Marah adalah luapan konteks diri manusia yang sesungguhnya. Pada saat marah, ke-AKU-an manusia menukik tajam ke posisi teratas di jiwa manusia menggeser segala pertimbangan perasaan orang lain dan logika umum bahkan norma yang berlaku umum dalam tatanan budaya timur kita.
Tingkat kemarahan yang makin tinggi bukan hanya menggeser semua itu tetapi juga bisa meniadakan norma agama yang dianut. Yang ada hanya dirinya dan kemarahannya. Akan tetapi, di sini kita tidak membicarakan kemarahan pada taraf yang separah itu.
Cukuplah kita ketahui, bahwa marah adalah ruang bagi ke-aku-an manusia yang sejujur-jujurnya. Pada saat seseorang marah, pada saat itu, sebenarnya, ia sedang menyampaikan hal yang sejujur-jujurnya.
Kata-kata dalam amarah adalah kata-kata terjujur dari seorang anak manusia di antara semua kejujuran yang dapat diucapkan oleh manusia.Â
Setelah amarah reda, kontrol kembali normal, ego manusia menurun, perasaan dan logika mulai mengambil tempatnya lagi, maka terdengarlah ucapan atau tulisan, "Maaf, itu hanya kata-kata emosi saja".
Ya, kata-kata itu memang hanya bisa tercetus dalam kondisi marah, sebab dalam kondisi biasa ke-aku-an manusia ada dalam ruang kebersamaan dengan orang lain; ada pertimbangan akan perasaan orang lain; lebih jauh ada tatanan hidup yang mengatur ke-aku-an manusia yakni norma agama, budaya, sosial bahkan norma hukum yang menjadi satu kesatuan etika hidup manusia di alam yang tidak sendirian dihuninya dan tidak diciptakan olehnya.
Dari sini kita harus belajar terbuka untuk menyampaikan ketidaksukaan, kekesalan, kejengkelan, dan sebagainya yang menjadi ganjalan di hati atau bersitan di pikiran kita.
Budaya timur pastilah tidak meniadakan kejujuran rasa dan pikiran kita. Justru sebaliknya, dengan budaya timur kejujuran pun harus diungkap dalam kondisi sopan dan dengan cara yang santun.Â
Biasakan atau lumrahkanlah kejujuran sebagai topik pembicaraan pada kondisi biasa atau normal walaupun itu menyakitkan. Dengan begitu kejujuran tidak memerlukan kondisi marah untuk dapat bersuara.
Kita memang memerlukan kejujuran tetapi kita tidak menginginkan kemarahan hanya untuk sebuah kejujuran.
Salam. HEP.-