Mohon tunggu...
Heni Nugrohojati Silalahi
Heni Nugrohojati Silalahi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis artikel dengan topik parenting, keluarga, dan komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mengenal Pola Asuh ala Macan, Gajah, dan Lumba-lumba

25 Februari 2023   20:32 Diperbarui: 2 November 2023   05:39 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Casey Allen on Unsplash   

Ada banyak teori berhubungan dengan gaya pola asuh atau parenting orang tua terhadap anaknya. Semuanya memiliki muara yang sama yaitu untuk membentuk anak menjadi pribadi yang potensial dan terarah masa depannya. 

Namun, apakah parents tahu kalau ternyata ada pola asuh yang mencoba mengadopsi beberapa karakteristik binatang dalam penerapannya? Yuk kita bahas satu per satu.

1. Orang tua Macan

Macan identik dengan penggunaan strategi dan kekerasan untuk melumpuhkan mangsanya. Orang tua dengan pola asuh macan ditandai dengan watak keras, kontrol psikologis dan harapan yang tinggi. Seperti yang tertuang dalam buku Battle Hymn of the Tiger Mother karya seorang Profesor Hukum, Amy Chua dari Yale Law School. 

Mereka melekatkan kesuksesan anak pada tingginya nilai akademik, olah raga dan musik. Segala strategi ditempuh agar anak bisa masuk sekolah terbaik dan memiliki karir cemerlang nantinya. Tak berhenti di situ, orang tua macan berharap kesuksesan anak bisa mengangkat derajat keluarga bahkan memutus rantai kemiskinan keluarga.

Seperti kengerian macan, penampakannya seringkali membuat mangsa lari ketakutan. Demikian halnya anak dengan pola asuh macan cenderung menarik diri dari orang tua. Pada awalnya mungkin anak merasa mendapat dukungan penuh soal kegiatan sekolah dan ekstrakurikulernya. 

Namun, lama kelamaan proses belajar itu menjadi momok karena orang tua menganggapnya sebagai investasi. Anak wajib menjadi paling unggul dan orang tua merasa berhak untuk menagih prestasi spektakuler anak. 

Jelas sudah bahwa orang tua macan kurang menghiraukan kebabasan kehendak, perasaan dan psikologis anak. Terganggunya kesehatan mental anak menjadi harga yang harus dibayar kemudian hari.

2. Orang tua Gajah

Induk gajah identik dengan sifat protektif dan tidak pernah jauh dari anak-anaknya. Kekhasan ini sejalan dengan pola asuh orang tua gajah yang mengutamakan rasa aman anak, kedekatan emosional dan fisik, serta perasaan yang terhubung dengan anaknya. 

Mereka cenderung santai soal prestasi akademik, musik atau olah raga anak. Pada lima tahun pertama kehidupan anak, orang tua gajah sebisa mungkin melindungi anaknya dari rasa sakit dan bahaya.

Menciptakan situasi yang penuh kasih sayang tanpa ada tekanan jelas bisa menciptakan memori yang baik bagi sepanjang kehidupan anak. Seperti ada tertulis "an elephant never forgets".

Namun, memori indah yang tersimpan ini rasanya tak sebanding dengan long term effect yang ditimbulkan. Jika pola asuh ala gajah ini tidak dibatasi waktu dan penerapannya, maka pola asuh berubah menjadi permisif.

Orang tua yang takut anaknya kecewa lalu menjadi "yes man" terhadap setiap permintaan, akan melahirkan generasi yang kesulitan mengikuti aturan dan bermasalah pada kontrol diri. Anak-anak dari orang tua yang tidak tegas memberi batasan akan menganggap dirinya "center of the world". 

Tidak peduli keberadaan dan perasaan orang lain. Lebih jauh lagi menurut studi yang dilakukan oleh Diana Baumrind seorang psikolog klinis dari Amerika. Orang tua permisif menyumbang karakter agresif, impulsif dan kelak anak cenderung akan bermasalah dengan hukum.

3. Orang tua Lumba-lumba

Dr. Shimi Kang menggunakan istilah orang tua lumba-lumba dalam bukunya yang berjudul The Dolphin Way: A Parent's Guide to Raising Happy, Healthy, and Motivated Kids Without Turning Into A Tiger. 

Seperti tubuh lumba-lumba yang kokoh tapi lentur, begitu pula pola asuh yang dimaksud. Orang tua lumba-lumba bersifat tegas, memiliki peraturan dan ekspektasi tapi tetap menghargai kreativitas dan kebebasan anak.

Pola asuh lumba-lumba menawarkan karakteristik POD yaitu P untuk Play and exploration; O untuk Others yang mencerminkan komunitas; D untuk Downtime yaitu tidur teratur, olah raga dan istirahat cukup.

Dari karakteristik ini terlihat ada harapan yang ingin dicapai seperti anak harus keluar "kandang" untuk mengeksplor diri dan lingkungan serta mau belajar bersosialisasi. Namun, di balik harapan tersebut kebutuhan anak untuk bermain dan istirahat tetap pada porsinya. Sehingga anak cenderung percaya diri, kreatif, memiliki ketrampilan sosial dan resiliensi.

Dari pemaparan di atas, orang tua lumba-lumba tampak bijaksana dalam menerapkan pola asuh. Sifat pengasuhannya kolaboratif dan tarik ulur. Tahu kapan harus menjadi "reminder" saat anaknya kebablasan, "pengayom" saat anaknya dalam bahaya dan menjadi teman se-frekuensi saat anak mau bermain dan bercerita. Ideal sekali ya rasanya? Namun, inilah tantangannya.

Taraf ideal setiap orang tua berbeda. Resources utama seperti waktu, tenaga dan kondisi finansial untuk menunjang kelancaran pola asuh ini pun tidak setara antara orang tua yang satu dan lainnya. Ada upaya lebih atau hal-hal yang dikorbankan untuk mencapai realitas yang ditawarkan pola asuh lumba-lumba.

Well, parents, semoga sharing tiga pola asuh di atas semakin memantapkan langkah kita mendampingi tumbuh kembang anak agar mencapai potensi terbaiknya. Kita kolaborasikan mana yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan anak serta kemampuan orang tua. Satu lagi, saat sedang mendampingi, just let the kids be kids, ya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun