Penurunan nilai tukar rupiah dibanding mata uang lain serta naiknya tingkat inflasi merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menilai kondisi perekonomian Indonesia yang sedang terkendala.Â
Berdasarkan data perdagangan tanggal 14 April 2020 tercatat nilai rupiah dibanding dollar AS Rp15.720,- (sumber: cnbcindonesia.com). Jika dibanding pada bulan sebelumnya di tanggal 27 Februari 2020 tercatat nilai tukar rupiah berada  di angka Rp14.025,- per dollar AS.Â
Meskipun tidak langsung dapat dikaitkan dengan Covid-19, namun pelemahan rumah terjadi berbarengan dengan teridentifikasinya kasus Covid-19 di Indonesia.Â
Untuk pelemahan rupiah dibanding mata uang asih sebenarnya kita tidak perlu risau karena pemerintah memiliki instrumen berupa kebijakan salah satunya adalah kebijakan makroprudensial.
Kebijakan makropudensial  diartikan sebagai  segala upaya yang dilaksanakan guna menjaga stabiltas sistem keuangan melalui pemantauan potensi risiko sistemik. Kebijakan makroprudensial menggunakan perspektif perekonomian dari segi makro (umum). Hal tersebut terlihat dari indikator kebijakan makroprudensial, sebagai berikut:
- pertumbuhan ekonomi;
- balance of payment;
- tingka inflasi;
- suku bunga;
- nilai tukar;
- efek menular (sumber: UNAIR diakses: 10/04/2020)
Sasaran dari kebijakan makroprudensial adalah stabilitas sistem keuangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik rumah tangga ataupun perusahaan.Â
Stabilitas sistem keuanga tercermin dari kemampuan lembaga keuangan dalam mengelola sirkulasi keuangan yang selanjutnya mempengaruhi nilai tukar rupiah di dalam negeri (tingkat inflasi) serta luar negeri (kurs mata uang).
Namun dari pada sekedar percaya, kita juga dapat berperan untuk turut menjaga Rupiah. Kita perlu menyadari bahwa kita adalah pengguna rupiah sehingga sudah seharusnya kita ikut menjaga karena rupiah esok hari ditentukan oleh perilaku kita hari ini.
 Namun, bagaimana cara kita berperan dalam menjaga rupiah?
Kita dapat berperan dengan cara bersikap cerdas terhadap setiap informasi yang diperoleh. Saat ini diperlukan sikap cerdas karena sulit dibedakan antara kebenaran dengan hoax dalam masa penanggulangan Covid-19.Â
Hal tersebut dikarenakan cepat dan banyaknya informasi yang tersebar terutama berkaitan dengan hal-hal buru/ negatif. Tanpa sikap cerdas, tentu akan berdampak pada timbulnya keresahan di tengah masyarakat yang mengakibatkan perilaku, diantaranya: Panic buying kebutuhan dasar, penarikan simpanan di bank secara besar-besaran (rush), bertransaksi spekulasi sekedar mencari keuntungan pribadi, melakukan panic selling atau panic redeeming terhadap produk-produk investasi merupakan tindakan reaktif sebagai akibat dari keresahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat.Â
Jika itu sudah terjadi, maka imbasnya adalah nilai tukar rupiah yang tidak terkendali bahkan tidak menutup kemungkinan dapat menjadi risiko sistemik yang memicu terjadinya krisis keuangan.
1. memahami informasi yang diperoleh secara utuh tidak sebagian saja;
2. menguji kebenaran dengan membadingan informasi dari berbagai sumber;Â
3. mempertimbangkan dengan matang atas setiap tindakan yang diambil termasuk dalam berbagi informasi.
Sikap cerdas adalah cara termudah kita untuk turut menjaga Rupiah. Meskipun peran sederhana, akan tetapi apabila kita semua masyarakat Indonesia dapat menerapkan, maka dampaknya akan signifikan untuk menjaga nilai tukar Rupiah tetap terkendali dan menjauhkan ancaman krisis.Â
Selain sikap cerdas, mentaati himbauan pemerintah untuk tetap dirumah dan menjaga kebersihan menjadi hal yang wajib diterapkan karena menjaga nilai tukar Rupiah dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 adalah sasaran yang merupakan satu kesatuan.
Akhir kata, semoga kita semua senantiasa diberikan nikmat kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H