Mohon tunggu...
Heni Anggraini
Heni Anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi dari Universitas Negeri Medan

Saya kuliah mengambil jurusan Pendidikan Matematika Saya menyukai kesenian, dan hobi saya dibidang musik dan seni lukis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apakah Penting Coding Diperkenalkan Sejak Usia Dini?

19 Mei 2023   12:30 Diperbarui: 3 Juni 2023   01:32 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pentingnya Coding Bagi Anak

Pemrograman sangat perlu diajarkan pada tingkat pendidikan, karena hampir semua pekerjaan abad 21 membutuhkan teknologi untuk bekerja lebih efisien, yang berarti keterampilan yang dibutuhkan orang di abad ini akan meningkat, bahkan pada anak usia dini (Harahap, M . .., & Eliza, D. 2022).

Pengkodean melibatkan pembuatan instruksi langkah demi langkah yang terperinci yang kemudian ditafsirkan dan dieksekusi oleh mesin. Tindakan atau langkah yang diambil untuk mencapai tujuan tersebut disebut sebagai Al-Ghoritme (McLennan, 2017). Pengkodean atau sistem pengkodean bukanlah hal baru dalam kehidupan manusia dan anak-anak, kode-kode ini kita jumpai setiap hari (ponsel, pintu otomatis, penyedot debu robotik, dll.). Faktanya, pengkodean membutuhkan banyak keterampilan matematika dan sains awal, termasuk keterampilan spasial, aritmatika, pemecahan masalah, investigasi, dan logika.

Anak usia dini merupakan masa penting dimana anak menemukan dunianya melalui bermain dan mendapatkan pengetahuan baru melalui pengalamannya (Sullivan, AA, Bers, M. U. dan Mihm, 2017). Pada usia ini potensi anak dapat dikembangkan secara maksimal, karena pada usia ini anak berada pada masa emas. Masa ini krusial karena perkembangan anak sangat cepat (Hewi & Shaleh, 2020; Khaironi, 2018).

Era disrupsi yang berkembang pesat telah memaksa beberapa negara dan perusahaan untuk mengalihkan kekuatan inovasi mereka ke teknologi modern. Oleh karena itu, banyak profesi yang akan tergantikan oleh teknologi di masa depan. Masa letusan juga mengubah banyak sistem dan tatanan dalam kehidupan masyarakat. Sistem tradisional dan manual yang digunakan di masa lalu kini beralih ke teknologi untuk mengembangkan berbagai pusat dan kantor serta semua area yang ada. Perkembangan era selanjutnya saat ini adalah Society 5.0. Konsep ini pertama kali ditemukan oleh Jepang (Nastiti et al., 2020). Society 5.0 merupakan konsep yang dikembangkan untuk mewujudkan masyarakat cerdas yang model perilakunya mengoptimalkan penggunaan Internet of Things, Big Data dan Artificial Intelligence sebagai solusi kehidupan masyarakat (Setiawan dan Lenawati, 2020).

Konsep sosial 5.0 merupakan konsep sosial yang menitikberatkan pada pengembangan aspek kehidupan manusia berbasis teknologi (human-centric) (Utami, 2019). Dengan kata lain, itu adalah kombinasi dari internet dan ruang fisik (Darwin, 2020). Menurut Salgues (2018) dan Society 5.0, orang cerdas yang menguasai dunia nyata dan orang cerdas yang menguasai dunia maya saling terintegrasi. Oleh karena itu, integrasi antara dunia nyata dan dunia maya dalam Society 5.0 menekankan optimalisasi peran masyarakat dalam modernitas. Dengan kata lain, pada tahap ini, manusia secara alami hidup dengan teknologi. Ini berlaku untuk semua bidang, termasuk pendidikan anak usia dini. Guru harus berkontribusi dan merenungkan pentingnya menggunakan teknologi sebagai bagian dari pembelajaran. Anak-anak zaman sekarang lahir di zaman teknologi dan seringkali terpesona oleh permainan dan teknologi baru yang sangat mempengaruhi cara hidup manusia, baik secara mental maupun perilaku. Teknologi itu seperti dua sisi mata uang yang sama. Di satu sisi, jejaring sosial dapat berdampak positif dan di sisi lain berdampak negatif (Fauzi, H. 2020).

Untuk membekali anak prasekolah dengan keterampilan yang tepat dan mengikuti perkembangan teknologi, program pemrograman anak dapat menjadi solusi dari permasalahan yang muncul agar anak usia dini tidak kekurangan keterampilan untuk memanfaatkan perkembangan teknologi dan digital untuk digunakan. Sehingga banyak harapan bahwa ketika mereka besar nanti, mereka pada akhirnya dapat menggunakan teknologi untuk sesuatu yang bermanfaat.

Manfaat belajar coding untuk anak-anak

Dari penelitian Ahmad Muklason (2023), yang nerjudul Coding for Kids: Pengenalan Pemrograman untuk Anak Sekolah Dasar sebagai Literasi Digital Baru di Industri 4.0 , dimana menyebutkan bahwa belajar coding sangat penting buat anak-anak, ia juga menyertakan beberapa manfaat dari belajar coding  diantaranya:

  • Coding adalah bahasa lain

Bahasa mengajarkan anak-anak bagaimana berkomunikasi dan mengajarkan pemikiran logis. Bahasa juga memperkuat keterampilan verbal dan tertulis. Anak-anak harus diperkenalkan dengan bahasa yang berbeda pada usia dini. Ini membantu mereka untuk memahami dunia di sekitar mereka dengan lebih baik. Coding memiliki bahasanya sendiri. Setiap huruf dalam alfabet memiliki formula khusus 0 dan 1 yang mewakilinya. Angka 0 dan 1 ini memberi petunjuk kepada teknologi di sekitar kita tentang bagaimana cara mereka bekerja.

  • Coding menumbuhkan kreativitas

Dengan bereksperimen, anak-anak dapat belajar dan memperkuat otak mereka bahkan ketika mereka membuat kesalahan dalam belajar. Dengan demikian anak-anak dapat menjadi lebih kreatif. Kreativitas adalah bagian dari proses dan tidak selalu produk

  • Coding membantu anak-anak dengan keterampilan Matematika

Coding membantu anak-anak untuk dapat memvisualisasikan konsep abstrak, memungkinkan mereka menerapkan matematika ke situasi dunia nyata, dan membuat matematika menyenangkan dan lebih kreatif. Coding hadir di banyak program STEM saat ini.

  • Coding meningkatkan kinerja akademik menulis

Anak-anak yang belajar coding memahami bagaimana merencanakan dan mengatur pikiran. Ini dapat mengarah pada keterampilan menulis yang lebih baik yang dapat dikembangkan seiring dengan berkembangnya keterampilan pengkodean dari waktu ke waktu.

  • Coding membantu anak menjadi pemecah masalah yang percaya diri

Saat mereka belajar membuat kode dan memberi arahan, mereka belajar bahwa tidak ada satu cara untuk melakukan sesuatu bahkan jika cara mereka tidak berhasil. Mereka dapat memperbaiki apa yang telah mereka lakukan tanpa khawatir gagal. Coding adalah literasi dasar di era digital, dan anak-anak perlu memahami dan bekerja dengan serta memahami teknologi di sekitar mereka. Memiliki anak-anak belajar coding di usia muda mempersiapkan mereka untuk masa depan. Coding membantu anak-anak dengan komunikasi, kreativitas, matematika, menulis, dan kepercayaan diri.


Waktu dan Usia yang tepat untuk belajar coding

Menurut Narenda Wicaksono, CEO startup developer lokal, Dicoding, anak-anak belum terlalu perlu untuk belajar coding. Usia wajar untuk mulai mempelajarinya, menurut Narenda adalah pada jenjang SMP.

Tuturnya : "Karena menurut saya, kalau anak-anak belajar coding itu sebenarnya yang penting mereka belajar logikanya dulu. Kemudian kita tidak boleh buat mereka jadi frustasi, ini banyak kejadian orang belajar coding mereka stres akhirnya tak mau belajar lagi," jelas Narenda.

Pelajaran coding bagi anak usia SMP bisa dimulai dengan membuat game dengan tingkat pemula. Menurut Narenda, membuat game ringan lebih menyenangkan bagi anak-anak karena mereka bisa melihat hasilnya. Terlebih, teorinya tidak serumit membuat aplikasi berat yang berkutat pada konsep dan materi. Narenda menyebut Dicoding sendiri tengah menyiapkan kurikulum coding khusus untuk anak-anak. Namun kendal terbesar adalah ada di kemampuan self learning anak-anak yang dinilai masih minim. Yang  menjadi perbincangan saat ini banyak anak yang dipaksa les coding namun kenyataan kemampuan anak tersebut minim.

 Peluang usaha kursus coding di Indonesia

 Dengan adanya kemajuan teknologi yang sangat pesat, kebutuhan pasar atas pekerjaan ahli kode komputer atau biasa disebut coder dan programmer terus meningkat. Laporan dari Burning Glass di 2016 menunjukkan ada tujuh juta lapangan pekerjaan bagi para coder dan hal itu sangat impresif sejauh 12% dari rata-rata serapan lapangan pekerjaan secara global (mediaindonesia.com, 2017).Hal ini berdampak kepada mulai membludaknya minat siswa untuk menempuh jenjang pendidikan tinggi pada jurusan yang terkait dengan teknologi informasi. Selain itu fenomena yang terjadi adalah menjamurnya perusahaan atau perseorangan yang membuka jasa kursus coding secara non formal baik untuk anak-anak maupun orang dewasa.

Untuk belajar coding, biaya yang dikenakan berbeda-beda tergantung usia. Jika diambil salah satu sample yaitu Di Coding Next Indonesia yang dikutip dari cnbcindonesia.com, biaya pembelajaran untuk anak usia 4 sampai 7 tahun berkisar antara Rp 5 juta hingga Rp 6 juta. Sementara kelas buat anak umur 8 tahun hingga 16 tahun antara Rp 8 juta hingga Rp 20 juta bergantung pembelajaran yang diambil. Ada pula harga buat anak milenial atau orang dewasa yang pergi ke sekolah coding hanya untuk membuat website atau menciptakan aplikasi baru (cnbcindonesia.com).

Yang banyak dipertanyakan sekarang adalah apakah penting coding diajarkan untuk anak-anak? atau hanya bisnis belaka?

Coding penting di perkerkenalkan sejak anak usia dini. Karena dengan belajar coding, anak-anak dapat belajar menggunakan algoritma dasar dan berpikir tentang penemuan masalah dan pemecahan masalah secara kreatif. Dalam proses pembuatan aplikasi, anak juga bisa belajar ketekunan, kesabaran, dan keberanian untuk mencoba. Skill seperti berpikir logis, sistematis, kreatif, berani mencoba, dan lain-lain merupakan kumpulan soft skill yang bisa dipelajari sambil belajar coding. Kemampuan soft skill ini akan berguna dalam perkembangan anak dan sebagai bekal hidup. Kemampuan coding juga meningkatkan daya saing di era teknologi yang sangat kompetitif. Mereka yang memiliki keterampilan coding tentu lebih berharga daripada keterampilan tradisional lainnya. Menggunakan teknologi dengan cara yang positif, seperti belajar kode, juga membantu mengatasi teknologi yang berkembang pesat. Seperti yang kita semua tahu, paparan teknologi sejak usia muda sekarang tidak bisa dihindari. pembelajaran coding anak usia dini sebaiknya diperkenalkan dasar-dasarnya saja tidak perlu harus membuat suatu program yang membutuhkan logika, sehingga anak menjadi tertarik dalam dunia codingan, dan sebaiknya untuk membuat suatu program yang berat bisa dimulai dari anak SMP.

Referensi

Fauzi, H. (2020). Pemanfaatan Teknologi Gadget Terhadap Pengaruh Sosial Emosi AUD dalam Konsep Pembelajaran Literasi digital. Pedagogi: Jurnal Ilmu Pendidikan, 20(1), 50-53.

Grover, S., & Pea, R. (2013). Computational thinking in K--12: A review of the state of the field. Educational researcher, 42(1), 38-43.

Harahap, M., & Eliza, D. (2022). E-Modul Pembelajaran Coding Berbasis Pengenalan Budaya Indonesia untuk Meningkatkan Computational Thinking. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(4), 3063-3077

Harrop, C., Jones, D., Zheng, S., Nowell, S. W., Boyd, B. A., & Sasson, N. (2018). Sex differences in social attention in autism spectrum disorder. Autism Research, 11(9), 1264-1275

Hewi, L., & Shaleh, M. (2020). Refleksi Hasil PISA (The Programme For International Student Assesment): Upaya Perbaikan Bertumpu Pada Pendidikan Anak Usia Dini). Jurnal Golden Age Universitas Hamzanwadi, 04(1), 30-41

Miranda, D., Marmawi, R., Linarsih, A., & Amalia, A. (2022). Pengenalan Keterampilan Literasi Digital pada Anak Usia Dini. EDUKATIF: JURNAL ILMU PENDIDIKAN, 4(3), 3844-3851

Nastiti, F. E., Ni'mal 'abdu, A. R., & Kajian, J. (2020). Edcomtech Kesiapan Pendidikan Indonesia Menghadapi era society 5.0. Edcomtech: Jurnal Kajian Teknologi Pendidikan, 5, 61-66.

Salgues, B. (2018). Society 5.0: industry of the future, technologies, methods and tools. John Wiley & Sons

Setiawan, D., & Lenawati, M. (2020). Peran dan strategi perguruan tinggi dalam menghadapi era Society 5.0. Journal of Computer, Information System, & Technology Management, 3(1), 1-7.

Sullivan, A. A., Bers, M. U., & Mihm, C. (2017). Imagining, playing, and coding with KIBO: using robotics to foster computational thinking in young children. Siu-cheung KONG The Education University of Hong Kong, Hong Kong, 110

Threekunprapa, A., & Yasri, P. (2020). Unplugged Coding Using Flowblocks for Promoting Computational Thinking and Programming among Secondary School Students. International Journal of Instruction, 13(3), 207-222

Utami, R. (2019). Integrasi Kurikulum di Indonesia dalam Menghadapi Era Society 5.0.Proceeding Iain Batusangkar

Wulandari, Haftani, D. A., Ridwan, T., & Putri, D. I. H. (2021). Pemanfaatan Platform Scratch dalam Pembelajaran Koding di Sekolah Dasar untuk mengasah kemampuan Computational Thinking pada Siswa. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dasar PGSD Kampus UPI, 495--504. http://proceedings.upi.edu/index.php/sem naspgsdpwk

Zuhair, M., Rachmani, N., Sri, T., & Asih, N. (2021). Scratch Coding for Kids: Upaya Memperkenalkan Mathematical Thinking dan Computational Thinking pada Siswa Sekolah Dasar. PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika, 4, 476-- 486.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun