Indonesia adalah negeri dengan sumber daya tanah yang melimpah. Dari Sabang hingga Merauke, lahan subur membentang sebagai modal utama bangsa ini. Namun, di balik potensi tersebut, tersimpan ironi besar: ketimpangan penguasaan tanah yang mencolok. Berdasarkan data, hanya sekitar 1% penduduk yang menguasai lebih dari 50% aset tanah di Indonesia. Sementara itu, jutaan rakyat kecil hidup tanpa lahan atau dengan penguasaan lahan yang sangat terbatas. Masalah ini menjadi penghambat besar dalam upaya pemerataan kesejahteraan dan pembangunan nasional.
Di tengah tantangan besar ini, hadir sebuah solusi: Badan Bank Tanah. Lembaga ini lahir dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan tujuan utama mengelola, mendistribusikan, dan mengoptimalkan pemanfaatan tanah untuk kepentingan publik. Apakah ini sekadar janji? Ataukah Badan Bank Tanah benar-benar bisa menjadi katalisator perubahan?
Ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia bukan hanya soal statistik. Ini adalah cerita tentang jutaan petani yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan karena tidak memiliki akses ke lahan. Ini adalah kisah tentang anak-anak yang tumbuh tanpa tempat bermain layak karena ruang hijau habis oleh pembangunan komersial. Ini adalah kenyataan pahit yang menjadi warisan dari kebijakan agraria masa lalu yang tidak berpihak pada keadilan sosial.
Badan Bank Tanah hadir sebagai jawaban atas ketimpangan ini. Dengan tugas mengelola tanah negara, tanah terlantar, dan hasil pelepasan kawasan hutan, lembaga ini memiliki potensi besar untuk menjadi instrumen pemerataan. Tanah-tanah yang dikelola dapat didistribusikan kepada petani kecil, digunakan untuk pembangunan infrastruktur strategis, atau dialokasikan untuk pembangunan perumahan rakyat.
Namun, mari kita lihat lebih dalam. Apa sebenarnya yang bisa dilakukan Badan Bank Tanah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat?
Pertama, reforma agraria menjadi prioritas utama. Redistribusi tanah kepada petani kecil adalah langkah penting untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Seorang petani yang memiliki akses terhadap lahan akan mampu menghasilkan lebih banyak, menciptakan ketahanan pangan, dan meningkatkan taraf hidup keluarganya. Kisah sukses ini dapat kita lihat di negara-negara seperti Korea Selatan, di mana reforma agraria yang berhasil menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi pasca-perang.
Kedua, peran Badan Bank Tanah dalam mendukung pembangunan infrastruktur strategis tidak bisa diabaikan. Infrastruktur adalah kunci untuk membuka akses ke wilayah-wilayah yang selama ini terisolasi. Namun, proyek-proyek besar seperti jalan tol atau bandara sering kali menghadapi kendala besar dalam pengadaan lahan. Badan Bank Tanah menjadi solusi dengan menyediakan mekanisme yang lebih terorganisir untuk memastikan proyek infrastruktur tidak terganggu oleh sengketa lahan.
Ketiga, masalah perumahan rakyat. Harga tanah yang terus melonjak membuat banyak masyarakat berpenghasilan rendah tidak mampu membeli rumah. Badan Bank Tanah dapat memainkan peran penting dalam menyediakan lahan untuk pembangunan perumahan terjangkau. Ini bukan hanya soal tempat tinggal, tetapi juga soal menciptakan kehidupan yang layak bagi semua warga negara.
Namun, mari kita realistis. Perjalanan Badan Bank Tanah tidak akan mulus. Tantangan besar menghadang, mulai dari resistensi kelompok berkepentingan yang selama ini menikmati keuntungan dari ketimpangan tanah, hingga potensi korupsi dalam pengelolaan lahan. Birokrasi yang lambat dan tumpang tindih regulasi juga menjadi ancaman nyata yang dapat menghambat misi lembaga ini.
Lalu, bagaimana memastikan Badan Bank Tanah berjalan sesuai dengan harapan? Transparansi adalah kunci. Setiap kebijakan, program, dan keputusan yang diambil harus terbuka untuk diawasi oleh publik. Selain itu, kolaborasi dengan pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi sangat penting untuk menciptakan sinergi dalam pelaksanaan program.
Dalam konteks global, Indonesia sebenarnya tidak sendirian. Banyak negara telah menunjukkan bagaimana kebijakan pengelolaan tanah yang baik dapat menjadi alat untuk menciptakan keadilan sosial. Di Amerika Serikat, misalnya, konsep land banks digunakan untuk mengelola properti terlantar dan memberikan manfaat bagi masyarakat lokal. Pengalaman ini menunjukkan bahwa dengan manajemen yang baik, tanah dapat menjadi instrumen perubahan sosial yang efektif.
Dari sudut pandang ekonomi, keberadaan Badan Bank Tanah juga memiliki dampak besar. Dengan redistribusi tanah kepada petani kecil, lembaga ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Ketika petani memiliki akses terhadap lahan, mereka dapat meningkatkan produktivitas, menciptakan lapangan kerja baru, dan berkontribusi pada ketahanan pangan nasional. Selain itu, pembangunan infrastruktur yang didukung oleh Badan Bank Tanah akan membuka peluang investasi baru di wilayah-wilayah yang selama ini kurang berkembang.
Namun, keberhasilan Badan Bank Tanah tidak hanya bergantung pada kebijakan dan program. Ini juga tentang mengubah paradigma masyarakat. Kita perlu melihat tanah bukan lagi sebagai komoditas yang hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi sebagai sumber daya yang harus dimanfaatkan untuk kebaikan bersama.
Harapan besar diletakkan pada Badan Bank Tanah sebagai simbol dari upaya pemerintah untuk menciptakan Indonesia yang lebih adil. Dengan pengelolaan yang baik, lembaga ini dapat menjadi alat perubahan yang signifikan. Setiap jengkal tanah yang dikelola bukan hanya aset negara, tetapi juga peluang untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi rakyat Indonesia.
Pada akhirnya, Badan Bank Tanah bukan hanya soal pengelolaan tanah, tetapi juga soal masa depan bangsa. Ini adalah tentang bagaimana kita memanfaatkan sumber daya yang kita miliki untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi semua. Dengan dukungan dari semua pihak, Badan Bank Tanah memiliki potensi besar untuk mengubah wajah Indonesia menjadi lebih adil, makmur, dan berkelanjutan.
Seperti sebuah pohon yang tumbuh di atas tanah yang subur, Badan Bank Tanah adalah akar dari perubahan yang kita inginkan. Dan seperti sebuah pohon, ia membutuhkan dukungan dari semua elemen: air, cahaya, dan tanah itu sendiri. Mari kita pastikan bahwa lembaga ini tidak hanya menjadi simbol, tetapi juga bukti nyata dari komitmen kita untuk menciptakan keadilan sosial di negeri ini. Tanah adalah masa depan, dan masa depan itu harus milik semua orang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI