Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Budaya Traktir Mentraktir di Jerman

30 Desember 2019   20:33 Diperbarui: 31 Desember 2019   15:39 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada beberapa orang yang pernah bilang "Orang Jerman itu pelit, makan sama-sama tapi bayar masing-masing".

Di Jerman jika kita di cafe atau restoran ketika akan membayar bill makanan pramusajinya pasti akan bertanya:

"zusammen oder getrennt?" (bayarnya jadi satu atau bayar masing-masing).

Iya, di sini orang terbiasa membayar bill masing-masing, walaupun pergi makan bersama teman-teman. Ada sebahagian orang Indonesia, hanya sebahagian saja, yang menganggap hal itu sedikit aneh. Padahal menurut saya itulah cara terbaik untuk tidak saling memberatkan satu sama lain. Bukan tanggung jawab seseorang untuk menanggung tagihan orang lain.

Pasti pernah di antara kita, di Indonesia, jika pergi makan beramai-ramai tiba-tiba kita yang dinobatkan sebagai "bandar" (istilah di Medan untuk menyebutkan seseorang yang mentraktir) untuk membayar semua tagihan makan. Iya jika duit kita cukup, bagaimana jika tidak? Sementara yang lain sudah membubarkan dirinya tanpa meninggalkan duit sepeserpun.

Beberapa waktu lalu saya dan teman-teman (dari beberapa bangsa termasuk Indonesia) sedang minum kopi di satu Cafe. Ketika kami akan meminta bill ke pramusaji salah seorang dari kami Julia (orang Indonesia) mengatakan bahwa ia telah membayar semua tagihan.

"Warum hast du das getan?", Seorang teman saya, Leslie terdengar sedikit kesal bertanya kepada Julia kenapa ia membayar seluruh tagihan. Leslie langsung mengeluarkan uangnya sejumlah tagihan untuk dirinya dan membayar ke Julia. 

Julia dan Leslie adalah teman dekat saya sejak pertama tinggal di Jerman. Di antara kami terkadang sudah terbiasa saling mentraktir dan memberi. Tetapi antara Julia dan Leslie berbeda lagi. Mereka baru saling mengenal ketika mereka berdua hadir di acara makan bersama pada acara ulang tahun beberapa bulan lalu.

Saat saya bertemu lagi dengan Julia di kesempatan lain, saya katakan padanya, lain kali jangan sembarang mentraktir orang lain. Orang itu bisa saja merasa tersinggung dan terbebani dengan sikap kita, sekalipun kita tulus dan tidak ada maksud lain atau mengharapkan balasan.

Jika memang ingin mentraktir, misalnya ada acara khusus, ulang tahun, biasanya yang mentraktir mengatakan sebelumnya misalnya mengatakan; 

"Aku mengundang kalian semua, aku yang akan bayar ya". Walaupun seringkali kebiasaan di sini yang berulang tahun yang akan ditraktir. Teman-teman yang dekat biasanya akan mengundang kita untuk makan bersama dan mereka yang akan berbagi kado dan tagihannya.

Beberapa tahun lalu, ada seorang teman saya, Mita, orang Indonesia. Ia mengatakan memiliki kenalan orang Jerman, anak mereka berteman karena bersekolah di tempat yang sama.

Kadang anak-anaknya saling bergantian bermain bersama di rumah mereka. Mita mengatakan dia kadang memberi hadiah kecil untuk teman anaknya tersebut. Hingga suatu waktu Ibu teman anaknya bertanya, apa tujuannya dia sering memberikan hadiah untuk anaknya. Wanita Jerman itu mengatakan anaknya tidak sedang berulang tahun atau ada acara khusus lainnya.

Saya katakan pada Mita, itu memang bukan budaya orang di Jerman jika kita belum terlalu dekat sekali hubungannya. Mereka, besar kemungkinannya merasa terbebani dan berhutang budi pada kita, seperti merasa ada kewajiban di lain waktu untuk membalas.

Kami juga pernah memberikan beberapa buku dan rumah mainan bekas punya anak kami kepada tetangga yang memiliki anak kecil. Awalnya kami bertanya terlebih dahulu, apakah mereka mau menerimanya. 

Dengan senang hati mereka menerimanya, karena kebetulan mereka baru pindah setahun yang lalu dan di halaman rumahnya masih relatif kosong. Tetapi dua hari kemudian anak saya mengatakan ia mendapat hadiah berupa voucher buku dari tetangga kami tersebut. Saya mengerti bahwa mereka juga ingin memberi imbalan dari mainan yang kami hibahkan tersebut.

Tentang komentar orang yang mengatakan bahwa orang Jerman itu pelit, benarkah? 

Menurut saya mereka terbiasa mengatur pengeluaran duit untuk hal-hal yang dianggap perlu saja, tidak terbiasa menghambur-hamburkan uangnya dan bertanggung jawab atas diri masing-masing.

Pelit atau tidaknya seseorang itu relatif dan tidak tergantung pada suku dan bangsanya. Tidak tepat juga mengatakan seseorang itu pelit hanya karena orang tersebut tidak mau mentraktir orang lain.

Dan jujur saja, saya lebih suka dengan budaya BMM, bayar masing-masing ini. Masing-masing individu tidak akan merasa terbebani, dan kita tidak merasa memiliki hutang budi pada orang lain, yang sudah pasti akan sulit untuk dibayar kembali. 

Bukankah "hutang budi dibawa mati?" Siapapun pasti tidak ingin menerima beban seperti itu.

Seperti pepatah yang dikenal di Jerman;

"Andere Länder andere Sitten", beda negara beda pula budayanya.

Budaya yang positif dari suku dan bangsa lain tidak ada salahnya untuk diikuti.

------

Hennie Triana Oberst

Deutschland, 30 Desember 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun