Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membentuk Karakter Anak Sejak Janin

5 April 2019   05:21 Diperbarui: 5 April 2019   15:06 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembentukan karakter dengan mental atau moral atau akhlak atau budi perkerti seharusnya sudah dimulai sejak anak masih di dalam kandungan. Mulailah memberikan asupan jiwa yang sehat dan rohani yang sehat secara batin ke dalam batin anak mulai dari ia diketahui telah ada di dalam kandungan ibunya.

Bak tanaman, penanaman akhlak atau budi pekerti kepada janin bagaikan menggembur tanah dengan nutrisi yang berguna bagi kesehatan tanah sehingga ketika anak telah lahir, anak bagaikan tanaman yang telah memiliki tanah yang sehat untuk terus bertumbuh lebih besar lagi dan lebih sehat jasmani, jiwa, dan rohaninya.

Oya, bagi umat Kristen, ketika bayi lahir, ucapkanlah Doa Bapa Kami di telinga sang bayi. Biarlah kalimat doa itu yang pertama-tama di dengarnya. 

Saya selalu menutup tulisan tentang anak dengan kalimat ini, yakni bijaksanalah untuk tidak lagi memandang anak semata-semata sebagai pelaku ketidakbenaran, melainkan juga adalah korban ketidakbenaran dari orang-orang yang telah lebih dahulu ada darinya, yang telah lebih dahulu tahu apa yang benar dan apa yang jahat.

Persoalan anak adalah persoalan kita bersama. Upaya meluruskan ketidakbenaran tidak saja harus dilakukan oleh anak, tetapi juga introspeksi orangtua dan kita semua selaku generasi yang sudah lebih dulu ada dari mereka.

Kita semua harus berbenah diri, orangtua dan anak. Sulit mengubah hidup anak jika kita sendiri tidak menunjukkan itikad dan semangat perubahan yang sama. Kita mungkin pernah gagal menyenangkan hati Tuhan, tetapi anak-anak kita tidak boleh melakukan kesalahan yang sama.

Keseimbangan jasmani, emosi (perasaan), dan rohani harus terjaga. Jangan pula keliru hanya dengan mengutamakan asupan rohani dengan mengabaikan asupan psikis (emosional; perasaan).

Banyak bukti, bahwa anak-anak pemuka-pemuka agama bisa bermasalah. Mengapa? Karena terkadang orang lupa, bahwa manusia bukan hanya butuh asupan spiritualitas, tetapi juga kasih sayang, kecukupan kebutuhan bagi ruang batin emosionalnya, itu tidak kalah penting pula. Keseimbangan akan hal ini harus dijaga.

Salam. HEP.-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun