Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Budaya Traktir Mentraktir di Jerman

30 Desember 2019   20:33 Diperbarui: 31 Desember 2019   15:39 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi budaya traktir di Jerman (Dok. Hennie)

Beberapa tahun lalu, ada seorang teman saya, Mita, orang Indonesia. Ia mengatakan memiliki kenalan orang Jerman, anak mereka berteman karena bersekolah di tempat yang sama.

Kadang anak-anaknya saling bergantian bermain bersama di rumah mereka. Mita mengatakan dia kadang memberi hadiah kecil untuk teman anaknya tersebut. Hingga suatu waktu Ibu teman anaknya bertanya, apa tujuannya dia sering memberikan hadiah untuk anaknya. Wanita Jerman itu mengatakan anaknya tidak sedang berulang tahun atau ada acara khusus lainnya.

Saya katakan pada Mita, itu memang bukan budaya orang di Jerman jika kita belum terlalu dekat sekali hubungannya. Mereka, besar kemungkinannya merasa terbebani dan berhutang budi pada kita, seperti merasa ada kewajiban di lain waktu untuk membalas.

Kami juga pernah memberikan beberapa buku dan rumah mainan bekas punya anak kami kepada tetangga yang memiliki anak kecil. Awalnya kami bertanya terlebih dahulu, apakah mereka mau menerimanya. 

Dengan senang hati mereka menerimanya, karena kebetulan mereka baru pindah setahun yang lalu dan di halaman rumahnya masih relatif kosong. Tetapi dua hari kemudian anak saya mengatakan ia mendapat hadiah berupa voucher buku dari tetangga kami tersebut. Saya mengerti bahwa mereka juga ingin memberi imbalan dari mainan yang kami hibahkan tersebut.

Tentang komentar orang yang mengatakan bahwa orang Jerman itu pelit, benarkah? 

Menurut saya mereka terbiasa mengatur pengeluaran duit untuk hal-hal yang dianggap perlu saja, tidak terbiasa menghambur-hamburkan uangnya dan bertanggung jawab atas diri masing-masing.

Pelit atau tidaknya seseorang itu relatif dan tidak tergantung pada suku dan bangsanya. Tidak tepat juga mengatakan seseorang itu pelit hanya karena orang tersebut tidak mau mentraktir orang lain.

Dan jujur saja, saya lebih suka dengan budaya BMM, bayar masing-masing ini. Masing-masing individu tidak akan merasa terbebani, dan kita tidak merasa memiliki hutang budi pada orang lain, yang sudah pasti akan sulit untuk dibayar kembali. 

Bukankah "hutang budi dibawa mati?" Siapapun pasti tidak ingin menerima beban seperti itu.

Seperti pepatah yang dikenal di Jerman;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun