Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Dua Hal Penyebab Orang Takut Mati

19 Maret 2019   05:20 Diperbarui: 19 Maret 2019   19:22 3581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar:rthodoxcityhermit

Sebagai pribadi yang sering berhadapan dengan ketakutan akan kematian dari orang-orang yang dalam doanya memohon pengasihan Tuhan untuk diberi kesempatan lagi, maka ijinkan saya, pada kesempatan ini membagikan catatan, bahwa apa pun jenis keberhasilan di dunia ini, semua itu tidak ada artinya apa-apa tatkala maut telah di depan mata.

Bahkan, maaf, sekalipun Anda memiliki titel berlapis tujuh, atau Anda tercatat sebagai orang terkaya di alam semesta ini, atau Anda disebutkan sebagai orang paling luar biasa hebat di antara semua manusia sejagad raya, tetapi kala maut di depan mata, semua itu tidak ada artinya apa-apa!

Sebab, pada detik-detik menakutkan itu, diri tidak lagi melihat kehebatan diri, tetapi kelakuan diri, tabiat diri, karakter, cara hidup, gaya hidup, ucapan dan perbuatan.

Oleh sebab itu, karena belum merasakan bagaimana memohon belas kasihan Tuhan untuk kiranya tidak mencabut nyawa dari raga, baiklah kita, yang masih sehat dan kuat, tidak hanya mengejar menjadi orang hebat di dunia, tetapi pula mengejar bagaimana menjadi manusia terhadap manusia dan bagaimana menjadi manusia terhadap Tuhan.

2. Anak

Hal kedua yang seringkali membuat orang tidak siap mati adalah memikirkan anggota keluarganya yang akan ditinggalkan.

Yang paling berat umumnya adalah anak, khususnya anak yang masih kecil. "Saya belum siap, Bu, anak-anak saya masih kecil". Pernyataan seperti itu sangat sering saya dengar.

Memikirkan mereka yang ditinggalkan adalah wujud kasih yang dimiliki terhadap mereka, khususnya anak. Semua orangtua akan merasakan hal yang sama. Akan tetapi, pandangan ini bisa berbahaya bagi diri sendiri.

Pandangan ini akhirnya memandang Tuhan salah. Pertama: Seolah Tuhan tidak pikir! Mengapa Tuhan hendak mengambil diri sementara anak-anak masih kecil?

Pertanyaan ini sebenarnya adalah sebuah pernyataan, bahwa Tuhan tidak memikirkan anak-anak yang masih kecil. Atau, kalau dibuat lagi menjadi kalimat bertanya, maka menjadi: "Apa Tuhan tidak pikir anak-anak masih kecil?"

Dengan pandangan itu, secara tidak langsung, pada saat yang sama kita membuat diri kita, yang hanya manusia ini, seakan lebih tahu daripada Tuhan, bahkan seolah kita lebih tahu mana yang baik dan mana yang tidak baik daripada Dia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun