Mohon tunggu...
Heni Susilawati
Heni Susilawati Mohon Tunggu... Dosen - life with legacy

senang menulis tentang politik, demokrasi dan pemilu

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pemilu dan Legasi yang Kita Tinggalkan

10 Oktober 2021   05:23 Diperbarui: 10 Oktober 2021   19:56 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga melintas di depan mural bertema pemilihan umum di kawasan Pasar Anyar, Kota Tangerang, Banten, Kamis (7/5/2020).  (ANTARA FOTO/FAUZAN via kompas.com)

Setiap keputusan politik di Senayan sana mesti didasarkan pada kajian yang matang, komprehensif, dan mengedepankan manajemen resiko penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan yang sangat berdekatan bahkan beririsan dari sisi tahapan teknis penyelenggaraannya.

Membincang tahun politik 2024 semakna dengan membincang masa depan generasi harapan bangsa. Rasanya kita mesti belajar dari perjalanan kepemiluan kita sejak 1955 hingga saat ini. 

Sesungguhnya, demokrasi prosedural memiliki tujuan mulia yakni memastikan terjadinya sirkulasi elit lewat instrumen sistem pemilu yang mengkonversi suara menjadi kursi baik di legislatif maupun eksekutif. 

Persoalan yang mungkin sering luput dari perhatian kita yakni visi besar bangsa ini untuk mempertimbangkan nilai legasi kepemiluan yang memenuhi prinsip pemilu demokratis kepada generasi muda. 

Perspektif ini penting untuk dimiliki oleh setiap pemangku kepentingan Pemilu dan Pemilihan. Kesadaran yang utuh dan keinginan yang kuat untuk menjad bagian dari perubahan demokrasi prosedural menuju demokrasi substansial. Sebagai mekanisme untuk sirkulasi elit, Pemilu dan Pemilihan lebih dari sekedar mencoblos di TPS. 

Narasi kepemiluan yang sejalan dengan nafas pemilu demokratis menuntut komitmen dan kesediaan semua stakeholders untuk menghadirkan pemilu yang bersih, luber dan jurdil. 

Tujuan dan proses mesti lah ada dalam ekosistem demokrasi elektoral yang bernuansa kebaikan, ada dalam ekosistem pemikiran yang visioner, ada dalam ekosistem keinginan yang kuat agar demokrasi elektoraldengan anggaran yang sangat besar mampu menjadi sumber insipirasi dan legasi kebaikan bagi generasi mendatang.

Jujur saja kualitas demokrasi kita masih jauh dari harapan, meskipun harus kita akui di sana sini banyak juga perbaikan. Data yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit menempatkan Indonesia di peringkat ke-64 dalam indeks demokrasi di tingkat global. 

Kita termasuk dalam kelompok negara dengan demokrasi semu. Ada enam parameter yang digunakan dalam menentukan indeks demokrasi di tingkat global. 

Menurut lembaga tersebut, enam parameter itu yakni proses pemilu dan pluralisme, kebebasan sipil, berjalannya pemerintahan, partisipasi politik dan budaya politik. Apa masalah terberat kita dalam parameter proses pemilu dan pluralisme? 

Persoalan yang kita hadapi tidak jauh dari problem pemilu yang transaksional, pemilih yang permisif terhadap politik uang, kampanye hitam, ujaran kebencian dan hoax yang disebarluaskan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun