Mohon tunggu...
Heni Suryani
Heni Suryani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya mempunyai hobi menulis dan membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dari Eksploitasi Tenaga Kerja Hingga Merusak Lingkungan: Realitas di Balik Industri Fast Fashion

9 April 2024   16:30 Diperbarui: 9 April 2024   16:35 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja di Pabrik Garment Asia (youthvoices.live) 

 

Bisnis modern di hari ini menghadapi realitas yang sangat kompleks. Tidak hanya berbagai dampak sosial akibat dari praktik bisnis, kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi, namun juga persaingan pasar yang super kompetitif. Kondisi ini membuat banyak perusahaan terus berubah dan berinovasi agar bisa survive dan terus menciptakan keuntungan. Persoalan mulai muncul ketika perubahan dan inovasi yang dilakukan oleh banyak perusahaan hanya semata-mata demi penciptaan profit tanpa mengindahkan persoalan etika atau tidak berorientasi kepada praktik bisnis yang bertanggungjawab.

Henry Ford:

" A business that makes nothing but money is a poor business"

Sebuah bisnis yang hanya melulu mengejar keuntungan finansial adalah bisnis yang tidak sehat. Bisnis yang mengganggu kepentingan umum, memangkas hak orang lain, tidak bertanggungjawab secara sosial dan moral.

Prinsip-prinsip dasar dalam pengelolaan bisnis, seperti kejujuran, keadilan, saling menguntungkan dan bahkan moralitas dilanggar demi kemajuan perusahaan. Berangkat dari semua gagasan itu, maka tidak mengherankan jika dewasa ini perusahaan tidak hanya harus socially responsible (memiliki tanggungjawab sosial), namun juga dituntut untuk berperilaku etis. Bisnis bagaimana pun juga harus etis, karena menjalankan bisnis bukan hanya sekedar mengejar keuntungan finansial dan menutup mata dengan hal-hal lainnya di sekitar. Seperti pada kasus industry fast fashion yang menjadi perbincangan karena melakukan tindak ketidakadilan dan kekerasan pada pekerja.

Fesyen menjadi hal yang sangat diminati dari segala kalangan usia bahkan menjadi salah satu gaya hidup dan gengsi di masyarakat. Tidak hanya itu, fesyen pada saat ini dapat menjadi lambang identitas atau status sosial seseorang. Sebelum memasuki zaman revolusi industri, fesyen merupakan sebuah produk yang mahal, karena fesyen dijahit dengan tangan dan sangat detail. Efeknya fesyen hanya dapat dibeli oleh kalangan tertentu saja. Kemudian pada tahun 1980 muncul zaman revolusi industri, dimana muncul berbagai teknologi, salah satunya teknologi mesin jahit untuk memproduksi produk fast fashion. Fast fashion dibuat dengan proses yang lebih cepat, menggunakan bahan baku yang berkualitas rendah, serta dijual dengan harga yang murah. Sehingga fesyen dapat dibeli oleh semua orang yang berasal dari berbagai kalangan. Tetapi efek buruknya produk-produk tersebut tidak bertahan lama (mudah rusak). Fast fashion mendorong budaya pemakaian sekali pakai yang cukup besar dilakukan oleh masyarakat global. Di tahun 2014, rata-rata orang memiliki 60% lebih banyak produk pakaian dibandingkan rata-rata konsumen pada tahun 2000. Merk-merk branded seperti H&M (Swedia), ZARA (Spanyol), dan UNIQLO (Jepang), sekejap masuk ke dalam pasar dalam negeri sebagai merek dengan prestise tersendiri di kalangan masyarakat Indonesia. 

Tingginya permintaan akan pakaian menyebabkan produksi secara besar-besar yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Guna meminimalisasi biaya produksi, perusahaan-perusahaan fast fashion melakukan praktik outsourcing buruh di negara berkembang. Produksi fashion secara besar-besaran ini menekan para pekerja sehingga menyebabkan praktik pelanggaran hak-hak pekerja di industri tersebut. Industry fast fashion melakukan banyak tindak ketidakadilan dan kekerasan pada pekerja. Dari mulai hal yang berkaitan dengan jam kerja yang panjang, kekerasan fisik maupun psikis, hingga ancaman para pekerja dipecat jika tidak mengikuti perintah atasannya.

Didorong oleh konsumsi fesyen yang sangat cepat, seluruh rantai pasokan fesyen, termasuk produksi, logistik, konsumsi, dan proses pembuangan, semakin cepat. Pasar pakaian global yang diperkirakan tumbuh menjadi 3 kali lipat lebih cepat dibandingkan populasi pada tahun 2012 hingga 2020 menurut Smith, 2022; World Population Review, 2023. Produksi dari pabrik garment global yang juga meningkat dua kali lebih banyak antara tahun 2000 dan 2015, sementara dari rata-rata waktu penggunaan garment menurun sebesar 36%. Konsumsi fast fashion ini membuat peningkatan konsumsi energi dan bahan kimia emisi karbon disemua tahap siklus hidup produk yaitu produksi bahan mentah dan pakaian, transportasi, konsumsi, dan pembuangan. Akibat dari ini, produksi dan konsumsi sangat terlihat nyata berlebihan yang menghasilkan limbah tekstil dalam jumlah yang sangat besar. Diperkirakan industri fesyen menghasilkan 92 juta ton sampah per tahun dan diperkirakan akan tumbuh sekitar 60 % pada tahun 2030 mendatang.

Menjadi kontorvesial dalam beberapa tahun belakangan ini, industry fast fashion mendaptakn perhatian kritis di dunia, terutama di asia. Praktik kerja eksploitasi tenaga kerja ini yang terbilang tidak etis, merugikan Masyarakat sekitar dan menjadi bumerang bagi lingkungan. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan yang meliputi banyak aspek ini membuat fast fashion menjadi distribusi paling merugikan dalam skala besar. Beberapa aspek yang dapat dilihat akibat dari distribusi fast fashion :

1. Eksploitasi Waktu Kerja

Pekerja di Pabrik Garment Asia (youthvoices.live) 
Pekerja di Pabrik Garment Asia (youthvoices.live) 

Umumnya, jam kerja bagi karyawan yang tertuang dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 yaitu 40 jam kerja dalam seminggu untuk 6 hari kerja. Dalam fast fashion, eksploitasi kerja yang dihadapkan pada jam kerja yang berlebihan, tanpa mendaptkan kompensasi/upah yang sesuai.

2. Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya

bahan kimia pada proses pembuatan baju (thesustainablefashioncollective.com)
bahan kimia pada proses pembuatan baju (thesustainablefashioncollective.com)

Industri fast fashion ini terkenal dengan pengunaan bahan kimia yang berbahaya untuk menghasilkan suatu pakaian yang murah. Dengan produksi yang besar-besaran ini yang mengakibatkan polusi lingkungan dan eksploitasi tenaga kerja yang tidak beretika.

3. Pembuangan Baju-Baju Bekas yang Sulit diurai

Baju Bekas Yang Sulit di Urai (dok. halle.de)
Baju Bekas Yang Sulit di Urai (dok. halle.de)

Fast fashion selain produksi besar-besaran juga merupakan suatu produksi yang tidak memegang unsur musim. Hal ini yang menyebakan banyaknya pakaian bekas yang terbuang yang menghasilkan limbah tekstil yang sulit terurai di tempat pembuangan akhir. Hal ini menyebabkan adanya polusi lingkungan dan menyebakan pencemaran tanah dan air, serta ancaman terhadap Kesehatan.

4. Penjualan Baju Bekas

Menjual Baju Bekas (freepik.com)
Menjual Baju Bekas (freepik.com)

Selain terjadinya pembuangan pakaian massal, distribusi fast fashion juga membuat Masyarakat gencar untuk membeli produk fast fashion ini agar tidak tertinggal jaman. Hal ini membuat perdagangan baju-baju bekas marak terjual dengan illegal dilingkungan.

5. Upah Rendah bagi Pekerja

Memakai Jasa SDM Asia untuk memberi upah rendah (indian.in)
Memakai Jasa SDM Asia untuk memberi upah rendah (indian.in)

Karena memperkejakan banyak karyawan, Perusahaan Fast Fashion banyak mengeksploitasi tenaga kerja, biasanya Perusahaan mengambil pekerja dari negara-negara berkembang agar memberi upah yang terbilang cukup rendah. Selain mendapatkan upah yang rendah, pekerja juga seringkali dihadapkan pada jam kerja yang berlebihan.

Hal-hal diatas merupakan masalah yang kompleks serta memerlukan perhatian yang serius bagi suatu Perusahaan dan pemerintah. Industri Fast Fashion yang kini telaah merambah dalam pencemaran lingkungan yang serius. Produksi massal pakaian menyebabkan peningkatan limbah tekstil dan polusi air yang merusak ekosistem lokal. Proses pewarnaan dan pengolahan bahan-bahan juga telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan.

Dalam beberapa tahun terakhir, fast fashion ini sudah mulai menguasai industry tekstil, fashion yang terdiri dari beberapa jenis kini mulai tidak melihat resiko panjang yang akan terjadi dan melebihi jumlah produksi yang seharusnya. Hal ini yang berdampak pada buying impusive bagi masyarakat karena selain untuk ajang gengsi, produk fast fashion juga salah satu bagian dari konsep fesyen yang trendy sehingga seseorang dapat melihat bahwa hal tersebut adalah salah satu bentuk modernisasi bagi masyarakat.

Fast fashion memberikan keuntungan yang besar dalam jumlah besar bagi para produsennya dalam memasarkan produknya, namun hal ini menyebabkan industri fesyen berkontribusi besar dalam mencemari lingkungan akibat produksi besar-besaran. Pada saat ini konsumen mulai menyadari dampak manufaktur pakaian terhadap lingkungan.

Media sosial menjadi salah satu sarana yang mudah digunakan oleh suatu perusahaan maupun brand untuk memasarkan produk/jasa yang dimiliki. Dengan adanya globalisasi inipun memudahkan para produsen untuk memasuki pasar domestik ataupun pasar internasional melalui platfrom marketplace, media sosial, dan lain-lain, hal ini menyebabkan meningkatnya tingkat permintaan pasar sehingga mendorong munculnya persaingan tinggi antar produsen . Baju, celana, rok, sepatu, tas, topi dan semua yang berkaitan dengan fesyen kini mulai mendominasi pasar di sosial media, hal ini tak urung perusahaan industri berbondong- bondong untuk melakukan pemasaran produk sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan jangka panjang terhadap lingkungan atau yang biasa disebut fast fashion.

Industri fast fashion terkenal karena kemampuannya untuk menghasilkan pakaian dalam waktu singkat, memungkinkan konsumen untuk selalu tampil trendy tanpa harus menguras kantong. Dari catwalk ke rak toko dalam waktu singkat, model bisnis ini telah mengubah cara kita memandang mode dan konsumsi. Dengan pembaruan koleksi setiap minggu, brand-brand fast fashion seperti Zara, H&M, dan Forever 21 telah menarik perhatian masyarakat global, mengubah cara orang berbelanja pakaian.

Organisasi hak asasi manusia dan lingkungan telah mengecam keras praktik-praktik eksploitatif ini dan menyerukan perubahan mendesak dalam industri fast fashion. Seruan untuk meningkatkan perlindungan tenaga kerja dan memastikan standar produksi yang lebih ramah lingkungan semakin menguat. Dari laporan investigatif juga terlihat, bahwa pabrik-pabrik produksi fast fashion yang terjadi di negara-negara berkembang sering kali memperkerjakan pekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi. Mereka terjebak dalam jam kerja yang panjang, tanpa perlindungan keselamatan yang memadai, dan dengan bayaran yang jauh di bawah standar kehidupan layak. Kisah nyata dari para pekerja pabrik fast fashion mengungkapkan keadaan pekerja dieksploitasi secara menyeramkan, menyoroti bagaimana ketidakpedulian perusahaan-perusahaan terhadap hak-hak pekerja telah menjadi norma dalam industri ini.

Kritik terhadap praktik produksi industry fast fashion ini telah memicu dari berbagai pihak yang terkait. Organisasi Hak Asasi Manusia dan lingkungan yang sudah menekankan perlu adanya perubahan dalam praktik industri ini, sementara sudah ada beberapa merek fashion yang telah berkomitmen untuk dengan penuh meningkatkan transparansi dalam prosuki rantai pasokan mereka serta mengadopsi distribusi fashion yang lebih bertanggung jawab. Konsumenpun juga semakin sadar akan dampak sosial dan lingkungan dari produk fashion yang mereka beli, dan mendorong mereka untuk memilih merek yang berkomitmen pada praktik produksi yang lebih berkelanjutan.

Fast fashion juga mendorong pertumbuhan emisi karbon industri fesyen yang berkelanjutan. Memahami bagaimana konsumsi fesyen yang cepat memperburuk emisi karbon sangat penting untuk memandu strategi mitigasi bagi industri fesyen. Masyarakat juga memiliki peran yang penting dalam mengurangi dampak fast fashion terhadap lingkungan. Mengurangi konsumsi, memilih pakaian berkualitas tinggi dan tahan lama, serta mendukung merek yang berkomitmen terhadap keberlanjutan adalah langkah-langkah kecil namun berarti yang dapat diambil oleh setiap individu.

Fast fashion mungkin telah mengubah industri pakaian, tetapi bagi Perusahaan serta kolaborasi dari masyarakat sekitar juga harus memastikan bahwa perubahan itu tidak merusak lingkungan yang ada. penting untuk terus memperhatikan dan menyuarakan isu-isu lingkungan yang terkait dengan industri fast fashion bagi kita semua. Dengan meningkatkan kesadaran dan mengambil tindakan yang bertanggung jawab, semua kalangan dapat berkontribusi pada perubahan yang lebih berkelanjutan dalam industri ini.

Selain menyerukan perubahan praktik industry fesyen saat ini, penting bagi perusahaan dan bantuan masyarakat untuk ikut andil dalam dalam mengurangi pencemaran lingkungan akibat dari emisi karbon produk fast fashion, seperi ;

1. Menggunakan Produk Slow Fashion

Industri fast fashion dapat mengintegrasikan praktiknya dalam bisnis slow fashion, dimana produk ini mengutamakan adanya keberlanjutan, etika dan juga kualitas dalam keproduksian pakaian.

2. Penggunaan Bahan Ramah Lingkungan

Selain memproduksi fesyen secara massal, Fast Fashion juga menyumbang gas emisi berbahan dasar kimia paling banyak. Dengan penerapan menggunakan bahan dasar tekstil ramah lingkungan, seperti serat hewan, serat alami dan kapas organic, perusahaan fast fashion dapat berkontribusi menjadi Perusahaan produksi yang ramah lingkungan.

3. Daur Ulang Pengemasan

Industri Fast Fashion dapat memanfaatkan praktik daur ulang dan meggunakan pengemasan yang efektif ramah lingkungan, seperti kertas biodegradable.

4. Penggunaan Konsep Zero Waste

Konsep zero waste dapat diberlakukan bagi produksi Fast Fashion, seperti kampanye pengurangan sampah, penggunaan bahan yang tidak menyebabkan lingkungan contohnya.

5. Kesadaran Konsumen

Konsumen adalah poin penting ke dua dari ketiadaan produksi Fast Fashion, dengan membangun kesadaran dampak buruk fast fashion terhadap lingkungan, seperti menggunakan bahan yang tidak ramah lingkungan, mengurangi penggunaan plastik, dan menggunakan pengemasan yang lebih ramah lingkungan akan menurunkan tingkat produksi fast fasion tersebut.

6. Pendidikan dan Kesadaran

Industri fast fashion dapat melakukan kampanye kepada public tentang dampak yang akan terjadi akibat dari produksi fast fashion terhadap lingkungan, ekonomi, dan Kesehatan, serta lebih disiplin terhadap pembelian pakaian yang lebih keberlanjutan dan memiliki etika.

7. Kerjasama dengan Pemerintah dan Pihak Penting Lainnya

Dengan adanya kerjasama antara perusahaan dengan pemerintah serta pihak yang terkait untuk mengatur produksi dari fast fashion agar dapat memathui peraturan dan perizinan yang berlaku.

Meski demikian, masih akan ada tantangan besar dalam mengubah dinamika praktik industri fast fashion. Ketidaksetujuan dari beberapa perusahaan besar dalam mengubah model bisnis mereka, serta kurangnya regulasi yang ketat dalam industri ini, membuat perubahan menuju praktik yang lebih berkelanjutan menjadi sulit. Namun, dengan meningkatnya kesadaran dari konsumen da pihak sekitar akan dampak lingkungan dari pakaian yang mereka beli serta seruan yang terus muncul dari berbagai organisasi advokasi, bisnis fast fashion ini kemunkinan akan mengalami pergeseran menuju industry fesyen yang lebih etis dan ramah lingkungan untuk perubahan yang lebih baik di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun