Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Video Conference, Alternatif Menghemat Anggaran Perjalanan Dinas

21 Oktober 2019   10:37 Diperbarui: 23 Oktober 2019   17:58 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fasilitas Video Converence (Sumber: www.videocall.cz)

Sebagian besar orang melakukan perjalanan dinas berarti dibina atau membina, tergantung siapa yang melakukan perjalanan dinas. Bagi mereka yang suka akan pembinaan, perjalanan dinas hanyalah salah satu wadah untuk meningkatkan kapasitas diri selain berselancar di dunia maya dan lembaran-lembaran buku.

Di luar dari hal pembinaan, perjalanan dinas juga berarti berkeliling melihat daerah-daerah yang ada di Indonesia, mencoba berbagai kuliner yang ada, bertemu orang-orang baru dan berkunjung ke berbagai destinasi wisata yang menjadi ikon daerah tersebut. Ya, jika waktunya memungkinkan untuk melakukan jalan-jalan.

Namun realita yang dialami oleh penulis dan rekan-rekan di tempat kerja, sempat timbul pertanyaan "Siapa yang dibina, siapa yang kerja?" Pertanyaan itu timbul karena kondisi di mana pimpinan yang telah menerima pembinaan tidak memberikan arahan yang berarti kepada bawahannya. Anehnya yang mengerjakan tugas-tugas adalah para staf yang tidak dibina dan tidak menerima arahan yang berarti tadi.

Siapakah pembaca di sini yang merasa seperti itu?

Hebatnya staf yang tidak dibina, mereka mampu mengerjakan sesuatu tanpa arahan yang jelas dari pimpinannya. Pimpinan yang dibina tidak melakukan apapun selain menyampaikan hasil kerja staf yang tidak dibina.

Di sisi yang lain, penulis mencermati bahwa anggaran belanja untuk perjalanan dinas amatlah besar. Anggaran yang besar tidak diikuti dengan efektivitas dan mutu yang dihasilkan. Penulis beranggapan bahwa anggaran belanja perjalanan dinas harus dihemat oleh pemerintah dan salah satu alternatif adalah dengan membuat fasilitas video converence di kantor-kantor pemerintahan.

Beralih dari output kegiatan di atas, kegiatan yang seharusnya berdurasi lama hanya berjalan beberapa jam saja, yang seharusnya tiga hari tetapi dilaksanakan hanya dua hari, belum lagi soal kualifikasi narasumber yang berbicara tanpa bobot. 

Di tingkat kabupaten banyak pimpinan yang seperti itu, beberapa hanya menyapa audien, memperkenalkan diri berikut orang-orang yang duduk di depan, membacakan definisi, tugas, fungsi dan wewenang yang dapat dibaca oleh semua orang di UU dan setelahnya memaraf lembaran data narasumber untuk menerima amplop. Sesederhana itu.

Jadi anggaran hanya dihabiskan untuk kegiatan yang tidak bermutu. Anggaran harus diserap semaksimal mungkin tanpa melihat output.

Setelah beberapa lama melihat realitas dari perjalanan dinas, penulis merasakan adanya perubahan motivasi bagi mereka yang melakukan perjalanan dinas. Bukan lagi berpikir untuk dibina melainkan sebagian besar orang menganggap melakukan perjalanan dinas berarti dapat uang tambahan (diberi uang saku yang besarannya lumayan) dan jalan-jalan gratis (tiket pesawat pulang-pergi ditanggung oleh negara).

Untuk suatu instansi yang memiliki jumlah divisi dan staf yang banyak, perjalanan dinas itu bersifat antre (ganti-gantian). Para staf menganggap perjalanan dinas itu keren dan ada juga yang iri karena gilirannya tidak kunjung datang (kapan giliran saya jalan-jalan dan dapat uang tambahan).

Untuk yang pimpinan, dengan berbekal badan dan seorang staf pendamping, maka dirinya tidak perlu lagi pusing soal laporan dan mengurus SPD. Semuanya dikerjakan oleh staf, bahkan ada pimpinan yang berani berkata "Saya ajak kamu biar bisa jalan, ada uang tambahan".

Dari kalimat itu, pimpinan ini merasa bahwa tanpa dirinya tidak mungkin si staf bisa jalan-jalan dan dapat uang tambahan. Dirinya telah berjasa atas hidup si staf. Berkat dirinyalah maka staf bisa menikmati perjalanan dinas itu. Pimpinan dalam hal ini lupa akan posisinyaa, dirinya dianggap sebagai bos.

Sebenarnya pimpinan tidak benar-benar peduli dengan apa yang didapatkan di dalam acara yang diikutinya, mereka mengamanatkan kepada si staf untuk benar-benar belajar, membuat laporan, dokumentasi dan sebagainya, agar dirinya tampak bekerja melalui laporan yang dibuat oleh si staf. Sepulangnya juga begitu, yang mengerjakan semuanya adalah staf yang ikut mendampinginya tadi.

Posisi staf hanyalah menjadi sapi perah oleh pemangku jabatan yang tidak bertanggung jawab, staf mengamankan penghasilan bulanan dan segala tunjangan yang dinikmati oleh pemangku jabatan tadi. Yang bekerja lebih keras adalah staf, sedangkan pimpinan hanya menyampaikan hasil kerja si staf kepada atasannya.

Siapa yang tidak mau jalan-jalan apalagi jika dibiayai oleh negara?

Sudah lama anggaran belanja perjalanan dinas dimanfaatkan dengan tidak bertanggung jawab. BPK menemukan biaya perjalanan dinas PNS ganda atau tidak sesuai ketentuan Rp 25,43 miliar sepanjang tahun 2018 dan penggunaan anggaran daerah selalu disimpangkan dengan biaya perjalanan dinas yang terus meningkat dari tahun ke tahun. 

Sebagai contoh, uang harian ke provinsi misalnya Rp 350.000, tiga hari di provinsi honornya bisa setera UMP buruh selama sebulan, belum lagi yang bermain dengan tiket hotel. Besar bukan? Pemerintah harus melawan kebocoran uang negara dari perjalanan dinas aparaturnya.

Penulis merasa anggaran yang besar dengan output seperti keadaan di atas tidak pantas dan tidak seharusnya dikeluarkan oleh negara. Pemerintah butuh fasilitas video converence di lembaga-lembaga negara untuk menghemat anggaran perjalanan dinas. Manfaat lainnya, kegiatan-kegiatan dapat diikuti lebih banyak orang.

Fasilitas Video Converence (Sumber: www.videocall.cz)
Fasilitas Video Converence (Sumber: www.videocall.cz)

Di kantor, para staf dapat mengikuti video conference bersama dengan pimpinannya (sama-sama terbina, sama-sama pandai). Video converence juga menguji motivasi seseorang yang melakukan perjalanan dinas dari yang sekedar ingin jalan-jalan kepada benar-benar ingin bekerja. Tentunya ada beberapa pengecualian bila pertemuan itu tidak memungkin dilakukan dengan video conference, misalnya supervisi/blusukan.

Akankah pemerintah mengambil kebijakan ini? Akankah pimpinan-pimpinan lembaga setuju? Akankah masyarakat mendukung? Perlu diingat bahwa ini adalah uang rakyat! Harus dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh, bukan diperalat, digunakan dan dihabiskan hanya untuk seremonial belaka dan mereka yang tidak benar-benar bekerja.

Akankah pemerintah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun