Kondisi perekonomian saat ini sudah lebih baik di banding 2 dekade kebelakang. Di tahun 1998 an kondisi perekonomian Indonesia sempat terpuruk diguncang oleh krisis keuangan. Kebangkrutan perusahaan, PHK masal serta berbagai bentuk kerugian lainnya menjadi akibat yang harus ditanggung oleh Indonesia.Â
Keterpurukan perekonomian Indonesia dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi yang terus mengalami perlambatan bahkan mengalami kontradiksi, sebagai berikut: Quartal 3 - 1997: 3,4%; Quartal 4 - 1997: 0%; Quartal 1 - 1998: -7,9%; Quartal 2 - 1998: 16,5 % ; Quartal 3 - 1998: 17,9 % (dirujuk dari data BPS). Selain itu keterpurakan perekonomian Indonesia juga terlihat dari Pendapatan per Kapita yang terus mengalami penurunan dengan rincian, sebagai berikut: 1996: 1.155 dolar/ perkapitan; 1997: 1.088/ perkapiuta; 610 dolar/ perkapita (dirujuk dari situs detik.com). Kondisi tersebut di perparah dengan tingkat inflasi tercatat pada bulan Agustus 1998 tingkat inflasi mencapai angka 54,4% sudah tentu kondisi saat itu sangat sulit daam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Testimoni betapa sulitnya kondisi di waktu itu dikisahkan oleh Wawan seorang pekerja Otomotif di Cikarang yang harus terkena PHK akibat krisis tersebut. Kisah lain disampaikan oleh Pambudi yang menyaksikan rekan kerja yang terkena PHK mengalami stress. Tentu bisa dibayangkan betapa sulit waktu itu, kemapanan ekonomi yang berhasil di capai hilang begitu saja (dirujuk dari situs: merdeka.com).Â
Saat ini jejak dari krisis 1998 hampir sudah ditemui lagi, perekomian Indonesia tercatat terus mengalami pertumbuhan bahkan terdapat prediksi bahwa Indonesia akan menjadi salah satu dari raksasa perekonomian dunia. Saat ini rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun 2014 s/d 2018 berada kisaran 4,5 - 5 %. Selain itu tercatat tingkat inflasi berada pada angka di bawah 4%. Tidak hanya secara statistik pertumbuhan dan stabilitas perekonomian dapat dirasakan dari kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut menunjukan bahwa masyarakat Indonesia telah mengalami peningkatan kesejahteraan.
Jika ada pertanyaan, apakah ancaman krisis keuangan itu masih ada?
Tentu jawabannya adalah masih ada. Namun, tidak semua dari kita menyadari hal tersebut. Hal tersebut karena kondisi perekonomian yang cenderung stabil dan terus mengalami pertumbuhan. Tentu jika kita tengok kondisi perekonomian Indonesia sebelum krisis 1997 menunjukan adanya stabilitas dan pertumbuhan. Kondisi berubah dengan singkat dimulai dari nilai tukar rupiah yang anjlok, kebangkrutan perusahaan serta PHK masal serta laju inflasi yang sempat mencapai angka 54,5%. Jadi kondisi perekonomian yang stabil dan terus bertumbuh saat ini tidaklah dapat dijadikan pegangan untuk menyakinkan bahwa ancaman krisis itu ada dan dekat dengan kita.
Apa yang bisa kita lakukan terhadap ancaman krisis?Â
Pertama, kita harus memperkaya pengetahuan tentang krisis keuangan termasuk didalamnya terkait stabilitas sistem keuangan. Belajar dari peristiwa krisis keuangan 1998 dimana masyarakat yang tidak terlibat langsung dengan kegiatan perekonomian ataupun masyarakat yang tidak tahu apa-apa terkait hal tersebut ikut merasakan dampaknya, maka dari itu mau tidak mau kita harus memperkaya pengetahuan terkait hal tersebut supaya kita tahu dan menjadi lebih waspada untuk ikut mencegah ataupun menghadapi hal tersebut. Tentu  tidak harus tahu semuanya, akan tetapi setidaknya kita harus tahu tentang pemicu, proses serta penangulangan krisis secara umum. Tidak ketinggalan kita juga harus selalu update informasi perekonomian terkni. Untuk memperoleh pengetahuan dan informasi terkait sebenarnya tidak sulit karena salah satunya dapat di akses melalui sistus Bank Indonesia dengan tautan sebagai berikut (Klik BI).
Video tersebut sangat mudah dipahami oleh semua kalangan karena mengilustrasikan krisis keuangan (instabilitas sistem keuangan) sepertihalnya lalu-lintas kendaraan di jalan raya.
Pengetahuan terkait krisis keuangan termasuk penanggulangan berupa kebijakan stabilitas sistem keuangan sangat penting bagi kita. Hal tersebut bertujuan agar kita tidak mudah termakan hoax (kabar bohong). Hoax ataupun simpang siur informasi merupakan salah satu hambatan terbesar dari pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia dan fungsi terkait dalam pelaksanaan kebiajakan stabilitas sistem keuangan. Hal tersebut pernah terjadi di 1998 ketika informasi simpang siur mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap Bank dampaknyapun adalah terjadinya rush money sehingga bank mengalami krisis likuiditas yang semakin memperparah kondisi perekonomian saat itu. Jadi yang akan kita peroleh dengan memperkaya pengetahuan dan informasi tentang kebijakan stabilitas sistem keuangan adalah kita tidak akan mudah terkena hoax (kabar bohong).
Kedua, kita harus menyadari posisi kita sebagai rumah tangga dalam sistem keuangan. Itu artinya kita adalah pelaku (subyek) yang akan menentukan seberapa kokoh atau rapuhnya sistem keuangan tersebut. Kita harus bijak dalam penggunaan produk keuangan baik berasal Bank ataupun Lembaga Keuangan Bukan Bank. Sebisa mungkin kita menggunakan produk lembaga keuangan yang telah terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berikut ilustrasi berupa video terkait dampaknya.