Kembali kepada pernyataan narasumber di atas, penulis ingin katakan bahwa dampak kepemimpinan itu tidak dapat diukur dari sisi waktunya, yang bisa diukur adalah nilai anggarannya-apakah itu dampak positif atau negatif.
Dari sisi anggaran misalnya, berapa triliun kerugian negara atau berapa triliun keuntungan negara, besaran anggaran ini sifatnya terukur. Syukur kalau untung, tapi kalau rugi? Kalau rutinya besar, maka butuh berapa tahun untuk mengembalikan kwrugian itu?Â
Sebagai pembanding saja, sisi anggaran siifatnya terukur tidak seperti sisi waktu yang tidak bisa terukur sampai berapa lama dampak itu akan terjadi.
Penulis hanya mengambil dua contoh dalam tulisan singkat ini. Inti dari apa yang penulis ingin sampaikan adalah jangan menyebar narasi bahwa ketika salah memilih pemimpin maka dampaknya adalah lima tahun. Berhentilah menyebarkan narasi semacam ini!
Masyarakat bisa rusak bila dapat pemimpin yang rasis, diskriminatif, manipulatif, dan koruptif. Besarlah kerugian dari sisi anggaran, dan besar pula kerugian dari sisi kehidupan bermasyarakat.Â
Kalau penulis menilai, narasumber yang sering menyampaikan narasi semacam ini karena mereka terlalu menyepelekan dampak.
Di akhir tulisan ini, penulis mengajak setiap pembaca untuk mari sikapi momen pemilu ini dengan serius. Tidak perlu sampai harus jadi ahli politik, minimal menjadi anggota masyarakat yang bisa memantau situasi, menyaring informasi, tidak termakan dengan narasi-narasi yang bersifat SARA dan jadi pemilih yang cerdas.
Kalau hanya lima tahun, memangnya mau dikerjain selama lima tahun? Orang kalau cerdas mana mau dikerjain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H