Masih seputar Pemilu
Tahapan pendaftaran, verifikasi dan penetapan parpol peserta Pemilu Tahun 2024 sedang berlangsung saat ini sampai dengan tanggal 14 Desember 2022 berdasarkan PKPU Nomor 4 Tahun 2022 yaitu dengan adanya penetapan parpol peserta Pemilu Tahun 2024.
Sebelum dikeluarkannya penetapan oleh KPU itu, parpol masih harus berkutat dengan membenahi data keanggotaan dan pengurusnya karena akan ada masa perbaikan dokumen yang mana parpol harus kembali memenuhi kekurangan dokumen yang ada supaya anggotanya tidak menjadi TMS.Â
Jika akhirnya banyak anggota yang TMS, syarat jumlah minimal keanggotaan tidak terpenuhi, jumlah keterwakilan 30% perempuan tidak terpenuhi, dan dalam verifikasi faktual banyak yang tidak dapat ditemui, maka dapat dipastikan parpol tidak akan lolos di suatu dapil atau lebih parah dari itu maka tidak dapat turut serta dalam Pemilu 2024 di suatu daerah.
Pada pokoknya keanggotaan parpol ini sifatnya sangat penting sehingga tidak mengherankan apabila parpol sangat gencar mencari atau menambah jumlah anggotanya di daerah. Terutama bagi parpol-parpol baru yang ikut dalam kontestasi Pemilu 2024, mereka harus mencari jumlah anggota dan bersaing dengan parpol baru lainnya.
Bawaslu di seluruh wilayah Indonesia telah membuka Posko Aduan Masyarakat. Posko aduan ini dibuat dengan tujuan agar setiap masyarakat yang namanya dicatut sebagai anggota atau pengurus partai politik dapat melaporkan perihal pencatutan namanya tersebut. Tentunya pengaduan itu dikarenakan orang yang bersangkutan keberatan karena namanya dicatut oleh parpol.
KPU telah menyediakan akses bagi masyarakat yang ingin tahu apakah data dirinya dicatut oleh partai politik atau tidak melalui link https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilu/Cari_nik . Melalui tulisan ini juga penulis menghimbau kepada pembaca untuk mengecek identitas diri pada link yang penulis bagikan.Â
Apabila nanti data diri pembaca ternyata terdaftar dalam Sipol dan dicatut oleh parpol namun pembaca secara pribadi tidak pernah mendaftarkan diri menjadi anggota parpol dan pembaca keberatan maka pembaca dapat langsung datang ke kantor Bawaslu untuk melaporkan hal ini.
Masyarakat yang menyampaikan pengaduan harus melampirkan identitas kependudukan, bukti yang mendasari atau memperkuat aduannya dan uraian mengenai penjelasan objek masalah yang dilaporkan. Tapi tenang saja, silahkan masyarakat datang ke Bawaslu dan nanti masyarakat akan dilayani oleh petugas yang ada.
Sekilas saja, pencatutan nama ini mungkin dampaknya tidak terlalu dirasakan apabila orang yang namanya dicatut berprofesi di sektor nonformal.Â
Namun ketika orang yang dicatut namanya adalah seorang ASN, anggota TNI/Polri, kepala desa, perangkat desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Program Keluarga Harapan (PKH), Tenaga Pendamping Profesional Desa (TPP), mereka yang bekerja di BUMN/ BUMD, dan penyelenggara Pemilu, maka hal ini akan sangat serius.Â
Sanksi dapat diberikan kepada mereka yang berprofesi atau bekerja pada instansi di atas, karena ada larangan tidak boleh menjadi anggota atau pengurus partai politik.
Keberatan dari anggota masyarakat yang namanya dicatut juga tidak semata-mata karena alasan profesi yang tidak memperbolehkan, namun ada juga alasan sosial. Persepsi dan perlakuan masyarakat mungkin akan berbeda kepada dirinya ketika mengetahui namanya terdaftar sebagai anggota partai politik tertentu. Orang tersebut telah dilabeli dengan sebutan petugas partai.
Untuk itulah bagi masyarakat yang keberatan dengan pencatutan nama yang dilakukan oleh partai politik, penulis menghimbau untuk mengadukannya ke kantor Bawaslu terdekat.
Kembali kepada topik, ternyata soal pencatutan nama oleh parpol ini tidak hanya menyasar kepada masyarakat awam, mereka yang bekerja sebagai ASN dan penyelenggara Pemilu pun ada yang namanya dicatut oleh parpol menjadi anggotanya. Bahkan di tempat penulis tinggal, Kabag Hukum KPU namanya dicatut oleh parpol. dan di kabupaten lain yang masih satu provinsi dengan Penulis, ketua KPU nya dicatut parpol.
Ketika nama dicatut oleh parpol, KPU akan melakukan pemanggilan kepada LO Parpol terkait dan anggota masyarakat yang keberatan tadi untuk diklarifikasi dan menandatangani surat pernyataan. Namun KPU di daerah tidak menjamin bahwa nama orang yang bersakutan akan dihapus si Sipol, melainkan meminta orang tersebut untuk menunggu saja karena yang diberikan akses untuk menghapus nama orang itu ada di KPU RI.
Sudah diklarifikasi pun belum tentu nama itu dihapus di Sipol. Ya kalau mau melamar satu pekerjaan atau jabatan tertentu mungkin orang itu dapat menjelaskan dan memberikan dasar hukum lewat surat pernyataan yang dikeluarkan oleh KPU bahwa dirinya bukan anggota parpol. Sampai di sini apakah dapat dikatakan rugi?
Seandainya kalau pihak pemberi kerja atau lembaga yang membuka rekrutmen untuk jabatan tertentu itu tidak mempertimbangkan surat pernyataan yang dikeluarkan KPU bagaimana? Sampai di sini apakah dapat dikatakan rugi?
Nyatanya LO parpol yang hadir dalam klarifikasi hanya dapat meminta maaf kepada orang yang namanya dicatut tersebut. Seandainya ada banyak nama orang yang dicatut oleh parpol, responnya juga sama yaitu minta maaf.
Permintaan maaf ini menurut hemat penulis tidaklah cukup. Harus ada satu sanksi yang dapat diberikan kepada parpol yang telah mencatut nama anggota masyarakat secara sembarangan. Ya kalau yang dicatut hanya 2-5 orang, tapi kalau yang dicatut itu ratusan nama? Bukankah yang repot adalah penyelenggara yang harus menghadirkan orang-orang tersebut, sementara parpol hanya minta maaf.
Ketika orang yang profesinya sebagai ASN, anggota TNI/Polri atau penyelenggara namanya dicatut, respon masyarakat menjadi tidak biasa. Menjadi repot juga karena harus ke Bawaslu, ke KPU untuk melakukan klarifikasi untuk hal yang sebenarnya dirinya tidak tahu.
Pencatutan nama ini apakah disengaja untuk memenuhi syarat jumlah minimal? Seharusnya parpol ketika merekrut seseorang perlu bertanya, apakah berminat bergabung? Pekerjaannya apa, statusnya apa, dan riwayat organisasi dan politiknya bagaimana.
Penulis juga menghimbau kepada pembaca untuk tidak sembarangan memberikan identitas diri kepada orang lain, khawatir disalahgunakan. Memberikan data kepada instansi yang resmi saja data masih bisa bocor apalagi memberikan data ke orang yang tidak jelas.
Sekali lagi penulis mengharapkan agar ada sanksi hukum yang dapat diberikan kepada parpol. perlunya sanksi hukum ini dapat dijadikan trigger dan menjadi contoh bagi kabupaten/ kota atau daerah yang lain. pelajaran untuk parpol supaya jangan asal mencatut nama orang. Sudah mencatut nama orang, ngerepotin orang, lalu minta maaf, selesai di situ. Enak saja.
Salam Pemilu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H