Dengan fakta bahwa serangan siber di Asia meningkat sebesar 30% dari tahun 2022 hingga 2023, pusat ini akan berperan sebagai penjaga informasi yang terpercaya di kawasan, memberikan analisis objektif dan memperingatkan negara-negara Asia tentang kemungkinan manipulasi informasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan.Â
Dengan menjadi penjaga informasi netral, Indonesia tidak hanya membangun kepercayaan di antara negara-negara Asia tetapi juga memperkuat posisinya sebagai pemimpin regional. Langkah ini bisa dimulai dengan melibatkan akademisi, pakar teknologi informasi, dan jurnalis dari seluruh Asia untuk bekerja sama dalam menciptakan platform berbagi informasi yang dapat dipercaya.
Namun, inisiatif ini mungkin menghadapi risiko. Negara-negara besar seperti AS, Rusia, atau China bisa melihat langkah ini sebagai ancaman terhadap kepentingan mereka di Asia Timur. Namun, ini adalah kesempatan bagi Indonesia untuk menunjukkan bahwa diplomasi tidak harus selalu memihak pada salah satu kekuatan besar. Indonesia bisa berperan sebagai "Kekuatan Keseimbangan Baru", berdiri di luar konflik kepentingan global.Â
Sebagai negara dengan kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif, Indonesia memiliki posisi unik untuk menawarkan solusi yang tidak konvensional dan keluar dari kerangka pemikiran tradisional. Sejarah hubungan diplomatik Indonesia dengan berbagai kekuatan global menunjukkan bahwa pendekatan "bebas aktif" ini bisa menjadi fondasi untuk strategi yang lebih inklusif dan non-konfrontatif.
Indonesia juga perlu melihat ketegangan di Semenanjung Korea sebagai kesempatan untuk menegaskan posisi ASEAN di panggung internasional. Saat ini, ASEAN cenderung bersikap reaktif terhadap perkembangan geopolitik, tetapi dengan ancaman nyata di depan mata, saatnya bagi ASEAN untuk membentuk "Komite Keamanan Asia Timur", yang bertindak sebagai mekanisme respons cepat terhadap krisis keamanan di kawasan. Komite ini dapat melibatkan militer, diplomat, dan pakar keamanan dari seluruh negara anggota ASEAN yang fokus pada pencegahan konflik, termasuk pengawasan senjata nuklir. Komite ini juga bisa menjadi wahana bagi negara-negara ASEAN untuk menyuarakan pendekatan kolaboratif dalam mengatasi ancaman global.
Indonesia dapat memimpin upaya pengembangan Perjanjian Zona Bebas Nuklir Asia Timur, yang memperluas cakupan perlindungan dari Traktat Bangkok 1995 untuk mencakup Semenanjung Korea dan Laut China Timur. Perjanjian ini akan mengharuskan negara-negara yang menandatanganinya untuk tidak mengembangkan, memperoleh, atau menggunakan senjata nuklir, serta membuka diri untuk inspeksi oleh badan internasional yang netral. Langkah ini bisa mengurangi ketegangan dan membangun kepercayaan. Upaya semacam ini memerlukan diplomasi tingkat tinggi dan kesiapan untuk menegosiasikan kompromi yang adil antara pihak-pihak yang berkonflik, yang mana Indonesia dapat memainkan peran sentral sebagai fasilitator.
Elemen kunci dari semua ini adalah keberanian untuk berinovasi dalam diplomasi. Indonesia harus memanfaatkan posisinya sebagai negara demokratis terbesar di Asia Tenggara dan salah satu ekonomi terbesar di Asia untuk menunjukkan bahwa keamanan dan stabilitas tidak harus dicapai melalui dominasi militer atau politik. Sejarah mengajarkan kita bahwa perdamaian sejati tidak datang dari senjata, tetapi dari keberanian untuk berdialog dan memahami perbedaan. Dengan mengedepankan inovasi diplomasi, Indonesia dapat menunjukkan bahwa perdamaian bukan sekadar absennya perang, melainkan hasil dari upaya kolaboratif dan rasa saling percaya yang terbangun di antara negara-negara.
Untuk merealisasikan visi ini, Indonesia harus memperkuat diplomasi multilateralnya dengan memperluas jaringan diplomatik yang ada. Langkah pertama adalah mengadakan dialog tingkat tinggi yang melibatkan aktor-aktor utama di Asia Timur dan Tenggara, termasuk negara-negara besar seperti AS, Rusia, dan China.Â
Forum-forum internasional seperti Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur dapat memfasilitasi pertemuan trilateral dan multilateralisme untuk menciptakan jalur komunikasi yang lebih terbuka dan mengurangi risiko konflik. Sebuah mekanisme diplomatik yang kuat dapat membantu mengatur kembali hubungan kekuatan di kawasan dan mengurangi ketergantungan pada pendekatan militeristik.
Selain itu, penting bagi Indonesia untuk menggalang dukungan domestik bagi inisiatif kebijakan luar negerinya melalui kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Dukungan publik yang kuat akan memberikan landasan yang kokoh bagi pemerintah dalam bernegosiasi di forum internasional.
Kampanye kesadaran publik, seminar-seminar, dan kerja sama dengan universitas serta lembaga penelitian dapat membantu membentuk opini publik yang mendukung inisiatif internasional Indonesia. Mengedepankan pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai peran Indonesia di panggung global dapat meningkatkan rasa bangga nasional dan partisipasi aktif dalam proses diplomasi.