Sampai saat ini, skripsi masih menjadi satu momok menakutkan bagi mahasiswa. Skripsi ibarat penjajah yang menjajah sebagian besar mahasiswa di Indonesia.Â
Mahasiswa terjajah di kampus hingga bertahun-tahun dan berusaha untuk lepas dari penjajahan skripsi. Sebegitu bodoh kah mahasiswa yang dimaksud penulis ini? Atau mereka yang tidak berjuang untuk lepas dari penjajahan? Mengingat penjajah selalu memanfaatkan sisi terlemah oknum yang dijajahnya.
Di beberapa tempat, mahasiswa tingkat akhir yang tidak kunjung selesai kuliahnya selalu berkutat dengan pertanyaan "Ada judul dak bro?" Dari kalimat itu, kita yang mendengarnya pasti akan langsung tahu bahwa si teman yang tidak selesai-selesai kuliahnya ini tidak memiliki judul untuk digarap dalam penelitiannya.
Mahasiswa Tingkat Akhir dan Problem Mencari Judul Skripsi
Akar masalah sesungguhnya dari pertanyaan mahasiswa di atas adalah dia tidak memiliki sense of knowing atau rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu seharusnya sudah tertanam kokoh ketika seseorang duduk di bangku SMA, sehingga ketika menjadi mahasiswa, ia bisa mengeksplorasi suatu hal lebih mendalam.Â
Nyatanya anak yang baru lulus SMA lebih banyak bertanya "Kuliah jurusan apa ya yang bagus?" Mereka masih berkutat dalam hal memilih jurusan karena begitu membingungkan.
Mencari judul skripsi juga sama membingungkannya dengan masalah anak yang baru lulus dari SMA di atas. Karena judul hanyalah sebual label. Kelahiran judul dipengaruhi oleh isi dari skripsi itu sendiri.
Mengapa sulit mencari judul skripsi? Karena yang seharusnya dicari bukanlah judul melainkan masalah. Dengan memikirkan masalah, didapatilah judul. Untuk mencari masalah, kita harus memiliki sense of knowing atau rasa ingin tahu.
Penulis merasa aneh ketika seorang mahasiswa masih bertanya tentang masalah yang mau diangkat dalam skripsinya, sedangkan kita hidup di zaman informasi yang tidak terbendung. Informasi apa pun ada dan tersedia, dapat diakses hanya dalam genggaman.Â
Selain informasi, tiap hari kita bersenggolan langsung dengan berbagai masalah di sekitar. Masakkan hidup bertahun-tahun sebagai seorang dewasa tidak melihat permasalahan yang ada di sekitar?
Betapa apatisnya mahasiswa seperti ini. Seharusnya kuliah tiga tahun sudah melihat banyak sekali masalah yang terjadi di sekitar. Nyatalah bahwa mahasiswa-mahasiswa ini tidak memiliki rasa ingin tahu atau masa bodoh saja. Sifat tidak mau tahu inilah yang merusak generasi muda kita.
Sama seperti menulis tulisan ini, penulis berangkat dari problem dan bukan judul. Karena permasalah ini amat menggelisahkan penulis maka penulis mencari tahu apa yang sesungguhnya terjadi, dan rasa ingin tahu adalah masalahnya.Â
Bukan literatur yang kurang, karena perpustakaan sudah banyak sekali, jurnal, artikel, opini bisa diakses lewat internet kapan pun, di mana pun dan itu murah meriah.
Saran perbaikan ke depan, mulailah peka, mulailah kritis dengan apa yang terjadi di sekeliling kita. Mulailah berpikir apa yang terjadi dan mengapa hal itu seharusnya tidak boleh terjadi.Â
Masalah pendidikan, kesehatan, hukum, narkotika, lingkungan hidup dan banyak lagi masalah yang perlu dicari tahu. Mulai dari hal yang sederhana saja, tidak perlu yang terlampau rumit.
Milikilah sense of knowing (rasa ingin tahu) yang tinggi. Jika masih bingung apa itu 'rasa ingin tahu', bahasa gaulnya itu 'kepo'. Jika kepo pun masih tidak tahu, bunuh diri saja sana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H