Mohon tunggu...
Hengki Mau
Hengki Mau Mohon Tunggu... Teknisi - Membaca Manusia Sebagai Kisah

Pemburu Berita, Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setiap Pagi Subuh, Saya Sudah Berada di Kebun Sayur

20 Februari 2023   13:15 Diperbarui: 20 Februari 2023   13:17 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika mendengar shering dari bapak paru baya ini dalam hati saya berucap lagi sungguh berat beban yang dipikulnya, dengan bercucuran keringat ia harus berjualan sayur keliling untuk mendapatkan uang demi memenuhi semua kebutuhan dalam rumah tangganya dan membelikan semua permintaan dari anak-anaknya. 

Ya inilah realita hidup sekeras apapun hidup ini, kalau sudah menjadi orang tua, ayah dari anak-anak dan suami dari seorang isteri harus bekerja keras untuk mencari nafka demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Dalam lamunanku tiba-tiba bapak paru baya ini membuka pembicaraan lagi, " Saya sudah datang ke Atambua ini bersama isteri dan anak-anak sejak tahun 1999 saat pergolakan dan menetap di Lalosuk, ketika masih di Timor - timur saat ini Timor Leste saya mempunyai usaha kios dengan penghasilan yang lumayan besar, perhari itu barang jualan yang laku sekitar Rp. Lima sampai enam ratus ribu bahkan dihari -hari tertentu pemasukannya hingga Rp. Satu sampai dua juta rupiah", ungkap bapak paru baya ini dengan nada sedih,

Awal -awal tahun 2000 saya sempat buka usaha jualan kios di Lalosuk dengan sisa uang yang ada namun dalam perjalanan, usaha kios macet karena di jarah oleh orang tidak dikenal, barang jualan saya dibawah kabur, kerugian mencapai 20 jutaan, paginya saya melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian namun karena tidak kenal pelaku, prosesnya hanya disitu saja",

Dengan hati sedih bapak paru baya ini menceritakan semua yang ia alami terkait dengan laporannya ke pihak kepolisian. Lanjutnya " Saya sempat patah semangat dan hendak merantau ke Kalimantan, ataupun Malaysia namun hati saya berat oleh karena uang tidak cukup untuk pergi merantau, sehingga saya putuskan untuk berjualan sayur, waktu itu modalnya seratus ribu rupiah, dengan uang itu saya mulai berjualan sayur, sedikit demi sedikit saya kumpulkan dan yang saya pikirkan yang penting isteri dan anak-anak bisa makan dan bisa pake pakaian ", Ujar bapak paru baya ini.

Saya duduk disampingnya sambil mendengar semua cerita pengalaman hidup keluarganya, tanpa disadari saya terbawa dalam cerita bapak itu membuat lamunanku seolah menjadi salah satu pelaku dalam perjalanan pengalaman hidup sang bapak paru baya ini.

Sepertinya bapak paru baya ini ingin menyampaikan semua pengalaman hidup yang dialaminya, mungkin selama ini ia hendak menceritakan semua itu tetapi kepada siapa ia harus menceritakan semua hal yang ia dan keluarganya alami. Saya hanya mendengar dan terus mendengar apa yang disheringkannya, oleh karena bagi saya mendengar orang lain itu adalah menghargai orang yang berbicara dan apa yang dibicarakan orang itu menjadi pengalaman dalam merubah pola pikir kita untuk berusaha dan terus berusaha.

Tidak terasa sudah sekitar satu setengah jam kami duduk diatas kursi semen, bapak paru baya ini terus menceritakan apa yang dialaminya, Ia lanjut menceritakan pengalam menjual sayur, bahwa di hari baik dagangan sayurnya laku terjual namun hari-hari tertentu dagangan sayurnya tidak laku mungkin karena layu tersengat teriknya matahari membuat para pembeli tidak berminat.

" Adik biasanya sebelum matahari terbit sekitar jam 04.00 sampai jam 04.30 pagi saya sudah berada di kebun sayur untuk membeli sayur, setelah beli, dari kebun sayur itu saya mulai berjalan melewati pemukiman penduduk di seputaran Fatubenao, pasar lama, tenukiik, tenubot kuneru, nekafehan kemudian lanjut ke Toro bahkan sampai Umanen, dari sana kalau sayur belum habis terjual saya masih berjalan pulang menuju arah tulamalae, dan seputaran PLN, tatekiren, hingga kembali ke Lalosuk dengan berjalan kaki, kalau merasa cape saya sering duduk di tempat ini dan selama ini saya sendirian tidak perna ada yang datang seperti adik ini duduk dengan saya, bercerita dan mendengarkan saya, saya senang karena adik baik peduli dengan saya, adik inilah kami orang kecil mau mengadu kepada siapa, saat ini saya hanya berpikir saya harus terus bekerja demi isteri dan anak-anak untuk memenuhi permintaan mereka. Ceritanya lagi.

Hemmm......Ungkapan hati dan keterbukaan bapak paru baya ini membuat hati saya sedih, dan ingin sekali menanggung bersama beban berat yang ia jalani saat ini, namun saya juga hanya bisa membantu sebatas kemampuan saya yakni memberi semangat agar bapak ini tidak putus asa jalani saja. Mungkin saat pergolakan di Timor Leste bapak paru baya ini mengungsi ke Belu untuk menyelamatkan keluarganya dan mendapat perhatian dan perlindungan dari pemerintah, namun yang dialami bersama isteri dan anak-anaknya sungguh sangat memperihatinkan.

Tanpa disadari hari sudah senjah matahari sudah mulai terbenam melintasi bukit lidak, bapak paru baya ini masih semangat bercerita, tidak ingin melukai hatinya saya membuka pembicaraan menanyakan namanya " minta maaf bapak nama siapa" tanya saya, o... saya nama Jose jawabnya, saya Hengki sepintas perkenalan dengan bapak paru baya itu, waktu itu juga bapak Jose berpamitan " Adik saya pulang dulu ke Lalosuk soalnya isteri dan anak-anak menunggu di rumah", bapak Jose pamit sambil mengambil lalepaknya pergi meninggalkan tempat di mana kami duduk bercerita, saya hanya melihat dan terus melihat kepergian bapak paru baya ini menghilang dalam pandanganku, ingin rasanya terus mendengar apa yang diceritakan olehnya namun karena isteri dan anak-anaknya menunggu di rumah ia harus beranjak pergi, ingin mengantar kerumahnya namun dari rumah sore tadi saya tidak membawa kendaraan oleh karena ke alun - alun lapangan umum ini saya hendak berolahraga. Selamat jalan bapak Jose sampai ketemu di lain waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun