Kebijakan Pembebasan Narapidana di Tengah Pandemi Covid-19 Jika Dilihat Dari Sudut Pandang Model Keputusan Efektif (Maier)
Pengambilan keputusan adalah bagian dari kehidupan sehari-hari baik secara individu maupun kelompok, terutama dalam organisasi. Pengambilan keputusan memiliki pengaruh penting perubahan yang kan terjadi dalam organisasi yang akan menyebabkan  kemajuan atau kemunduran suatu organisasi. Pengambilan keputusan yang tepat akan membawa perubahan organisasi menjadi lebih baik, namun jika pengambilan keputusan dilakukan dengan tidak tepat akan berdampak negatif bagi organisasi dan manajemennya yang tentunya akan menyebabkan kemunduran organisasi tersebut.
Menurut Steiner, pengambilan keputusan adalah proses manusia untuk menerima fenomena pribadi dan sosial berdasarkan nilai-nilai dan asumsi faktual yang memperoleh pilihan dari pilihan dengan maksud bergerak menuju situasi yang diinginkan. Pemahaman ini menunjukkan bahwa pengambilan keputusan adalah proses secara sistematis memilih opsi terbaik dari beberapa opsi yang ditempuh (digunakan) sebagai cara untuk memecahkan suatu masalah.
Berdasarkan pemahaman tersebut, Anwar, H. (2014) menyimpulkan beberapa hal terkait pengambilan keputusan. Pertama, proses pengambilan keputusan tidak  terjadi secara acak. Kedua, pendekatan pengambilan keputusan harus didasarkan pada sistematika tertentu, sehingga pengambilan keputusan tidak dapat dilakukan secara acak. Ketiga, perlu terlebih dahulu memiliki gagasan yang jelas tentang sifat masalahnya. Keempat, solusi seharusnya tidak hanya intuitif, tetapi fakta / data harus dikumpulkan secara sistematis, diproses dengan benar, dan disimpan secara teratur sehingga fakta / data dapat dipercaya. Kelima, keputusan yang diambil berasal dari berbagai pertimbangan mengenai pilihan dan dianalisis dengan cermat.
Hal yang perlu diperhatikan dalam sistematika pengambilan keputusan yaitu :  (1) kemampuan organisasi  untuk membuat sumber daya penting tersedia untuk membuat keputusan, (2) tenaga kerja yang tersedia dan dan memiliki kualifikasi untuk membuat keputusan, dan (3) budaya organisasi yang diterapkan dalam organisasi (4) memperhitungkan internal dan kondisi lingkungan eksternal yang  mempengaruhi manajemen dan roda  manajemen dalam suatu organisasi.Â
Pengambilan keputusan yang efektif adalah keputusan yang mengarah pada keputusan yang dapat menyelesaikan suatu masalah tanpa menimbulkan masalah baru. Setidaknya terdapat dua komponen agar dapat mengambil keputusan secara efektif Pertama, keputusan didasarkan pada pemahaman yang lengkap tentang masalah, dan kedua keputusan yang dihasilkan dapat diambil untuk mengambil tindakan nyata yang mempengaruhi pemecahan masalah. Bagaimana proses pengambilan keputusan dapat berjalan dengan baik tergantung pada sifat masalah yang dihadapi.
Menurut Maier (2007:10), efektivitas pengambilan keputusan dapat dinilai berdasarkan perbandingan penerimaan (acceptability) dan kualitas pengambilan keputusan. Kualitas keputusan dapat dikenali di luar tingkat tertentu di mana faktor teknis dan rasional memainkan peran penting dalam memilih alternatif. Penerimaan sendiri berarti dukungan mengenai keputusan yang diambil dan kepatuhan dalam melaksanakan keputusan tersebut.
De = Q x A
De : efektivitas keputusan
Q : KualitasÂ
A : penerimaan
Berdasarkan rumusan diatas,  keputusan selanjutnya dapat dibagi menjadi setidaknya tiga jenis. Pengambilan keputusan pertama yang efektif Q / A. Ini berarti bahwa efektivitas pengambilan keputusan dicapai melalui pengambilan keputusan yang berkualitas dan penerimaan yang buruk. Tipe kedua, pengambilan keputusan yang efektif A/Q. Tipe ini merupakan  keputusan yang membutuhkan penerimaan yang tinggi sedangkan kualitas kurang penting. Tipe ketiga, pengambilan keputusan  efektif A = Q. Ini berarti bahwa kualitas dan akseptabilitas sama pentingnya dalam pengambilan keputusan.
Pemimpin sektor publik harus membuat keputusan sendiri tentang isu-isu sosial yang muncul dalam organisasi. Segala keputusan yang dibuat oleh pimpinan suatu lembaga publik juga merupakan perwujudan dari kebijakan publik itu sendiri, sehingga pimpinan suatu lembaga publik harus mengambil keputusan yang efektif. Salah satunya adalah dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan pandemi yaitu kebijakan pembebasan narapidana di masa pandemi Covid-19. Keputusan pemerintah untuk membebaskan narapidana tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 serta Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH-19.PK.01.04.04/2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Pembebasan  narapidana  dengan mempertimbangkan kerawanan wabah Covid-19 di Lapas/Rutan/Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)  Indonesia dan juga mengalami jumlah narapidana yang berlebihan.
Berdasarkan Kurnianingrum (2020), pembebasan narapidana dilatarbelakangi oleh Komisi Tinggi PBB untuk HAM, yang mempromosikan pembebasan narapidana di negara-negara yang kondisi penjaranya mengkhawatirkan termasuk Indonesia. Sehingga selain Indonesia, banyak negara yang menerapkan kebijakan untuk membebaskan narapidana di tengah pandemi Covid-19. Kekhawatiran mulai mengemuka di masa pandemi Covid-19 tentang dampak kebijakan pembebasan narapidana. Pertama, mantan narapidana akan menghadapi situasi sulit dalam mencari pekerjaan di masa pandemi Covid-19. Kedua, maraknya praktik jual beli tiket pembebasan narapidana di masa pandemi dalam Lapas. Ketiga, aktivitas kriminal yang muncul telah meningkat. Mengingat dampak yang telah terjadi, maka pembebasan narapidana seharusnya tidak hanya fokus pada pencegahan Covid-19, tetapi juga aspek keadilan dan pencegahan tindak kriminal sebagai tujuan dari keputusan tersebut.Â
Jika dilihat dari sudut pandang model pengambilan keputusan efektif, maka keputusan pembebasan narapidana di masa pandemi Covid-19 dinilai sangat tidak efektif diberlakukan di Indonesia, namun adanya keputusan tersebut sendiri merupakan pengaruh dari himbauan Komisi Tinggi PBB untuk HAM para narapidana. Kebijakan pembebasan narapidana untuk mencegah penularan dan penyebaran virus Covid-19 bukanlah solusi yang tepat, melainkan hanya sementara. Masalahnya bukan kelebihan kapasitas dalam lapas dan rutan, tetapi kebijakan pemerintah dalam memprioritaskan hukuman penjara dalam tindak pidana yang terjadi. Kecuali jika pemerintah mengubah kebijakan, penjara di Indonesia akan tetap ramai dengan atau tanpa pandemi Covid-19.Â
Sumber :Â
Steiner, A. George, (2010). Kebijakan Strategi Manajemen, terj. Tim Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta: Erlangga.Â
Gitosudarmo, I., & Sudita, I. N. (2000). Perilaku keorganisasian. Yogyakarta: BPFE.
Anwar, H. (2014). Proses pengambilan keputusan untuk mengembangkan mutu madrasah. Nadwa: Jurnal Pendidikan Islam, 8(1), 37-56.
Kurnianingrum, T. P. (2020). Kontroversi Pembebasan Narapidana Di Tengah Pandemi Covid-19. Info Singkat Vol. XII No. 8/II/P3DI/April/2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H