Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hal Menyebut Titel Dalam Doa

8 September 2018   05:00 Diperbarui: 19 Januari 2019   03:09 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya, Alah Yang Mahakuasa, kami mendoakan Prof. Dr., Dr. PH., Dr. H.C., Minoy M.A.B., M.E., M.I.Pol., M.K.K., M.Kom., M.A.Ed., M.Psi, M.Fil., M.Sc, LL.M., M.Sc.Soc., M.A., M.Kes., M. Pd., M.Acc., ... Amin."

Pertanyaannya: Doa itu ditujukan kepada siapa dan untuk didengar oleh siapa?

Doa ditujukan kepada Allah dan untuk didengar oleh Allah, maka sebutkan saja NAMA PRIBADI yang akan didoakan. Misalnya: "Kami mendoakan Bapak Minoy". Kata 'Bapak' sudah menandakan bahwa yang mendoakan tidak meniadakan penghormatan.

Sebab, itu adalah doa, bukan kata sambutan. Walau tidak disebut, Allah tahu apa saja titel; gelar; pangkat yang disandang. Lagi pula gelar Allah melampaui titel; gelar; pangkat manusia. 

Yang mendoakan juga jangan takut tidak menyebut titel atau gelar atau pangkat apa pun itu. Bila dipercayakan untuk mendoakan, artinya lebih tahu doa itu apa. Petik pesan bijak puisi Rustian Al Ansori Tidak Ikut Sinting. 

Berilah tempat bagi Allah sepenuhnya di dalam doa dan ibadah kita. Di mana lagi tempat murni bagi Allah, bila  doa dan ibadah pun sudah tidak ada bedanya dengan urusan dunia.

Tidak perlu merasa terhina atau dikecilkan atau direndahkan bila segala atribut kehormatan itu tidak disebutkan dalam doa. Sebab, di hadapan Allah semua manusia sama. Berdiri sama tinggi, duduk sama rendah.

Titel; gelar; pangkat adalah kemuliaan dunia untuk keperluan dunia dan digunakan di dunia. Semua itu berbatas sampai di kubur saja. Semua itu akan ditinggalkan di dunia.

Hasilnyalah yang akan dimintai pertanggungjawaban kepada Dia. Berguna bagi apa sajakah semua itu? Untuk kepentingan siapa sajakah? Dikerjakan dengan benarkah? Disalahgunakan atau tidakkah semua itu? Dan sebagainya.

Dapat dipahami bila titel; gelar; pangkat yang diperoleh adalah kebanggaan dan tanda kesuksesan di dunia yang diperoleh dengan perjuangan oleh sebab itu patut dihargai. Namun, cukuplah itu untuk manusia dan dunia. Itu ranah dunia.

Ketika berhadapan dengan Sang Pencipta, rendahkanlah hati, tanggalkanlah segala jubah-jubah kebesaran dunia beserta segala titel; gelar; pangkat yang dimuliakan di dunia. Berilah tempat dan ruang yang murni sepenuhnya bagi kekudusan dan kemahakuasaan Allah.

Lagi pula kelak semua manusia punya satu titel; gelar; pangkat yang sama, yakni laki-laki bergelar: Alm. dan yang perempuan bergelar: Almh.

Saat hidup berbeda status sosial , saat di TPU semua berdampingan sesuai keyakinan masing-masing. Yang tinggal di istana dan di gubuk, punya rumah yang sama di pekuburan. Yang punya tanah berhektar-hektar, berakhir sama hanya berukuran maksimal 2,5 x 1,5 m. Yang punya Koenigsegg, Lamborghini, Ferrari, tetapi diantar ke TPU persis sama dengan yang naik angkot, yakni mobil jenazah.

Tidak ada yang salah dengan semua itu sebagai bagian berkat yang diterima di dalam hidup. Namun, ketika kita bersujud dan berdoa atau ketika kita beribadah kepada-Nya, yang harus diinsafi adalah siapa kita dan siapa Allah. 

Salam. HEP.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun