Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Bawaslu, Pemilu, dan Konflik Internal

4 Desember 2019   15:22 Diperbarui: 4 Desember 2019   15:39 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
makassar.tribunnews.com

Jadi yang harus dibela itu siapa? Sebenarnya sederhana, yang dibela adalah kepentingan lembaga, bukan kepentingan si anu. Idealisme ini bagaimanapun harus dijunjung tinggi, namun di satu sisi selalu ada pengaruh dari orang-orang atasan yang mengkampanyekan sara. Dikatakanlah si anu dan si anu yang lain itu punya agenda, kaum mereka itu tidak baik, kamu harus membela kepentingan kaum kita, bila tidak maka orang kita akan tergerus di dalam, lama-lama orang mereka yang berkuasa, saya tidak ingin lembaga ini dikuasai oleh mereka.

"Selagi saya tidak mengganggu kau, kamu jangan mengganggu saya, nanti saya buka kedok kamu, baru kamu tahu rasa." Apakah petinggi-petinggi di lembaga seperti ini? kita masyarakat yang tidak masuk dalam dunia pemerintahan masih optimis mengganggap mereka bersih, namun siapa sangka di dalam mereka ternyata serigala. Masing-masing berprinsip jangan saling mengganggu, itu ada apa? Mengganggu untuk kepentingannya?

Kisruh di tingkat kabupaten/kota pasti melibatkan provinsi. Provinsi turut ambil andil dalam masalah-masalah ini dan mungkin juga pusat ada bermain. Tidak mungkin bawahan berani nakal bila atasan tidak nakal. Lengkap sudah.

Saling hujat dan saling menghakimi dari dalam. Memang penulis akui kelompok yang satu ada kebenarannya bila berbicara satu topik namun kelompok yang satunya lagi juga ada kebenarannya. Tinggal bagaimana topik yang menjadi masalah saja yang perlu diforumkan. Penulis menilai harus ada kejujuran di masing-masing pihak, namun tetap saja yang namanya pencuri mana ada yang mau jujur, semua akan diam dan kalau bicara pun akan membelokkan makna.

Setelah mendengar berbagai cerita dan mengalami sendiri kondisi sebenarnya, penulis pesimis karena tidak ada satupun lembaga yang di dalamnya tidak ada oknum yang bermain dan berkepentingan. Unsur sara masih keruh dan kalau diumpamakan itu ibarat asap yang keluar dari gambut, tinggal ditiup maka apinya akan muncul.

Masih perlukah kita percaya kepada lembaga publik pemerintah khususnya Bawaslu? Ketika rekrutmen tidak berjalan dengan jujur, ketika bertugas ternyata ada oknum yang membawa kepentingan kelompok tertentu, ketika pleno untuk menentukan ketua juga tidak berdasarkan asas martabat dan sebagainya?

Bawaslu mendapatkan beberapa penghargaan dalam Pemilu 2019. Saat ini sedang mengawasi Pilkada dan di tahun 2024 akan mengawasi pilpres, pemilu dan pilkada serentak akbar. Membanggakan. Penulis bangga dengan apa yang dikerjakan lembaga ini, banyak yang bagus dan membantu masyarakat, namun penulis tidak bangga pada oknum-oknumnya dalam beberapa hal.

Ya, mungkin kita sebagai masyarakat awam cukuplah menyaksikan semua hal yang kelihatan saja. Sepanjang itu baik ya biarkan, jika itu buruk ya tegur. Yang tidak terlihat ya bukan urusan kita. Kita yang ada di dalam bila posisinya hanya bawahan maka kerja kerja kerja saja, urusan permainan itu bukan bagian kita tapi bagian mereka yang di atas. Begitukah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun