Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Begini Rasanya Roh Dicabut dari Raga

16 Juli 2018   06:40 Diperbarui: 5 Oktober 2019   22:58 3290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Malam Itu.

Waktu baru menunjukkan kira-kira pukul sembilan malam. Saya memutuskan untuk mengakhiri kerja saya. Tidak seperti biasanya. Biasanya, jam segitu masih terlalu "pagi" buat saya untuk mematikan komputer. Namun, malam itu, tiba-tiba ingin selesai saja dan ingin berbaring.

Lampu saya matikan. Pencahayaan berasal dari cahaya lampu di ruang tengah. Pintu kamar kerja memang jarang ditutup sehingga cahaya dari luar cukuplah membuat kamar itu tidak benar-benar gelap. Lagi pula, saya hanya ingin membaringkan tubuh bukan hendak tidur. 

Di situ ada satu kasur berukuran sedang yang sengaja saya letakkan di lantai guna bilamana ingin beristirahat sejenak saya bisa berbaring di situ. Saya pun membaringkan tubuh dengan posisi menelentang.

Masih dalam kondisi sadar — sangat sadar, sebab telinga saya masih mendengar aktivitas kehidupan di luar kamar, mata belum lama saya pejamkan, tiba-tiba saya merasakan ada sesuatu yang ditarik dari dalam tubuh saya. Sesuatu itu ada di dalam tubuh saya dan itu sedang ditarik dari puncak kepala saya (ubun-ubun).

Terasa sekali tarikannya seperti ditarik dari daging. Saya tidak tahu itu apa. Pokoknya, itu sedang ditarik dari dalam tubuh saya. Saya ikuti saja rasa itu dengan mata tetap terpejam tetapi pikiran saya bertanya-tanya, "Ini apa ya?".

Ingin membuka mata, tapi takut. Seperti ada sesuatu di sekitar tubuh saya yang menimbulkan rasa takut. Ingin sekali tahu apa yang sedang terjadi, tetapi pada saat yang sama saya takut untuk tahu apa itu. 

Makin penasaran, saya memutuskan untuk membuka mata. Betapa terkejutnya saya melihat ternyata saya tidak sedang berbaring. Saya sedang berada di atas kepala raga saya! 

Saya melihat kepala raga saya. Pada kepala raga itu, saya melihat mata saya sedang terpejam. Saya melihat sekujur raga saya menelentang di atas kasur. Sementara diri yang saya sadari, mulai dari pinggang ke atas, berada di atas kepala tubuh saya.

Batas pinggang yang keluar itu menyatu dengan kepala raga saya. Jadi masih bersambung dengan kepala raga saya. Sementara dari pinggang ke kaki tidak terlihat sama sekali. Rupanya, karena bagian itu masih berada di dalam raga saya. Jadi sama sekali tidak terlihat.

Lalu saya melihat bahwa sebagian diri saya yang keluar dari tubuh saya itu tidak bertubuh. Hanya seperti asap putih tembus pandang. Anda bayangkan saja si Casper Ghost, hantu kecil ciptaan Seymour Reit & Joe Oriolo— [mudah-mudahan ini sedikit mengurangi ketegangan Anda membaca :-)]. Ya, persis seperti itu warna dan tembus pandangnya.

Sadarlah saya bahwa itu adalah roh saya. Ternyata, yang terasa ditarik itu adalah roh saya yang sedang dicabut keluar dari raga saya. Tubuh saya (raga) seutuhnya di atas kasur, sedangkan sebagian roh saya sampai batas pinggang sudah ke luar dari tubuh saya.

Melihat hal itu dan fakta bahwa saya dalam kondisi sadar sesadar-sadarnya, bahwa saya tidak sedang bermimpi atau berkhayal, bahkan sampai detik itu masih terdengar suara tetangga saya di luar rumah walau itu tidak jelas lagi karena saya tengah fokus pada apa yang sedang terjadi di diri saya, pikiran saya menjelaskan bahwa saya sudah mau mati.

Detik saya menyadari akan hal itu, spontan mulut saya berteriak, "Tuhan, saya masih mau hidup!". Tiba-tiba tampak membesit di kedalaman bola mata saya dua kali sayatan yang bunyinya tajam sekali, pzz-pzz, membentuk persis serupa bentuk simbol petir.

Bagian dalam sayatan berwarna putih memancarkan cahaya berwarna putih pula nan mengilap. Sedangkan di bagian pinggirannya, yakni di sepanjang garis sayatan bagian luar, berwarna biru navy dengan cahaya putih berpendar dari sepanjang kedua sisinya. Perpaduan warnanya sangat indah.

Dan, seketika itu pula saya merasakan sesuatu dikembalikan masuk ke dalam tubuh saya. Terjadinya sangat cepat. Seperti kurang dalam hitungan satu detik. Saya tidak bisa menyebutkan kecepatannya itu seperti apa, tapi saya merasakannnya. Itu sangat cepat.

Ternyata yang masuk itu adalah roh saya, yang tadi sebagian sudah keluar, dikembalikan ke dalam raga saya. Saya langsung bangun dan memeriksa diri saya. Tak ada lagi yang terpisah. Roh saya telah kembali menyatu dengan raga saya seutuhnya.

Seperti Apa Rasanya?

Lalu, seperti apakah rasanya saat roh itu dicabut dan saat roh itu dikembalikan masuk ke dalam tubuh saya? Saya coba memikirkan apa yang bisa menggambarkan rasanya seperti apa.

Pencabutan roh rasanya kira-kira seperti ini:

utambassadors.wordpress.com
utambassadors.wordpress.com
Rasanya bagaikan mencabut sarung tangan karet yang sangat ketat melekat di jari-jari tangan dan itu ditarik untuk dicabut lepas dari tangan. Rasanya seperti itu. Roh itu bagaikan sarung tangan karet yang melekat di raga bagian dalam sehingga pencabutannya terasa sekali.

Proses pencabutan tidak sekilat pengembalian roh, melainkan perlahan-lahan. Karena perlahan-lahan, maka saya masih bisa mengikuti rasanya atau merasakan sensasinya, masih bisa berpikir dan masih bisa merasakan nuansa lain di luar tubuh saya yang memberi efek rasa takut di diri saya untuk membuka mata.

Sedangkan proses pengembalian roh berlangsung sangat cepat. Rasanya bagaikan gumpalan karet yang ter-lem di dinding, ditarik jauh, lalu dilepaskan kembali seketika. Atau, Anda bisa membayangkan seperti menarik ujung balon karet. Ditarik panjang, lalu dilepaskan. Kira-kira seperti itu.

utambassadors.wordpress.com
utambassadors.wordpress.com
Saya pikir, proses pengembalian roh masuk kembali ke raga saya terasa seperti itu mungkin dikarenakan separuh roh saya masih ada di dalam raga saya. Jadi gambarannya seperti ada bagian yang masih melekat, lalu ujung lainnya yang ditarik sehingga ketika dikembalikan terasa seperti itu dan berlangsung sangat kilat.

Dicabut dari Kepala

Mengapa saya membuat satu bagian khusus dengan sub judul "Dicabut dari Kepala"? Karena ketika saya mencari gambar utama untuk artikel ini, saya tidak menemukan atau belum menemukan gambar keluarnya roh manusia dari kepala. 

Kebanyakan gambar melukiskan bahwa roh itu keluar dengan arah seperti bangun dari tidur. Contohnya, gambar di bawah ini:

utambassadors.wordpress.com
utambassadors.wordpress.com
Atau, rohnya langsung terangkat keluar dengan tidak bergerak mengikuti posisi raga yang ditinggalkan, seperti gambar di bawah ini:

utambassadors.wordpress.com
utambassadors.wordpress.com
Pada umumnya seperti kedua gambar di atas. Paling tidak mirip dengan kedua gambar itu. Sedangkan apa yang saya alami tidak seperti itu. Roh saya keluar dari ubun-ubun, sebagaimana saya ceritakan di atas. Ditarik ke luar dari ubun-ubun.

Perlu dicatat, bahwa saya tidak sedang dan tidak punya tujuan untuk membahas perbedaan ini. Tujuan artikel ini hanya ingin berbagi pengalaman kisah yang nyata saya alami di diri saya dan menyampaikan rasanya seperti apa.

Kalau ternyata ada perbedaaan, biarlah itu menjadi menu penelitian mereka yang menaruh perhatian khusus pada hal ini.

Dingin Mulai dari Kaki

Berdasarkan pengalaman menjadi seorang pelayan jemaat selama 20-an tahun, tidak bisa saya ingat lagi sudah berapa banyak jemaat yang saya dampingi menjelang kematian mereka. 

Pada umumnya mereka yang akan meninggal mengalami dingin kematian dimulai dari kaki. Itu juga saya temukan pada kedua orangtua saya menjelang kepergian mereka. Suhu dingin di tubuh dimulai dari kaki mereka.

Ketika saya sendiri sudah mengalami bagaimana roh itu meninggalkan raga saya, barulah saya mengerti mengapa seperti itu, yakni mengapa kaki lebih dahulu dingin, lalu terus naik ke atas perlahan demi perlahan hingga tubuh seluruhnya mendingin.

Mengapa? Rupanya itu dikarenakan pencabutan roh ditarik keluar dari puncak kepala atau ubun-ubun. Dan, roh itu sendiri berbentuk sama dengan bentuk raga. Ada kepala, tangan, perut, pinggang. Setidaknya itu yang saya lihat pada roh saya yang keluar dari raga saya itu.

Jadi, ketika roh ditarik ke luar dari arah kepala (ubun-ubun), maka yang lebih dahulu meninggalkan raga adalah roh bagian kaki. Roh kaki meninggalkan raga kaki. Perlahan-lahan terus naik hingga seluruh tubuh telah ditinggalkan oleh roh.

Proses penarikan roh itu berlangsung perlahan karena saya belum langsung mati. Sepertinya, oleh karena itulah orang yang akan meninggal tetapi belum langsung mati, proses dingin di tubuhnya berlangsung secara bertahap, yakni dimulai dari kaki, naik ke betis, paha, badan, tangan hingga seluruh tubuh telah dingin. Mungkin bagi orang yang seketika itu harus mati, pencabutan rohnya berlangsung cepat.

Diri yang saya rasakan adalah diri roh saya, bukan diri raga saya. Jadi, pikiran dan rasa termasuk teriakan saya kepada Tuhan itu berasal dari roh saya yang separuh sudah keluar itu bukan dari raga saya. Sementara Raga saya diam tak bergerak di atas kasur dan saya tidak tahu lagi seperti apa rasanya raga saya saat itu.

Kalau pada saat itu ada orang yang memegang kaki raga saya hingga pinggang,  pasti mereka akan merasakan bahwa bagian itu sudah dingin sampai batas pinggang. Sebab, bagian itu sudah ditinggalkan oleh roh saya.

Satu hal lagi, roh diri itu melihat dan mendengar. Selagi saya mengetik ini, tiba-tiba saya membayangkan mereka yang saya layani menjelang kematian mereka, roh mereka sudah keluar sebagian dan sedang memerhatikan orang-orang di sekitar tubuhnya saat itu :-), seperti roh saya bisa melihat jelas tubuh saya dan seisi ruangan kerja di mana peristiwa itu terjadi.

Akhirnya ...

Apa yang saya bagikan di sini tentang bagaimana proses dan bagaimana rasanya roh tercabut dari raga adalah bukan didasarkan pada ajaran suatu agama atau keyakinan atau kepercayaan tertentu, bahkan juga tidak berdasarkan ajaran keyakinan saya sebagai seorang Kristen, dan juga bukan berdasarkan ilmu pengetahuan apapun. Entah sama, entah berbeda. Itulah yang saya rasakan. Itulah yang saya alami. Itulah yang terjadi. 

Di sini saya hanya sedang menyampaikan kisah nyata hidup saya. Dan, ini baru kali kedua saya mempublikasikan cerita ini, malah kali pertama hanya garis besar saja dalam postingan status Facebook saya. Bahkan, di situs blog pribadi saya, HEP, belum pernah saya membagikan ini. 

Makin banyak waktu yang sudah berlalu di hidup kita, makin sedikit waktu yang tersisa bagi kita. Apapun yang terjadi di hidup ini, mari kita jangan jauh dari Yang Mahakuasa, karena hanya Ia yang dapat memastikan apakah kita akan tiba di hari esok atau tidak.

Salam. HEP.-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun