Mohon tunggu...
Heni Susilawati
Heni Susilawati Mohon Tunggu... Dosen - life with legacy

senang menulis tentang politik, demokrasi dan pemilu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebiasaan Membaca dan Indeks Demokrasi Sebuah Negara

22 September 2021   09:05 Diperbarui: 22 September 2021   15:50 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Literacy is a bridge from misery to hope. It is a tool for daily life in modern society. It’s a bulwark against poverty, and a building block of development, an essential complement to investments in roads, dams, clinics, and factories – Kofi Annan

September bulan yang istimewa. Saya menyebut demikian, mengingat ada dua momentum penting yang dirayakan warga dunia.  Pertama, momentum peringatan hari aksara internasional (international literacy rate) yang jatuh pada tanggal 8 September. Kedua, perayaan hari demokrasi internasional yang rutin diperingati setiap tanggal 15 September.

Apa sih hubungannya antara kemampuan membaca dan demokrasi sebuah negara?

Tentu saja ada. Untuk keperluan memahami keterhubungan antara kemampuan membaca dan indeks demokrasi sebuah negara ada baiknya kita mengenali sejarah besar yang melatar belakangi baik hari aksara maupun hari demokrasi internasional. Sejarah mencatat, hari aksara internasional ditetapkan pertama kali pada tahun 1967 oleh UNESCO. Majelis umum PBB melalui resolusi tahun 2007 menetapkan 15 September sebagai hari Demokrasi Internasional. Nilai-nilai penting dalam demokrasi yakni kebebasan, penghormatan terhadap HAM, dan prinsip menyelenggarakan pemilihan umum.

Merunut kebelakang ternyata penetapan hari aksara internasional itu merujuk pada kongres menteri pendidikan dan kebudayaan tingkat dunia yang berlangsung d Ibu Kota Iran, Teheran. Peristiwanya sendiri berlangsung pada tanggal 8-19 September 1965. Salah satu rekomendasi strategis dari konferensi tersebut yakni mengurangi buta aksara sebanyak 350 juta orang dalam kurun waktu sepuluh tahun (1965-1975). Secara historis, negara kita juga sebenarnya memiliki gagasan untuk memberantas buta huruf sejak tahun 1946-an. Kisaran 90% penduduk Indonesia pada tahun 1945 masih buta huruf. Kabar baiknya, data dari BPS pada tahun 2020 tercatat jumlah buta aksara yakni 2,96juta orang atau sekitar 1,71 persen dari total populasi penduduk Indonesia.

Membaca data yang dirilis BPS rasanya kita perlu sedikit berlega hati, secara persentase angka mereka yang masih buta huruf hanya sekitar 1,71 persen. Artinya ada kabar baik, bahwa mayoritas penduduk negeri ini tidak kesulitan untuk membaca. Namun apakah angka melek huruf yang semakin meningkat diiringi dengan minat membaca buku? Data yang dirilis dari hasil peneliitian yang dilakukan oleh Central Conneticut State University pada tahun 2016 menunjukkan, Indonesia peringkat literasi terbawah kedua dari total 61 negara yang disurvey. Sementara tetangga kita, negeri Gajah Putih (Thailand) menempati peringkat ke-59. Catatan PISA 2018 menempatkan tingkat literasi Indonesia di peringkat 62 dari 70 negara. Data World Culture Score Index (2018) menyebutkan kegemaran minat baca masyarakat Indonesia menempati peringkat  17 dari 30 negara. Aga kontradiktif sebenarnya, terutama ketika membaca data bahwa jumlah perpustakaan yang dimiliki negara kita berada di peringkat kedua terbanyak setelah India dengan 164.000 perpustakaan. Indeks kegemaran membaca orang Indonesia menurut Perpustakaan Nasional termasuk kategori sedang dengan skor 55,74 persen. Di tahun 2020, dalam sepekan rata-rata orang Indonesia melakukan kegiatan membaca empat kali dalam sepekan. Durasi waktu membaca buku rata-rata 1 jam 36 menit per hari dan membaca dua buku per tiga bulan.

Meski data menunjukan tren yang rendah untuk membaca buku, ternyata negara kita penduduknya termasuk paling lama mengakses internet.

Data Wearesocial pada Januari 2021 menunjukan, warga kita mengakses internet selama 08.52 menit. Nyaris sembilan jam betah berlama-lama mengakses internet. Soal lama mengakses internet ini, kita menempati peringkat 7 setelah negara Mexico.  Data dari perpusnas itu cukup menguatkan, bahwa ada pergeseran yang cukup signifikan dalam mengakses pengetahuan yang bergeser dari buku ke media digital.

Data Central Conneticut State University pada tahun 2016 menunjukan, terdapat lima negara yang termasuk negara pembaca buku terbanyak di dunia. Lima negara itu masuk dalam negara-negara Skandinavia yakni Finlandia, Norwegia, Islandia, Denmark dan Swedia. Bagaimana kebiasaan membaca di lima negara tersebut? Disini kita contohkan saja negara Finlandia. Bagi negara tersebut, kegiatan membaca merupakan budaya. Tak tanggung-tanggung, budaya membaca itu didukung oleh ketersediaan 738 perpustakaan umum dan universitas yang tersebar di seluruh negara tersebut. Ada juga 140 perpusatakaan keliling yang melayani masyarakat yang berada di perkotaan dan pedesaan.

Penduduk di Finlandia pada tahun 2019 tercatat 5,518 juta. Artinya fasilitas perpusataan yang disediakan pemerintah itu termasuk berlimpah. Dukungan lainnya dari pemerintah setempat untuk menumbuhkan minat baca yaitu berupa pemberian bingkisan paket perkembangan anak kepada keluarga yang baru memiliki bayi.  Ada lagi kebijakan berupa kewajiban membaca satu buku dalam sepekan.  Contoh lainnya adalah kebiasaan membaca di negara Swedia. Fasilitas perpustakaan kota atau lazim disebut Stadstbiblioteke akan mudah ditemukan di setiap kota di Swedia. Masyarakat dapat membaca berbagai jenis buku di perpustakaan kota. Mayoritas fasilitas perpustakaan di negara tersebut nyaman dan membuat pengunjung betah berlama-lama untuk kegiatan membaca.

Ternyata ada hubungannya antara kebiasaan membaca dan indeks demokrasi sebuah negara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun