Tentang kejujuran dan akhlak Cyrus, sejarawan menulis sebagai berikut, yang tersebut dalam buku “Historian’s History of the World”:
“Pada suatu kali saya renungkan fitrat manusia; akhirnya saya sampai pada suatu kesimpulan yaitu, manusia, oleh sifatnya, mudah menguasai hewan-hewan lain, tetapi tidaklah mudah baginya memerintah manusia. Saya lihat banyak orang besar yang di rumahnya punya sedikit atau banyak pembantu atau pelayan, tetapi terhadap para pelayan ini pun mereka tidak bisa berkuasa sepenuhnya. Dari sini timbul pikiran saya, mungkin tidak seorang pun manusia dapat memerintah manusia lain. Untuk menguasai hewan-hewan lain kita banyak lihat orang-orang bisa melakukannya. Namun, selagi saya berpikir demikian, teringat pada saya Raja Cyrus, yang karenanya saya terpaksa mengubah pendirian saya tadi.
Sekarang saya berkata, memerintah atas manusia pun bukanlah suatu pekerjaan sukar. Saya lihat banyak orang yang atas kemauannya sendiri memilih tinggal di bawah kekuasaan Cyrus, padahal sebagiannya tinggal sejauh 2 bulan perjalanan dari Cyrus, sebagian lagi sejauh perjalanan 4 bulan, bahkan ada yang belum bertemu dengan Cyrus, atau sama sekali tidak punya harapan untuk bertemu dengan Cyrus karena jauhnya…
Cyrus telah dapat menanamkan dalam hati orang bahwa dia sayang kepada mereka, dan mereka mau agar Cyrus selamanya memerintah atas mereka. Dia banyak sekali memerintah atas bermacam suku bangsa, yang sukar sekali dihitung. Pemerintahannya meluas dari Timur ke Barat…
Jika yang dikatakan “kebesaran” itu adalah berperang untuk keadilan, dan bersedia mengorbankan jiwa untuk itu, maka Cyrus adalah seorang raja yang besar…
Dia tidak pernah berbuat untuk kepentingan dirinya sendiri. Ketika pemerintah Media, pemerintah Babylonia dan pemerintah Mesir semua sepakat melawan dia, dia terpaksa mengangkat senjata untuk membela diri. Lebih dari itu, Cyrus adalah semata-mata rahmat dan belas kasihan. Di atas tamengnya tidak pernah tertumpah darah yang tidak wajar. Dari tangannya tidak pernah terjadi kezaliman atau pembalasan dendam yang mengerikan.
Dia tidak pernah membakar kota seperti raja Macedonia, tidak pernah memotong tangan dan kaki raja-raja yang dikalahkannya seperti yang sering dilakukan oleh raja-raja yang menang di zaman itu, dia tidak pernah menyeret tawanan-tawanan di atas tembok-tembok kota seperti dikerjakan oleh raja-raja Yahudi, dan tidak pernah menggantung raja-raja yang ditaklukkannya seperti perbuatan raja-raja Romawi, dan tidak pula seperti perbuatan tuhan yang gila dari bangsa Yunani, Alexander the Great yang senang sekali menumpahkan darah. Benar dia seorang Asia, tetapi termasuk dalam golongan orang-orang yang telah menjadi jauh sebelum masa lahirnya.
Dia orang yang sangat lemah lembut hatinya dibandingkan dengan orang lain. Dia jauh lebih maju daripada adat istiadat dan tradisi kaumnya. Kemajuan terakhir yang akan dicapai oleh keturunan manusia di masa yang akan datang, dia berdiri di atasnya. Kerajaannya yang besar didasarkan pada tujuan memajukan daerah-daerah yang ditaklukkannya, dan memberikan hak yang sama kepada mereka. Kota Tyre yang baru menyerah kepada raja Nebukhadnezar dan kepada Alexander the Great sesudah mengalami pengepungan yang amat dahsyat, telah membukakan pintu kotanya dengan kemauan sendiri ketika Cyrus datang ke sana…
Lebih hebatnya, bangsa Yahudi yang kecil itu telah menyambut kedatangannya di tepi sungai Babylon dengan begitu meriah, yang seperti itu belum pernah dilakukan mereka terhadap penyambutan seorang manusia yang fana ini…
Dia bukan dijadikan oleh zamannya, tetapi dialah yang menjadikan zaman itu dan sebagai bapaknya. Dalam sejarah dunia dia seorang raja yang tidak ada tolok bandingannya.”