Mohon tunggu...
Henie Kurniawati
Henie Kurniawati Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog dan Dosen Psikologi

Psikolog Biro Psikologi Proaktif | Dosen Psikologi UIN Saizu Purwokerto | Pengurus HIMPSI Wilayah Jateng | Pengurus API Wilayah Jateng

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Siapkah Anda Bersikap Baik-baik Saja Saat Situasi Tidak Baik?

21 Juli 2021   17:33 Diperbarui: 22 Juli 2021   03:17 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh karena itu, keterlibatan psikolog perlu untuk menyuarakan keprihatinan klien atau bahkan kita semua yang mengalami problem mental, termasuk pula dampak yang muncul dari wabah corona ini. 

Psikolog menjadi terkondisikan sebagai figure yang arif, bijak, dan tulus sebagai penolong dan pemberi solusi. Proses menjadi baik-baik saja tidaklah mudah, apalagi menghadapi situasi yang tidak baik-baik seperti sekarang ini. 

Selanjutnya, benarkah sejuta nasihat psikolog itu efektif?. Ternyata "tidak", klien yang datang ke psikolog bukan untuk di beri solusi, bukan pula untuk di diberi ucapan berbunga-bunga, dan kata-kata manis untuk memenuhi semua keinginannya. Lantas apa sebenarnya yang diharapkan klien? Mari kita simak satu ilustrasi klien yang datang ke psikolog.

Ilustrasi klien

Klien sebut saja bernama Budi, laki-laki separuh baya dengan sikapnya yang sangat sayang kepada keluarganya, istrinya seorang yang setia dengan empat orang anak, dua laki-laki dan dua perempuan. 

Budi berprofesi sebagai kontraktor, menekuni usahanya ditemani istri tercinta. Setelah membina rumah tangga yang cukup harmonis selama 25 tahun, tahun 2020 istrinya meninggal dunia karena Covid-19 disertai komorbid leukimia. 

Berselang satu bulan kepergian istrinya, laki-laki ini mengalami depres. Atas rekomendasi psikolog disarankan menjalani pengobatan psikiater dan tiap dua minggu sekali datang ke psikolog untuk menjalani psikoterapi.

Pertemuan online pertama dengan psikolog, Budi mengutarakan rasa sedih, merasa sendiri, resah, dan tidak bisa melupakan istrinya. Saat berusaha ingin bangkit, tetap saja ada rasa tertekan memikirkan masa depan keempat anaknya tanpa ibu.

Teman-teman Budi memintanya untuk mengikhlaskan, dan merelakan kepergian istri, serta didorong untuk membuka diri mencari ibu baru untuk ke empat anaknya.

Psikolog mencoba menanyakan satu hal ke Budi, apakah ada cara yang paling efektif untuk kondisi Budi saat ini?, Budi menjawab: Berilah kesempatan pada saya, dua minggu lagi untuk mencerna proses psikoterapi ini, berilah kesempatan saya untuk menata perasaan ini, saya yakin Tuhan akan memberi kekuatan. 

So, artinya tidak apa-apa apabila untuk sementara waktu klien masih merasa sedih dengan kehilangan orang yang dicintainya, klien lebih memerlukan penerimaan orang-orang disekitar untuk "empati" yaitu keadaan untuk dimengerti dan dipahami perasaannya. 

Ketika lingkungan atau orang-orang disekitar meminta dengan kata "harus" melupakan, melepaskan, bangkit dari kenangan justru akan semakin sulit klien mencerna dan menata perasaannya. Jadi ketika klien diminta untuk yang ikhlas, sabar, kuat, empatilah bahwa pada akhirnya di waktu yang tepat, klien bisa bersikap optimis untuk baik-baik saja.

Seni bersikap baik-baik saja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun