Meski pandemi sudah lama usai, bukan berarti lembaga pendidikan bisa kembali begitu saja ke model pembelajaran konvensioal seperti sebelum pandemi. Pendidikan sudah terlanjur beradaptasi dengan Society 5.0, walau belum sepenuhnya terlaksana. Pada era Society 5.0 teknologi digital diaplikasikan pada kehidupan manusia.
Tak jauh dari konsep industry 4.0, Society 5.0 lebih mempersiapkan SDM sebagai penetralisir atas tantangan industry 4.0 yang melahirkan berbagai inovasi dan industrialisasi. SDM di era Society 5.0 diharapkan dapat menyelesaikan masalah dan sistem dalam dunia maya dan dunia sosial. Era ini adalah fase loncatan besar dalam penerapan teknologi komunikasi dan informasi secara menyeluruh. Individu yang sukses di era Society 5.0 adalah individu yang dapat dengan bijak menggunakan teknologi dan digitalisasi. Bukan individu yang malah menjadi korban teknologi komunikasi, seperti yang banyak terjadi saat ini.
Selain itu di era Society 5.0 masyarakt bukan hanya sekedar pengguna teknologi, tetapi pencipta kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang akan mentransformasi big data yang dikumpulkan melalui internet pada segala bidang kehidupan (the Internet of Things) menjadi suatu kearifan baru, yang akan didedikasikan untuk meningkatkan kemampuan manusia membuka peluang-peluang bagi kemanusiaan. Hal ini akan membantu manusia untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna.
Walaupun Indonesia belum terang-terangan menerapkan Society 5.0, tapi tetap saja negara ini harus mempersiapkan masyarakatnya untuk bisa beradaptasi dengan peradaban yang baru. Terutama bidang pendidikan yang merupakan pondasi kemajuan sebuah negara.Â
Untuk mewujudkan atau mempersiapkan Society 5.0 dalam bidang pendidikan, anak tidak cukup hanya sebatas memahami atau diberikan sebuah teori saja. Hal tersebut belum cukup untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi Society 5.0 melainkan cara berpikir. Cara berpikir ini untuk membiasakan peserta didik dalam beradaptasi dengan kehidupan di masa sekarang maupun masa depan. Beberapa cara berpikir tersebut di antaranya harus kritis, konstruktif, dan inovatif.
Era Society 5.0 menuntut siswa dan masyarakat mampu berpikir kritis dan konstruktif. Seperti yang telah dilansir di alinea.id bahwa konsep pembelajaran di sekolah dalam menghadapi Sociery 5.0 perlu dikembangkan dengan beberapa komponen yang di antaranya kemampuan HOTS dalam proses pembelajaran. Kemampuan HOTS ini tidak hanya ditunjukkan dalam menjawab soal-soal ujian. HOTS (Higher, Order, Thinking, Skills) merupakan kemampuan dalam memecahkan masalah secara kompleks, berpikir kritis dan kreativitas.
Penerapan HOTS akhir-akhir ini dirangkum dalam pembelajaran berbasis literasi dan numerasi. Literasi adalah kecakapan fundamental yang membekali peserta didik dengan kemampuan memilih, menganalisis informasi dengan kritis serta menggunakannya untuk mengambil keputusan dalam kehidupan.Â
Numerasi adalah kecakapan fundamental yang membekali peserta didik dengan kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung di dalam kehidupan sehari-hari, dan kemampuan untuk menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat di sekeliling kita. Kedua kemampuan ini dapat dicapai oleh seorang siswa apabila siswa memiliki kemampuan membaca yang tinggi. Tidak sekedar membaca cepat, tapi memahami teks bacaan. Lebih tinggi lagi mampu menggunakan referensi bacaannya untuk menyelesaikan berbagai permasalahan aktual yang dihadapinya.
Agar semakin terbiasa dengan teknologi digital, e-learning tetap harus diberikan pada siswa meski pandemi sudah berakhir. Kombinasi pembelajaran classical konvensional dengan online atau digital tetap harus dilakukan, agar generasi penerus bangsa bisa memahami mana yang keadaan realistis dan mana yang maya. Dan agar mereka bisa memanfaatkan serta mengombinasikannya dengan baik. Dalam proses pembelajaran, guru boleh memilih berbagai model pembelajaran seperti discoverey learning, project based learning, problem based learning, dan inquiry learning. Dengan sumber belajar yang futuristic, dan dari berbagai model tersebut mendorong siswa membangun kreativitas serta berpikir kritis.
Bagaimanapun kondisi yang sedang dihadapi sekarang, siap tidak siap dunia pendidikan harus mampu menghadapi industry 4.0 dan society 5.0. Dan dengan menggunakan metode pembelajaran pendidikan yang tepat, harapannya generasi muda siap menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi akibat dari industry 4.0 serta society 5.0.
Yang menjadi tantangan para pendidik saat ini adalah harus mampu mengarahkan dan membimbing siswa, untuk mampu berpikir kritis dan kreatif sementara para siswanya memiliki minat membaca yang sangat rendah. Jangankan diminta berpikir kritis menyelesaikan berbagai permasalahan actual, membaca saja sudah malas. Fasilitas berbasis IT yang diberikan sebagian besar digunakan untuk bersenang-senang. Hampir semua anak menggunakan smartphonenya untuk bermain game, nonton youtube, atau berselancar media sosial.
Jarang yang benar-benar menggunakan untuk belajar bahkan membaca literatur. Hal ini akan membutakan mereka akan realitas kehidupan. Mereka akan diperbudak oleh gadget. Ketergantungan akan gadget, menjadi salah satu permasalahan yang harus diselesaikan di era Society 5.0. Sebagai pendidik yang baik, guru dan orang tua harus senantiasa bekerja sama mengingatkan dan meluruskan anak-anak agar bijak dalam penggunaan gadget.
Anak yang bijak dalam penggunaan gadget akan memiliki respon kreatif. Respon kreatif itu di antaranya adalah memanfaatkan teknologi digital, open sources contents dan global classroom dalam pembelajaran sepanjang hayat (life-long learning), mampu menyesuaikan dan memanfaatkan flexible education system, serta mandiri dalam personalized learning.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H