Mohon tunggu...
Hengki Mau
Hengki Mau Mohon Tunggu... Teknisi - Membaca Manusia Sebagai Kisah

Pemburu Berita, Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perdagangan orang Marak di Belu

3 Maret 2023   08:06 Diperbarui: 3 Maret 2023   08:09 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kepada Kunigundis Lika, Wendelina menjanjikan Riana akan bekerja di toko atau salon di sebuah kawasan ibu kota. Bahkan, Wendelina mengatakan kalau sang ibu memiliki kebutuhan mendadak, pihaknya akan mengirim gaji Riana untuk membantu keperluan tersebut. Ada juga uang santunan untuk keluarga kalau tenaga kerja nantinya meninggal. Wendelina menyebutkan uang santunan yang dimaksud sebesar Rp 75 juta.

Bukan hanya itu, Wendelina mengatakan Riana sudah terdaftar di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Belu, sehingga tak bisa melarikan diri dari tempat kerjanya jika belakangan merasa tak cocok. Jika memaksa kabur, kata dia, pihak Dinas Tenaga Kerja dan polisi akan turun tangan. Sanksinya adalah denda. "(Semua) Ini yang membuat saya memberikan izin kepada anak untuk berangkat kerja di Jakarta," ujar Kunigundis Lika.

Mendengar Kunigundis Lika memberi izin bekerja untuk anaknya, Wendelina langsung mengajak Riana untuk pergi ke Atambua guna tanda tangan kontrak di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Belu. Karena kerabat mereka masih berduka, sang ibu melarang Riana pergi hari itu.

Barulah dua hari berikutnya Wendelina dan Oki menjemput Riana. Mereka menumpang mobil Avanza silver tanpa pelat nomor. Keduanya membawa Riana ke Atambua, sekitar 65 kilometer jaraknya dari desa tersebut. Sebelumnya, mereka menjemput terlebih dahulu calon tenaga kerja lain dari desa yang sama dengan Riana.

Riana bercerita, dari Atambua mereka berangkat ke Kupang. Di Atambua, mereka sempat menginap di rumah Oki. "Di rumah itu kami dilarang keluar dan berinteraksi dengan masyarakat," ujar Riana.

Setelah tiga hari di Atambua, mengurus persyaratan dan perjanjian kerja dengan perusahaan penyalur di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Belu, Riana berangkat ke Kota Kupang. "Di Kupang kami diberi pelatihan memasak, mengepel, dan mencuci," ujar Riana. Padahal, menurut dia, pekerjaan yang ditawarkan tidak ada urusannya dengan pelatihan tersebut.

Jakarta rupanya bukan tujuan akhir mereka. Sesampainya di Ibu Kota, Wendelina langsung membawa mereka ke Medan. Sampai di kota tersebut, mereka dijemput tiga orang utusan dari perusahaan penyalur.

Riana dan calon tenaga kerja lain menginap di rumah salah satu karyawan. Keesokan harinya Riana dijemput orang yang akan mempekerjakannya. "Saya dijemput majikan dan bekerja sebagai asisten rumah tangga. Sampai sekarang saya tidak tahu namanya dan alamat rumah majikan," ujar Riana.

Kabur dari Tempat Kerja

Beberapa hari setelah bekerja di Medan, Riana merasa pekerjaan yang digelutinya benar-benar tak sesuai harapan. Riana bercerita bahwa dia diantar oleh orang-orang perusahaan ke tempat majikannya malam hari, sehingga dia tak pernah tahu alamat rumah tersebut.

Di rumah itu, Riana mengaku mendapat perlakuan yang tidak baik oleh sang majikan. Misalnya, ketika majikannya pergi, mereka mengurung Riana di dalam rumah dengan mengunci pintu dari luar. Selama majikannya pergi, Riana diminta membersihkan dan melakukan pekerjaan rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun