Mohon tunggu...
Hening Nugroho
Hening Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Laki-laki

Menulis itu sederhana Ig @hening_nugroho Waroenkbaca.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Tanda Jasa: Lencana, Piagam, dan Sedikit Tawa

15 Agustus 2024   09:32 Diperbarui: 15 Agustus 2024   09:32 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah hiruk-pikuk persiapan kemerdekaan yang penuh gegap gempita, Presiden kita yang tercinta kembali menggelar tradisi tahunan: bagi-bagi tanda jasa. Dengan wajah serius tapi santai, beliau menyerahkan tanda kehormatan kepada orang-orang pilihan. 

Di balik megahnya Istana Negara, yang mungkin kita tidak tahu adalah bahwa tanda jasa ini bisa jadi adalah cara negara mengucapkan "terima kasih" dengan lebih formal, tanpa perlu repot menulis surat atau memberikan setangkai bunga.

Mungkin bagi sebagian orang, tanda jasa ini hanyalah hiasan yang akan dipajang di ruang tamu, menemani foto-foto keluarga yang sedang tersenyum lebar. Tapi, bagi penerimanya, ini adalah pengakuan dari negara. Bayangkan saja, mendapat tanda jasa dari Presiden mungkin setara dengan mendapat 'like' dari seorang influencer di media sosial bedanya, yang ini punya nilai lebih besar dari sekadar pengakuan dunia maya. 

Tahun ini, yang mendapat tanda jasa ternyata tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Ada pejabat, ada akademisi, dan ada juga yang mungkin kita tak pernah dengar namanya tapi ternyata berperan besar. Semacam kombinasi antara selebriti dan superhero lokal. 

Namun, di balik deretan penerima, tak bisa dipungkiri ada pertanyaan yang menggelitik: apakah penghargaan ini benar-benar diberikan karena jasa, atau karena mereka mengenal orang yang tepat?

Nah, kalau kita bicara soal jasa, ini memang bisa jadi sangat subjektif. Siapa yang benar-benar berhak menentukan jasa seseorang itu layak mendapatkan penghargaan atau tidak? Mungkin ada kriteria rahasia yang kita, orang awam, tak akan pernah mengerti. 

Siapa tahu, untuk mendapat tanda jasa, cukup dengan membuat Presiden tersenyum dalam pertemuan. Tidak heran kalau kemudian banyak orang yang bersaing untuk menjadi yang paling pandai melucu di hadapan orang nomor satu di negeri ini.

Tapi jangan salah sangka, tidak semua tanda jasa dibagikan dengan mudah. Ada proses panjang, penilaian yang cermat, dan mungkin sedikit lobi-lobi di baliknya. Mereka yang berhasil adalah yang mampu bertahan dalam ujian 'kesabaran menghadapi birokrasi'. 

Bisa jadi, penghargaan ini juga adalah bentuk apresiasi bagi mereka yang telah bertahan dari birokrasi yang rumit dan menyesakkan. Itu sendiri mungkin bisa dianggap sebagai jasa besar bagi negara.

Di sisi lain, ada juga masyarakat yang merasa bahwa tanda jasa ini hanya sebagai 'penghargaan pencapaian seumur hidup' yang kadang lebih banyak diberikan karena seseorang sudah lama duduk di kursi jabatan, daripada karena hasil kerja nyata. Ini seperti hadiah pensiun dari negara bukan karena jasanya yang besar, tapi karena mereka berhasil bertahan hidup di sistem yang ada sampai titik tersebut.

Namun, apa pun motivasinya, pemberian tanda jasa ini tetap memiliki nilai simbolis. Ini adalah cara negara mengingatkan bahwa ada orang-orang yang bekerja di balik layar, yang kontribusinya mungkin tak terlihat tapi sangat berarti. Mungkin kita juga perlu menghargai mereka, bahkan jika kontribusi terbesar mereka adalah menghindari skandal besar yang bisa memalukan negara.

Lucunya, ada juga yang bercanda bahwa tanda jasa ini lebih berharga dari sekadar bonus tahunan. Sebab, selain tidak dipotong pajak, tanda jasa juga tidak bisa diambil kembali. Bahkan jika Anda nanti tertangkap korupsi, tanda jasa itu akan tetap menjadi milik Anda, tersimpan rapi di laci meja, sebagai kenangan manis saat Anda masih dianggap pahlawan.

Tentu saja, dengan segala kontroversinya, tanda jasa ini tetap menjadi bagian penting dari upacara kenegaraan. Meski kadang kita bertanya-tanya, apakah mereka yang mendapat penghargaan ini benar-benar layak, atau apakah ada orang lain yang lebih pantas namun terlewatkan. 

Toh, dalam setiap kompetisi, selalu ada yang kalah dan menang. Dalam hal ini, yang menang mendapatkan lencana dan piagam, sementara yang kalah mungkin hanya mendapatkan rasa iri dan sedikit bisik-bisik.

Kita mungkin bisa bercanda bahwa tanda jasa ini adalah cara negara untuk 'memberi upah' pada yang berprestasi. Tapi, di balik semua itu, ada pesan serius: penghargaan ini seharusnya menjadi pengingat bahwa kerja keras, dedikasi, dan kontribusi nyata kepada negara itu dihargai. Sekarang, tinggal kita berharap bahwa mereka yang menerima tanda jasa benar-benar bisa menjadi contoh bagi generasi mendatang.

Dan, siapa tahu, suatu hari nanti kita juga bisa menjadi salah satu penerimanya. Mungkin bukan karena kita berhasil memajukan bangsa, tapi karena kita bisa membuat Presiden tertawa di saat yang tepat. Bagaimanapun, dalam dunia yang penuh tekanan ini, membuat orang tertawa bisa jadi adalah jasa yang paling berharga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun