Mohon tunggu...
Hengky Dwi Cahyo
Hengky Dwi Cahyo Mohon Tunggu... Buruh - Tukang Nyeting Server Dell, HP, Sophos, Fortigate, Mikrotik dan Networking

CEO Hens Automotive Services - Bengkel Spesialis Electronic & Engine Mercedes Benz www.tokoplakat.id

Selanjutnya

Tutup

Balap Pilihan

Pelajaran Gelaran F1 2020, Michael Schumacher Bukan Satu-satunya Kolektor Kemenangan 90+

12 Oktober 2020   16:32 Diperbarui: 12 Oktober 2020   16:45 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada pelajaran berharga dari gelaran F1 edisi 2020 jika melihat perjalanannya. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini selama ada usaha dan kerja keras.

Bahkan sampai saat ini saya belum terfikirkan bagaimana tiap tim mempersiapkan mampu mempersiapkan mobil F1 yang harganya sangat fantastis mahalnya di kisaran 10 -- 17 juta dollar untuk satu mobil saja dan gilanya mereka mempersiapkan mobil itu lebih dari satu mobil hanya untuk satu pembalap sedang di setiap tim ada 2 pembalap.

Tidak heran jika dana yang dibutuhkan tim F1 sangat besar belum lagi biaya riset, biaya gaji dan biaya lain-lain sedang situasi dunia sedang lesu dan banyak sponsor F1 pasti terdampak. Namun karena optimism dan usaha yang kuat akhirnya tim-tim F1 tetap mampu mengaspal dengan kondisi awal compang-camping.

Mungkin para kru tim juga bisa demo seperti belakangan ini menolak rencana FIA mengelar balapan yang digelar tanpa riuh tepuk tangan penonton namun mereka para insan yang tergabung dalam keluarga besar F1 tetap konsisten dan berusaha menerima dulu aturan yang mungkin sangat berat dan hasilnya mungkin jauh di atas ekspektasi mereka.

F1 dengan segala kontrovesinya tetap indah dilihat lewat layar kaca dan pundi-pundi pendapatan dari hak siar akan sangat lancer belum lagi penjualan merchandise tetap bisa dijual via online sehingga mereka tetap survive di kondisi sulit.

Dan F1 Edisi 2020 mengajarkan bahwa harus suka rela menerima aturan baru walau dirasa pahit dan tetap optimis menjalankan aturan tersebut sambil pelan-pelan di-review mana aturan yang kurang baik pelan-pelan diperbaiki sampai ditemukan formula terbaik. Tidak salah kalau mereka berani membranding dirinya the formula 1.

Bukan seperti para pakar Indonesia yang yang banyak omong di televisi yang biasa mengkritisi aturan yang kadang belum berjalan katanya setiap berbicara mesti pakai data biar tidak subyektif berarti mengkritisi sesuatu yang masih akan dijalankan itu sangat subyektif dong... pakar... pakar dagelan aja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun