Mohon tunggu...
Hening Nugroho
Hening Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Laki-laki

Menulis itu sederhana

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

20 Tahun MK Sebuah Catatan dan Harapan

16 Juli 2023   15:38 Diperbarui: 16 Juli 2023   16:23 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

20 Tahun MK ; Catatan dan Harapan Publik. Tulisan ini tidak serta merta mengecilkan makna keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah Lembaga dengan peran dan fungsi yang menyertainya namun lebih menitikberatkan pada eksistensi konstitusi itu sendiri dalam sudut pandang sejarah ke-Indonesia-an begitu pula harapan ke depannya.

Berawal dari lahirnya sebuah penelitian tentang budaya konstitusional Jerman dan Amerika Serikat, Moshe Cohen-Eliya dan Iddo Porat menguraikan perbedaan antara budaya konstitusional kedua negara tersebut. Budaya konstitusional Jerman lebih menekankan pada aspek komunitarian yang terungkap dalam berbagai prinsip dan norma. Negara mengambil peran kuat untuk merealisasikan nilai-nilai bersama dan hubungan organik dengan warga negara. 

Konsep negara organik berorientasi pada kepercayaan (trust-oriented) yang memandang adanya suatu kerjasama resiprokal atau timbal-balik atas dasar kepercayaan di antara lembaga-lembaga negara dan mengasumsikan bahwa semua lembaga negara memiliki kepentingan yang harus diwujudkan bersama (Cohen & Porat, 2013: 47).

Dalam konteks itu, maka hubungan antar lembaga negara di Jerman lebih menekankan pada proporsionalitas (proportionality) yang menghendaki adanya harmonisasi dan integrasi berbagai lembaga negara dalam mewujudkan nilai-nilai bersama. Konstistusionalisme Jerman tidak menekankan pada untung-rugi (cost-benefit), tetapi lebih pada kebutuhan untuk mengoptimalkan nilai-nilai sosial (Cohen & Porat, 2013: 50)

Sementara itu, budaya konstitusional Amerika lebih berwatak individualistik dan berdasar pada konsepsi kecurigaan pada negara (suspicion-based conception of the state) konstitusionalisme Amerika berdasar pada konsep hak sebagai kartu truf (rights as trump) atau suatu alasan pengecualian (an exclusionary reasons). Budaya konstitusi Amerika yang cenderung tidak percaya pada pemerintah berkembang dengan pendekatan kecurigaan (suspicion-based approach), yakni: "clear rules for government and clear rights for citizens were crafted as a means of limiting government" (Cohen & Porat, 2013: 55).  

Hal ini Bertolak belakang dengan konsepsi Jerman yang menekankan pada nilai-nilai bersama, konsep Amerika berdasar pada gagasan Lockean tentang netralitas negara dan kebebasan individual.

Sekalipun UUD Amerika menyediakan infrastruktur demokrasi, tetapi tidak mengutamakan aspek gagasan-gagasan atau ideologi, melainkan lebih menekankan pada proses demokratik. Mengacu pada ungkapan Hakim Holmes, "the Constitution should unite people with extremely divergent views under its umbrella" (Cohen & Porat, 2013: 56). 

Berdasarkan karakter itu maka konstitusionalisme Amerika lebih menekankan pada keseimbangan (balancing) dari berbagai kepentingan dibandingkan dengan harmonisasi dan integrasi nilai-nilai bersama. Secara kelambagaan, penekanan pada balancing itu diwujudkan dalam mekanisme checks and balances yang merupakan cara untuk mempertahankan konsep pemisahan kekuasaan.

Sementara dalam konteks Indonesia, komparasi antara budaya konstitusional Jerman dan Amerika itu sangat penting untuk memahami budaya konstitusional pada masyarakat Indonesia. Apabila mengacu pada gagasan awal para pendiri negara Indonesia, maka jelas bahwa UUD 1945 lebih dibangun atas dasar budaya konstitusional yang berwatak komunitarian, prinsip permusyawaratan, nilai kekeluargaan, hingga peran agama menjadi sumber nilai bersama dalam kehidupan negara.

Berdasarkan karakteristik budaya konstitusional itu, maka pada dasarnya hubungan kelembagaan di Indonesia lebih membutuhkan permusyawaratan untuk mengharmonikan dan mengintegrasikan nilai-nilai bersama yang terkandung dalam Pancasila, dibandingkan dengan model keseimbangan (balancing) yang lebih mengutamakan adu kepentingan antar lembaga dan kekuatan politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun