Mohon tunggu...
Thomas HenkB
Thomas HenkB Mohon Tunggu... Insinyur - Insan Sumber Daya Air. Any question about water resource?

Lets Think Simple.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Khazanah Kosakata Bahasa Indonesia: Pengayaan dan Tantangannya

17 April 2024   10:31 Diperbarui: 17 April 2024   10:54 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: freepik

Bahasa Indonesia sangatlah kaya. Bila kita membaca berita di media belakangan ini, dikatakan bahwa bahasa indonesia baru memiliki 120.550 kosakata berdasarkan jumlah input kata dalam KBBI daring. 

Apakah kemudian dapat dibenarkan bahwa kosakata Bahasa Indonesia adalah sejumlah 120.550 buah? Apakah benar bahwa seluruh input pada KBBI adalah merupakah kosakata Bahasa Indonesia, mengingat kamus juga memuat berbagai istilah dari bidang ilmu atau keilmuan, bahkan memuat peribahasa? Satuannya saja bisa keliru, apakah 120.550 buah, 120.550 kata, atau 120.550 frasa, dsb. Kosakata berarti perbendaharaan kata atau kumpulan dari kata yang ada pada suatu bahasa tertentu. Fungsi dari kosakata adalah sebagai sarana pikir, ekspresi, dan komunikasi di berbagai bidang kehidupan. Sedangkan kata diartikan sebagai satuan unsur dasar dari suatu bahasa. Dengan demikian, satu kosakata dapat berupa lebih dari satu kata.

Terdiri dari apa sajakah 120.550 kosakata pada KBBI ini? 120.550 tersebut merupakan 120.550 input yang terdiri dari 55.347 input dasar yang merupakan kata dasar dan termasuk kata dasar berulang, 28.116 input kata turunan yang berupa kata dasar, 33.433 input Gabungan Kata yang berupa gabungan kata yang memiliki turunan, gabungan kata yang tidak memiliki turunan, dan gabungan turunan kata; 2.103 input peribahasa, 276 input idiom, 1.186 input ungkapan, serta 89 input Varian. Yang dimaksud dengan kata dasar adalah kata awal sebelum diberi imbuhan, sedangkan kata turunan merupakan kata dasar yang diberi imbuhan. Peribahasa termasuk perumpamaan, dan bidal. Idiom merupakan konstruksi (frasa) yang memiliki makna berbeda dengan gabungan makna dari unsur (kata dasar) -- nya, seperti misalnya kambing hitam, anak bawang, gulung tikar. Ungkapan merupakan frasa dengan makna khusus sehingga makna unsur-unsurnya menjadi samar, seperti air muka, raut wajah. Sedangkan varian merupakan frasa alternatif atau yang tidak baku, seperti daku merupakan varian dari aku.

Lalu mengapa 120.550 input kata dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) ini kemudian dianggap terlalu sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kata pada bahasa lain? Misalnya bila dibandingkan dengan kosakata Bahasa Inggris yang berjumlah 1 juta. Sebenarnya kosakata Bahasa Indonesia yang secara resmi tercatat tersebut tidak hanya tertuang dalam KBBI, namun terdapat pula kosakata dalam Tesaurus Bahasa Indonesia. Berbeda dengan kamus yang berfungsi untuk menjelaskan definisi atau arti dari suatu kata, tesaurus ini berfungsi untuk memberikan kata yang serupa namun tidak sama agar maksud yang akan disampaikan melalui bahasa tersebut menjadi lebih sesuai dengan konsep dalam pemikiran pembahasa. Misalnya kata "siam" pada frasa "jeruk siam", merupakan input dalam tesaurus, mengingat dalam KBBI sata "siam" memiliki arti "puasa" dari riwayat bahasa arab "as-Shiyaam".

Alternatif Pengembangan Pencatatan Kosakata Bahasa Indonesia

Pengembangan atau penambahan input Pencatatan Kosakata Bahasa Indonesia baik melalui Kamus maupun melalui Tesaurus Bahasa Indonesia, dilakukan dengan memasukkan konsep-konsep baru dalam ilmu pengetahuan, kata-kata budaya, nama tokoh, nama geografis, nama peristiwa penting, dan singkatan dan akronim yang sudah sangat lazim, sebagaimana disampaikan dalam Prakata edisi Keenam KBBI Daring. Perkembangan ilmu pengetahuan (sains) seperti di bidang medis, astronomi, dan teknologi akan memunculkan kata-kata baru dalam pendeskripsian maupun pendetilan suatu hal.  Demikian juga pencatatan yang berasal dari sejarah, religi, pendalaman ilmu sosial, pengembangan norma, dapat memperkaya kosakata Bahasa Indonesia. Pengguna KBBI dan tesaurus Bahasa Indonesia daring pun dapat menambahkan usulan lemma (input kata) baru dengan berbagai bidang cakupan seperti bidang tata boga, religius, anatomi, antropologi, astronomi, matematika, otomotif, dan masih banyak lagi. Penulis melihat, kosakata dari sisi kuliner atau tata boga sangat potensial untuk dikembangkan. 

Permasalahan Penambahan Input Kosakata

Menambah input pencatatan kosakata ke dalam kamus maupun tesaurus bahasa indonesia tidak akan berhasil apabila hanya dilakukan sepihak oleh pihak yang mengurusi bahasa saja. Artinya, pencatatan kosakata baru oleh pihak yang mengurusi bahasa yang tanpa diiringi oleh keterlibatan pengguna bahasa dalam pengembangan makna dari suatu kosakata akan menjadi sia-sia, karena kosakata baru tersebut tidak akan digunakan oleh pengguna bahasa, yang selanjutnya kita sebut sebagai masyarakat. 

Contoh sederhana misalnya kata "hacker" lebih sering digunakan masyarakat daripada kata "peretas". Diperlukan upaya baik dari sisi penyampai pesan, dalam hal ini media baik elektronik maupun non elektronik dalam "mempromosikan" kosakata ini agar lebih diterima di kalangan masyarakat. Selain itu, tindakan aktif dari masyarakat terkait kosakata "peretas" ini juga masih sangat jarang disampaikan, misalnya apa yang harus dilakukan masyarakat dalam mengenali upaya-upaya peretasan, faktor-faktor apa saja yang dapat dilakukan masyarakat untuk meminimalisir peretasan, dan hingga saat ini masalah peretasan sepertinya masih dianggap sebagai " suatu kejadian/nasib sial" oleh sebagian besar masyarakat.

Lalu, bagaimana agar istilah atau lemma atau input dalam KBBI atau tesaurus ini dapat diterima masyarakat? Berikut usulan penulis:

1. Kosakata harus ringkas dan mudah diucapkan

Kata "piket" yang merupakan adaptasi dari bahasa inggris "pick it" sangat sering digunakan, dan malah berkembang penggunaannya dari semula di bidang kebersihan dan sekarang malah merambah ke bidang keamanan karena ringkas serta mudah diucapkan.

2. Kosakata harus memiliki kesesuaian dengan objek atau konsep hendak yang dikomunikasikan.

Kata "kulat" yang berarti cendawan atau jamur, saat diucapkan memiliki kesan jamuran bukan? Kita dapat merasakan sensasi jamur saat mengucapkan kata "kulat". Memang kata-kata itu ajaib. Kata "gowes" juga cukup populer, meski merupakan kata yang tidak baku dari kata baku "bersepeda"

3. Memiliki Unsur Emosi (memiliki kesan dan berseni)

Agar masyarakat mengingat dan menggunakannya, harus ditanamkan unsur emosi terutama pada kosakata baru. Misalnya penggunaan kosakata baru pada lirik lagu (pernahkah Anda mendengar kata "gawai" atau "peretas" pada syair lagu kesayangan Anda? Mungkin ini penyebab tidak populernya istilah tersebut sehingga masyarakat lebih memilih menggunakan kata gadget atau hacker). Atau dapat pula penggunaan dalam bidang seni lainnya seperti dalam film indonesia, iklan, dll.

4. Pengembangan teknologi sehingga melahirkan Inovasi dan Discovery

Dengan penelitian untuk pengembangan teknologi, akan melahirkan istilah atau kosakata baru, dan bahkan akan dipakai oleh bahasa lain. Penulis menggunakan kata "discovery" karena memang kosakata bahasa indonesia untuk makna dari "discovery" sendiri belum ditemukan.

5. Riset Bahasa, seperti struktur bahasa yang cenderung kita kenal sebagai EYD/Ejaan Yang Disempurnakan (Tata Bahasa atau "Grammar" dan Penggunaan Kosakata secara Sosial "Pragmatik")

Mungkin bukan hanya ejaan (EYD) saja dan pemaknaan (semantik) saja yang perlu disempurnakan. Tata Bahasa pun perlu dibakukan, tidak hanya sekedar berupa kaidah. Misalnya dalam bahasa inggris, terdapat Kamus khusus untuk English Grammar. Demikian juga pragmatisme perlu dibukukan secara lebih struktural, sehingga dapat memicu perkembangan bahasa Indonesia tercinta yang lebih sistematis.

Kata "membersamai" yang belakangan diakui menjadi kosakata baru dalam KBBI, apakah memiliki riwayat, seberapa dikenal di kalangan masyarakat, apa makna spesifik yang membedakannya dengan kata "menyertai", dan lain-lainnya perlu riset yang lebih mendalam dan spesifik sehingga perkembangan dapat bersifat positif dan memiliki kontribusi yag berarti dalam pengembangan kebudayaan dan mendukung perkembangan teknologi kita

sumber gambar: freepik
sumber gambar: freepik

6. Dukungan terhadap Literasi

Dari sisi literasi, yang berarti kemampuan seseorang dalam memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi suatu tulisan, kita masih sangat ketinggalan. Dapat kita lihat dari hasil penelitian OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) bahwa di Indonesia, 70% siswa berusia 15 tahun berada di bawah kompetensi minimum dalam memahami bacaan sederhana. Untuk itu, budaya membaca, serta apresiasi terhadap cerita-cerita otentik dari pengarang Indonesia yang menggunakan bahasa indonesia juga masih terbatas dan membutuhkan dukungan. Penerjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa indonesia seringkali menimbulkan kebingungan saat dibaca masyarakat terkait perbedaan budaya pengarang buku dengan pembacanya. Literasi juga tidak terbatas dari cerita-cerita saja, namun dari buku-buku ilmu pengetahuan. Misalnya saja, istilah "sand dune" dan "sandhill" dalam bahasa indonesia masih dianggap sama yakni "bukit pasir", yang sebenarnya "sand dune" dengan "sandhill" adalah berbeda. Bahasa Indonesia yang induknya adalah Bahasa Melayu, sebagaimana Bahasa Latin seringkali menjadi induk dari Bahasa Inggris, saat ini diperkaya dengan rumusan Ejaan Yang Disempurnakan dengan kosakata dari bahasa Sanskerta, Jawa Kuno, Cina, dan Arab.

Demikian sekilas analisa dan respon penulis akan isu pengayaan kosakata Bahasa Indonesia, semoga bermanfaat.....

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun