Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Ini Salah Saya"

16 Oktober 2018   20:11 Diperbarui: 29 Januari 2019   02:16 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ini salah saya", sambil telapak tangannya menepuk lembut dadanya. Seisi ruangan terdiam memandang ke arah papi yang tampak serius.

Seperti biasa ketika jam besuk tiba, ruangan di mana mami dirawat ramai dikunjungi keluarga maupun jemaat. Mami saat itu baru selesai menjalani operasi pengangkatan payudara sebelah kiri karena kanker.

Jam besuk kali itu dipenuhi oleh para bapak dari Pria Kaum Bapak (PKB) gereja. Di sela bercakap ini dan itu diringi canda dan tawa, tiba-tiba Papi meminta waktu untuk berbicara.

"Ini salah saya. Sudah lama saya tidak pernah lagi pegang payudara maminya Diana - [nama kakak saya]. Jadi ini peringatan buat bapak-bapak, jangan sampai lupa pegang payudara isteri-isteri tercinta. Coba kalau saya ada pegang, pasti raba ada benjolan di situ. Tapi karena sudah tidak pernah pegang, akhirnya sudah parah baru tahu. Jadinya seperti ini". 

Ruangan yang tadinya sunyi seketika pecah dengan tawa. Pengakuan papi disambut dengan cerita pribadi dan candaan yang menambah ceria kunjungan di sore itu.

Kisah nyata ini sama nyatanya bahwa papi dan mami telah lama tiada. Mereka sudah tenang dalam keabadian. Namun, paling sedikit ada dua catatan yang ditinggalkan dari candaan papi ini:

Pertama. Walau bercanda, namun adalah benar bahwa para suami kiranya tidak abai memeriksa kondisi payudara isteri, juga para ibu terhadap anak gadisnya.

Sebab, perempuan yang mendapati benjolan pada payudaranya terkadang mendiamkan hal itu, seperti mami Penulis. Telah lama mami merasakan ada benjolan, tetapi mami tidak pernah menyampaikan hal itu kepada orang lain.

Suami adalah orang yang paling bisa mengetahui hal itu. Hal yang sama juga seharusnya dilakukan para ibu terhadap anak gadisnya. Memeriksa kondisi payudara ikut membantu deteksi dini akan penyakit ini.

Kedua. Tidak semua orang mampu mengakui kesalahan di hadapan orang banyak. Contoh gres dilakukan oleh Ratna Sarumpaet (RS). Banyak orang menghujat RS tapi tidak punya keberanian yang sama untuk mengakui kesalahan apalagi di hadapan orang banyak.

Lihat saja para koruptor, yang sudah tertangkap tangan, telah terbukti bersalah, dan dipenjarakan, tetapi tetap saja berkata, "Saya tidak tahu" atau "Saya dizalimi".

Pengakuan seperti yang dilakukan RS bukan hal mudah. Mengaku dosa di hadapan orang banyak apalagi disorot media publikasi adalah menyambut resiko lebih berat dari pengakuan itu sendiri.

Penulis berharap kita masih bisa melihat sisi ini dari tumpukan pandangan negatif terhadap Beliau dan segala kemampuan analisis politik kita terhadap perkara ini. Mari juga memandang pengakuan RS tetaplah harus dihargai sebagai hal yang positif.

Meski tampak kuat, Beliau telah lanjut usia. Kreatifitas RS menciptakan aneka hoaks sudah menjadi catatan sejarah negara ini yang tak terhapuskan lagi. Mungkin inilah waktunya Beliau berhenti dari semua itu.

Terkadang, tanpa sadar, kita menghabiskan banyak waktu demi orang lain akhirnya kehilangan kesempatan bagi diri kita sendiri. Terkadang kita begitu berjuang bagi kemenangan orang lain dengan cara-cara yang justru membuat kita kehilangan kemenangan diri sendiri di hadapan-Nya.

Semangat yang tinggi untuk mendukung pilihan pribadi kiranya tidak melupakan bahwa kita akan bertanggung jawab kepada-Nya sebagai diri kita sendiri, bukan sebagai pendukung siapa. Jagalah hati agar kritikan tidak berakar dari rasa benci. 

Puji syukur RS masih diberi kesempatan memperbaiki hari-hari hidupnya ke depan. Bukan hanya RS, kita semua sedang beroleh kesempatan untuk memperbaiki "Ini salah saya". 

Termasuk kesempatan bagi para suami untuk memeriksa kondisi payudara isteri, juga para Ibu terhadap anak-anak gadisnya. Jangan menunggu penyesalan.

Salam. HEP.-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun