Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Salah Memilih Dalam Pemilu Dampaknya Bukan Lima Tahun

28 Juli 2022   11:51 Diperbarui: 28 Juli 2022   12:12 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Para pembaca sekalian, tanpa terasa kita sudah akan mengadakan Pemilu lagi. Perlu penulis informasikan bahwa KPU sudah merilis jadwal dan tahapan Pemilu tahun 2024 dengan PKPU Nomor 2 Tahun 2022 yang mana hari pemungutan suara itu jatuh pada tanggal 14 Februari 2024.

Pada tanggal 1 Agustus 2022 mendatang, kita sudah masuk dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta pemilu. Tahapan ini mengawali kerja panjang dari pesta demokrasi tahun 2024.

Kepada pembaca yang berencana mendaftarkan diri menjadi calon pejabat politik penulis harap memperhatikan semua persyaratan pencalonan dengan serius, dan semoga segala urusannya berhasil. Kepada KPU, Bawaslu dan DKPP selamat bertugas dan mengawal jalannya pesta demokrasi di tanah air.

***

Dalam banyak kegiatan sosialisasi kepemiluan yang penulis ikuti, penulis sering mendengar kalimat dari narasumber, "Bapak ibu, pilihlah pemimpin yang amanah dan bisa bekerja untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Jika bapak ibu salah memilih, maka dampaknya adalah lima tahun ke depan".

Pemimpin yang dimaksud oleh narasumber adalah pemimpin/pejabat politik seperti presiden, anggota DPR, anggota DPD, Gubernur, Bupati atau Walikota.

Dari pernyataan narasumber di atas, penulis tidak setuju dengan pernyataan "jika salah memilih maka dampaknya adalah lima tahun ke depan." Pertanyaannya apakah benar demikian? Apakah ketika masyarakat salah memilih itu dampaknya adalah lima tahun?

Fakta mengungkapkan bahwa dampak kepemimpinan politik seseorang itu tidak bisa diukur dari sisi waktu. Kita ambil contoh dari sisi kebijakan, sampai hari ini masih ada dampak buruk dari kebijakan politik yang dibuat oleh pejabat kita tiga puluh tahun yang lalu yang masih dirasakan. Pejabat yang membuatnya pun sudah lama meninggal lama.

Contohnya masalah larangan ideologi komunis. Kebijakan yang dibuat lama sekali pada rezim Presiden Soeharto, tapi dampaknya sampai hari ini masih dirasakan oleh etnis Tionghoa. Apakah dampaknya 5 tahun? Harusnya jika Presiden Soeharto lengser di tahun 1998, maka di tahun 2003 sudah tidak ada lagi dampaknya. Namun sampai tahun 2022 dampak kebijakan itu masih dirasakan. Diskriminasi!

Sedangkan dari sisi anggaran, misalnya pejabat itu melakukan korupsi. Contoh kasus Hambalang, dari tahun berapa itu? Sampai sekarang masih berdampak kan? Sekarang sudah tahun 2022, kejadiannya lebih dari sepuluh tahun yang lalu dan narapidananya pun sudah bebas dari masa hukuman di penjara.

Korupsi merupakan masalah serius, satu tindakan korupsi dapat berdampak panjang. Pejabat yang korupsi memicu terjadinya kemiskinan struktural yang menyebabkan masyarakat ada dalam sistem yang tidak adil, aturan yang tidak adil dan terjebak dalam kemiskinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun