Mohon tunggu...
Hengky Fanggian
Hengky Fanggian Mohon Tunggu... Wiraswasta -

There Must be a Balance Between What You Read and You What Write

Selanjutnya

Tutup

Politik

Quo Vadis Partai Agama

13 Agustus 2016   07:28 Diperbarui: 19 Agustus 2016   07:40 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lihatlah siapa pucuk pimpinan Microsoft, Satya Nadella (bukan Bill Gates), lihat pucuk pimpinan Google… lhaa kok Sundar Pichai, bukannya Larry Page atau Sergey Brin. Masih banyak yg lain seperti Rajeev Suri, Amit Singhal, Shantanu Narayen, Vivek Naradive, Nikesh Arora dsb dsb. Pikiran primitip hanya akan menjadikan manusia bernasib seperti Dinousaurus, mampunya cuma menunggu datangnya meteor yg menghantam bumi dan tamatlah sang dinosaurus. Berarti kita gak boleh lagi dong joget kelilingi tiang ? Boleh, boleh, silahkan, cuma hidup khan tak hanya melulu untuk itu, lihat diluar sana peluang terbentang luas, marilah kita move on.

Pembaca mungkin bertanya “Berarti petinggi partai kayak gituan kemampuan intelektualnya parah dong, bukankah yg penulis ucapkan itu sesungguhnya realitas umum, bukan hal aneh apalagi ajaib yg baru tersingkap sekarang ini ? Ahaaaa salah besar pembaca, mereka itu sesungguhnya pintar, ribuan kali lebih pintar dari penulis. Penulis ungkapkan sedikit fakta kecil ya, para produser film Hollywood yg getol bikin film “Nehik” yg mutunya ampun2 itu ternyata seleranya tinggi, anak2nya pun dikuliahkan ke luar negeri, mereka mendengarkan music clasic, mobilnyapun mewah deh. Lantas kenapa orang kelas tinggi kok memproduksi yg rendahan kayak gitu ? 

Mari dengarkan kuliah Maestro Marketing, sang maestro bertanya “apa pertimbangan pertama & paling utama saat kita akan jual produk ? Para murid teriak “Ongkos produksi”. Lantas maestro mengangkat cangkirnya tinggi2, “ini pantasnya dijual berapa ? Jawabannya beragam, lantas sang maestro bilang “bagaimana kalau saya jual Rp 1 juta” Murid teriak “tak mungkin”. “Tahukah kalian mobil yg James Dean kendarai saat dia tewas kecelakaan harganya puluhan kali lipat daripada harga mobil baru yg persis sama dg yg dia naiki. Maka juallah bukan berdasar ongkos produksi, tapi sampai seberapa besar konsumen mau, kalau ada yg mau beli cangkir ini Rp 1 juta, apakah kalian akan menolaknya ?”

Wah kalau gitu mereka itu bukan hanya pinter tapi juga ngeminteri rakyat kecil dong ??? He he he penulis tidak ngomong begitu pembaca, tetapi You tell me. Harusnya mereka mendidik masyarakat dong bukan justru memanfaatkan kepolosan, keluguan masyarakat untuk kepentingan pribadi semata ? Maaf pembaca, anda salah. Tugas pendidik itu harusnya dibebankan kepada orang tua, guru, agamawan (asal sang agamawan tidak ikutan main politik) dsb dsb, sedang mereka sebetulnya khan cuma “jualan” seperti halnya para produser film “Nehik”. Mereka berdagang karena ada pasarnya, kalau pasarnya sudah tak ada tanpa disuruhpun mereka bubar sendiri kok. Begini simpelnya, jangan salahkan penjual peti mati atau kain kaffan, mereka itu bukan bad guy yg selalu berdoa agar kita cepetan mati, mereka jualan karena kita memang butuh produk mereka.

Lantas bagaimana dengan partai Agama yg menawarkan utopia berkedok religiousism tsb, dapatkah partai semacam itu yg hanya bermodalkan primordialism & sectarianism peroleh simpati masyarakat sehingga mereka tetap exis karena melewati electoral threshold ? Selama masyarakat masih mau menerima plasebo semacam itu mereka akan exis. Plasebo ? ya betul obat palsu (bohongan) yg memberi pasien perasaan sehat palsu. Partai kayak gitu akan selalu memberi harapan palsu, mereka adalah kaum PHP, kaum yg akan merubah masyarakat bhineka menjadi masyarakat fragmented extreme yg ujung-ujung cuma mengarah ke satu muara, yakni disintegration.

Mungkin pembaca bertanya begini “Memangnya ada partai yg punya niatan merubah Pancasila, merubah UUD45 dan seluruh Undang2 & Peraturan yg berlaku di Indonesia saat ini ?” Waduuuh nanya kok serem kayak gitu seh, penulis jadi bingung nikh, coba penulis tanya dulu pada sapi yg bergoyang … upps salah …rumput yg bergoyang maksud penulis.

Catatan Kecil Penulis,

Mohon maaf bagi pecinta film India, penulis sudah puluhan tahun tak ikuti perkembangan film India, mungkin saja film India saat ini sudah sangat bagus mengikuti prestasi saudara2nya di bidang IT, sekali lagi mohon maaf. Penulis tidak bermaksud offense, hanya numpang comot untuk ilustrasi semata.

Mohon kritik & saran dari para senior di atas, terima kasih sebelumnya.

Serpong, 13 Agustus 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun