Malam yang begitu hening membuatku terhanyut dalam lamunan, dihadapan laptop butut pikiranku terus terpacu oleh angan-angan yang akan coba kujalani untuk menjadi guru profesional.
Menjadi guru adalah cita-citaku sejak kecil. Dan ini menjadi pilihan hidup yang kujalani saat ini. Pilihan ini menjadi motivasi dalam diriku sebab memberikan ilmu yang bermanfaat dan terbaik untuk orang lain adalah sedekah yang paling utama begitu agamaku mengajarkan.
Pilihan ini mengantarkanku menjadi relawan guru Sekolah Guru Indonesia (SGI) Dompet Dhuafa. Program yang menghantarkan para relawannya untuk menjadi guru didaerah pelosok negeri selama satu tahun.
Saat ini aku mengabdikan diri menjadi guru di SD Negeri 5 Maginti, Raha, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Sejak desember tahun lalu, aku menapakkan kaki di pulau ini.Begitu terlihat berbeda dengan kota besar seperti Medan atau Bogor. Ya.. karena aku berada di daerah terpencil. Semuanya jelas sangat berbeda , masyarakat dan kebiasaannya bahkan cara berbicaranya. terkadang aku juga pusing apa yang dimaksud mereka ketika berbicara denganku.
Lingkungan alam yang masih terasa disini, begitu banyak semak belukar yang belum dibuka oleh penduduk. Jalanan setapak dilapisi tanah merah dan batu-batu padas. Rumah-rumah panggung yang dikelilingi kebun-kebun mereka. Kebun palawija berupa jagung, kacang panjang , terong,dll.
Bahkan desa ini belum dialiri listrik PLN, wrga masih menggunakan lampu sentir. Dan bagi yang mampu membayar genset, mereka akan menggunakan itu untuk menerangi rumah diwaktu malam saja dari jam 18.00 -23.00 Wita.
Namun itu harus kujalani untuk mengabdikan diri sebagai guru. Bahkan ketika di kelas, siswa dikota sungguh aktif dan memiliki percaya diri yang tinggi sedangkan disini begitu malu mereka. Untuk bertanya atau mengacungkann tangan saja tidak mau. Hem… harus ku ubah ini semua.
Dan saat pagi itu, aku memasuki kelas 3. Ruangan yang begitu tidak menarik bagiku. Dinding yang harusnya memberikan semangat untuk belajar hanya terlihat kusam tanpa ada hiasan apapun. Kertas-kertas, bungkus makanan ringan dan permen menghiasi lantai ruangan ini. Aku hanya bisa menarik nafas panjang.
Akhirnya kusuruh anak-anak untuk memungut sampah dan membuangnya ketempat sampah. Dan aku pun mulai memberikan pengertian tentang kebersihan kelas dan memotivasi mereka untuk rajin belajar.
Satu bulan berlalu aku mulai mengajar di kelas 3 ini. Ada beberapa siswa yang menjadi fokusku. Salah satunya adalah Sai begitu ia dipanggil. Nama sebenarnya adalah Sarifudin.. Ia anak yang sangat pemalu dan pendiam ketika disekolah. Tidak pernah bersuara ketika proses belajar mengajar bahkan ketika ku suruh kedepan, ia hanya diam saja.Setelah kuketahui ternyata ia tinggal kelas dan belum bisa membaca. Bahkan aku saja tidak bisa membaca apa arti tulisannya. Sungguh pernah ia kusuruh membuat surat untukku dan hasilnya kepalaku pusing ketika membacanya. Aku tidak mengerti sekali arti huruf-huruf yang ditulisnya.
“Sai itu bodoh dek, belum bisa membaca. Kakak bingung ngajarinya soalnya bodoh kali” ucap bu Indri, wali kelasnya. Aku hanya tersenyum kecut mendengar kata-katanya.
Kenanganku kembali ke masa itu dimana aku memiliki rasa seperti Sai. Diacuhkan dan selalu diejek serta tidak pernah dimotivasi. Dapat dibayangkan kelas tiga SD aku baru bisa membaca,nilai raportku selalu merah namun aku tetap naik kelas karena kakak ayahku kepala sekolah di tempatku menuntut ilmu. Dan ketika melihat Sai, seperti melihat diriku sewaktu kecil. terpuruk kedalam kebodohan.
Suatu hari ada percakapan antara aku dan ibunya Sai. “Bu guru, Sai memang bodoh ya?” ujar Ibunda Sai dengan nada kecewa
. Aku terkejut dengan kata-kata ibu itu, sepertinya darahku sedang mengalir keseluruh tubuh, “Loh.. kok bilang begitu bun, emang kenapa?” jawabku.
“Kemarin dulu saya ketemu sama bu Indri dan dia bilang sama saya bahwa Sai bodoh, belum bisa membaca. Kalau dia gak bisa membaca terus maka akan tinggal kelas lagi”ucap Ibunya Sai dengan wajah yang murung.
Aku hanya menghela nafas. Mengapa masih ada guru yang begitu tega mengatakan siswanya bodoh bahkan kepada orang tua siswa. Apakah beliau tidak memikirkan perasaan orang tua siswa tersebut. Ya Rabb..
“Bun mungkin bu Indri hanya bercanda jadi jangan dipikirkan ya..!” ucapku dengan senyum
“ Sai tidak bodoh bun bahkan Sai itu sangat kreatif. Tapi memang bunda, Sai memiliki penyakit lambat membaca sehingga dia belum bisa membaca sampai sekarang. Namun tenang bunda, kalau kita mau ngajari Sai dengan sabar dan tekun, InsyaAllah Sai pasti bisa membaca. Heni yakin itu bun..” tambahku
‘Oh begitu ya bu. Terimakasih ya..” jawab Ibunda Sai mata yang penuh harapan
Dan aku mulai bertekad untuk membuat Sai bisa membaca. Aku mulai memperhatikannya karena aku ingat ada penyakit yang biasa menimpa anak seusianya dalam hal membaca dan berhitung. Ingin rasanya aku menelpon teman-teman SGI yang lain untuk berdiskusi namun aku hampir lupa bahwa ditempatku ini tidak ada sinyal.
Kudapati sinyal bila dikota kabupaten yang jaraknya 1jam 30 menit bila naik motor dan menjadi 3 jam bila naik bus dari desaku. Akhirnya kumanfaatkan waktuku dikota untuk browsing diinternet sembari aku dan teman-teman mengisi salah satu program acara di radio local. Setelah kubaca artikel-artikel diinternet dan buku yang membahas penyakit ini.
Setelah melihat ciri-cirinya, aku beristigfar panjang ternyata anakku ini mengalami DISLEKSIA . “Sebagai guru apa yang harus aku lakukan” itulah yang ada dibenakku. “Bagaimana caranya agar ia terlepas dari penyakit ini”. Walaupun aku sering menonton film India “Taare zamen par” yang membahas tentang siswa yang mengalami penyakit Disleksia. Namun setelah kuhadapi secara langsung ada kebingungan dipikiranku.
Namun itu hanya sementara, aku berusaha untuk mempelajari penyakit ini lebih dalam untuk membantu Sai bangkit dari keterpurukan proses belajarnya. Setiap malam aku mengajarinya membaca. Bahkan terkadang aku hampir mau menangis dan ingin marah dibuatnya untuk menghapal satu huruf saja, dia membutuhkan waktu yang lama.
Terkadang aku beristigfar panjang melihatnya, terus menahan diri dan bersabar untuk menghadapinya. Namun semua itu hilang ketika melihat senyum dan usahanya. Akhirnya setiap malam kami hanya membahas satu huruf.
Setiap malam Sai selalu bersamaku dan terkadang ia membuatku tertawa karena salah mengucapkan kalimat atau huruf. Ada usaha yang kuat darinya. Aku yakin ia memiliki kemampuan yang luar biasa. Aku masih sangat ingat dengan kata-kata pak Munif Chatib dalam buku Orangtuanya Manusia,
“ Kala kita percaya bahwa ada harta karun dalam diri anak didik kita. kita harus menjadi penyelam untuk menemukannya. Tak peduli kedalaman samudra yang terdalam, tak peduli gelapnya lautan yang tergelap, terus menjelajah temukan harta karun. Jika hari ini tak ketemu, esok pasti ketemu. Jika perlu,terus menyelam sampai akhir hayat.”
Ditengah keterbatasan Sai, ia anak yang sangat kreatif. Tiap malam aku selalu diberi karya berupa gambar-gambar yang sangat bagus. Bahkan seminggu yang lalu aku diperlihatkan karyanya berupa ketapel. Aku sangat bangga kepadanya. Dia juga sangat pandai main bola, tiap sore hari aku selalu bermain bola dengannya dilapangan sekolah. Aku sangat yakin setiap anak memiliki kemapuan seluas samudra. Dan itulah tugas seorang guru untuk menemukannya dan membimbingnya.
Suatu malam pernah ia menulis dibukunya dan diberikannya kepadaku. Ini adalah tulisan pertama yang diberikannya kepadaku. Dan membuatku hampir menitiskan air mata haru.
“Ibu Heni” , inilah tulisan yang di buatnya untukku. Aku tersenyum haru dan memeluk serta berbisik “terima kasih nak, Sai anak pintar dan ibu yakin sai akan menjadi pemain bola yang hebat”
Dan malam-malamku selalu dihiasi tawa Sai dalam belajar membaca. Alhamdulillah sudah 3 bulan aku mengajarinya. Kini ia sudah bisa mengeja walau terkadang ia lupa huruf namun ada kesenangan yang tak terhingga dihatiku. Aku yakin BINTANG dalam dirinya akan terus bersinar jika kita sebagai guru atau pun orangtua mampu membantunya.
Heni Akhwat Damanik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H