Tak beda dengan bahasa Indonesia. Hari-hari kita berbahasa Indonesia, tapi tata bahasa kita bisa berantakan kalau harus mengikuti aneka aturan Bahasa Indonesia. Demikian halnya dengan Bahasa Inggris. Menulis dalam bahasa Inggris harus mengerti dan cermat akan paramasastra Bahasa Inggris.
Jangan parah ingin dipandang bisa membuat tulisan Bahasa Inggris padahal dari hasil Google Translate. Hindari hal itu. Google Translate lebih kepada terjemahan saja. Apa arti kata atau kalimat. Akan ketahuan kalau itu hanya hasil mesin penerjemah.
Jadi, kalau tidak tahu-tahu amat, lebih baik tidak usah. Apalagi Jaman Now ini, tulisan kita bisa dibaca dari mana saja. Ntar orang baca sambil senyum-senyum atau langsung kritik.
Kalau Pak Giri Lumakto yang dikritik bisa ia balik kuliahin si kritikus. Nah, kalau saya? Jadi, sudahlah. Saya menulis pakai bahasa Indonesia saja. Lagian untuk Bahasa Inggris ada ruang dan konteksnya.
Saya sangat bersyukur pernah menjadi anak didik Alm. Dr. Nazarius Rumpak di bangku kuliah. Yang beliau tanamkan adalah setinggi apapun pendidikan kita, usahakanlah menggunakan bahasa yang sederhana, karena tujuan yang harus dicapai adalah DIMENGERTI. Hal ini memang terkait dengan pekerjaan kami.
Pekerjaan saya membutuhkan orang mengerti apa yang saya sampaikan. Itu terbawa dalam penulisan saya. Mungkin sahabat Kompasianer sudah bisa melihat itu di seluruh artikel saya di sini. Buku-buku saya pun bahasanya sederhana. Saya sudah terbiasa dengan itu. Kalau itu kekurangan, itulah saya.
Nyaris saya tidak pernah menggunakan yang orang bilang "bahasa tinggi". Sebab, saya membaca dan saya bicara itu berbeda.
Ketika saya membaca, saya yang harus mengerti. Namun, ketika saya bicara, orang harus mengerti.
Jadi, sudahlah! Saya Bahasa Indonesia saja.
Salam. HEP.-