecil.
Di undangan selalu tertulis tanggal berapa batas waktu kita untuk memberi jawaban apakah kita akan menghadiri acara tersebut atau tidak.Â
Datang tiba-tiba atau membawa teman yang tidak tertera di undangan lebih baik jangan dicoba.
Umumnya undangan pernikahan ini adalah acara seharian penuh. Jadi akan sulit dalam sehari itu untuk membagi waktu ke acara pernikahan lainnya, seperti yang biasa ada di Indonesia.Â